PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Ibadah puasa Ramadan merupakan ibadah yang rutin dilakukan umat islam setiap tahunnya. Di bulan penuh berkah ini merupakan waktu khusus untuk umat islam merefleksikan diri, meningkatkan keimanan dan memperbanyak amal kebaikan sambil melakukan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Namun,ketika berpuasa bukan hanya pahalanya saja yang didapatkan, tetapi juga fungsi otak akan lebih terjaga. Pasalnya, puasa digadang-gadangkan menjadi momen memperbaiki metabolisme tubuh, menstabilkan gula darah, meregulasi tekanan darah, dan berbagai manfaat lainnya untuk tubuh.
Hal ini diungkapkan Dokter Saraf di RS Islam Ibnu Sina Pekanbaru dr Putri Auliya SpN, Ahad (31/3). Menurutnya, berbagai penelitian memperlihatkan efek puasa terhadap fungsi otak. Pada orang sehat yang tidak pernah memiliki gangguan otak sebelumnya, puasa terbukti memproteksi otak dan memperbaiki struktur mikro dari otak.
Perubahan ini terjadi pada otak bagian luar (korteks) dan struktur otak yang lebih dalam (subkorteks). Pada area subkorteks berbagai macam fungsi yang terlibat mengalami perbaikan, seperti fungsi regulasi emosi, memori/daya ingat, dan fungsi kognitif lainnya.
Fungsi Proteksi atau Perlindungan Otak
Puasa selama 1 bulan memiliki efek yang menguntungkan dalam melindungi otak. Selama berpuasa, terjadi peningkatan kadar nerve growth factor (NGF)/faktor pertumbuhan saraf. NGF ini berfungsi untuk meregulasi pertumbuhan sel saraf, menjaga dari kerusakan, dan menjaga siklus sel saraf.
Protein NGF ini bukan hanya bekerja di sel saraf otak, tetapi juga di sel saraf tepi/perifer.
Faktor lain yang juga meningkat selama berpuasa adalah ekspresi dari Brain-derived neurotrophic factor ( BDNF).
BDNF ini berfungsi untuk mempertahankan dan memperbaiki metabolisme sel saraf dan mendorong pertumbuhan sel saraf baru. Peningkatan fungsi dan ekspresi BDNF selama berpuasa akan membantu memproteksi otak dan mencegah dari penyakit-penyakit degeneratif, seperti Alzheimer (pikun), stroke, Parkinson, dan sklerosis multipel.
Fungsi emosional, dimana emosi merupakan respons fisiologis terhadap peristiwa yang terjadi di sekitar yang dipengaruhi pengalaman selama ini.
Regulasi emosi melibatkan area otak mulai dari thalamus, korteks sensoris, amigdala, insula, dan hipothalamus. Area-area ini berperan mengolah informasi peristiwa sekitar dan menghubungkannya dengan pengalaman yang sudah alami selama ini.
Sebagai contoh, ketika seorang kakak pernah berbahagia saat bermain bersama adiknya di kebun teh, lalu beberapa tahun kemudian saat si kakak berkunjung ke kebun teh dan mencium bau teh, ia teringat emosi bahagianya bermain bersama adiknya.
Emosi bahagia ini terpancar dari wajahnya yang tersenyum sambil menghirup bau teh di sekitarnya. Atau sebaliknya, seorang anak yang sering dipukul ayahnya, setiap ia melihat ayahnya maka muncul emosi cemas atau takut walaupun ayahnya tidak akan memukulnya.
Pada saat berpuasa, terjadi perbaikan fungsi regulasi emosi. Hal ini terjadi karena perubahan mikro pada amigdala, hipotalamus, insula, dan korteks temporal medial yang menekan rasa cemas dan depresi. Oleh karenanya, orang berpuasa lebih tenang secara emosional dibandingkan saat ia tidak berpuasa.
Selanjutnya, fungsi kognitif perubahan mikro yang melibatkan area thalamus, hipothalamus, dan amigdala dalam sistem limbik akan memperbaiki fungsi kognitif orang yang berpuasa. Fungsi kognitif yang dominan terlibat terutama daya konsentrasi dan psikomotor atau keterampilan motorik. Artinya, selama berpuasa seseorang dapat melakukan aktivitas, tugas, atau pekerjaan dengan lebih fokus. Hal ini juga didukung oleh penelitian lainnya yang menyatakan ketika berpuasa, organ-organ pencernaan diistirahatkan sehingga suplai darah akan terfokus pada organ lain seperti otak.
“Dengan membaiknya daya konsentrasi maka daya ingat atau memori juga akan membaik. Seseorang akan lebih gampang mengingat ketika atensi konsentrasi penuh terhadap apa yang diperhatikannya,”ucapnya.
Aktivitas lain yang meningkatkan manfaat puasa terhadap otak seperti aktivitas tidur siang, membaca Al-Qur’an, dan berbuka puasa bersama keluarga juga memiliki dampak positif terhadap otak. Tidak lupa juga, aktivitas fisik tidak boleh luput untuk dikerjakan.
Tidur siang merupakan salah satu aktivitas yang meningkat dilakukan di bulan Ramadan. Dalam ilmu neurosains, tidur siang terbukti meningkatkan fungsi memori dan meningkatkan kualitas tidur seseorang di malam harinya.(eca)
Laporan PRAPTI DWI LESTARI, Pekanbaru