RIAUPOS.CO – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau meningkatkan status perkara dugaan korupsi pengelolaan kebun kelapa sawit di salah satu desa di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) ke tahap penyidikan.
Hal ini disampaikan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Riau Imran Yusuf melalui Kepala Seksi (Kasi) Penyidikan Iman Khilman, Selasa (13/2).
“Benar. Sudah naik ke tahap penyidikan. Kami segera akan memeriksa saksi-saksi dalam rangka pengumpulan alat bukti,” sebut Iman.
Pengusutan perkara ini diketahui telah dimulai sejak pertengahan 2023 lalu. Jaksa telah melakukan penyelidikan dengan meminta keterangan dari pihak-pihak terkait. Iman menyebutkan, setidaknya ada 15 individu yang telah dimintai keterangan.
“Selama penyelidikan, kami telah meminta keterangan dari warga sekitar desa termasuk perangkat desa, Bagian Aset Pemda Kuansing, termasuk kepada yang mengelola kebun. Ada sekitar 15 orang,” kata Iman.
Setelah penyelidikan rampung, Tim Jaksa kemudian melakukan gelar perkara untuk memastikan kelanjutan penanganannya. “Tim mengusulkan dan pimpinan menyetujui perkara tersebut naik ke tahap penyidikan,” lanjut mantan Kasi Intelijen Kejari Semarang itu.
Perkara dugaan korupsi ini naik status penyidikan setelah Tim Jaksa Pidsus Kejati Riau melakukan gelar pekara. Maka setelah ditingkatkannya status perkara itu, sambung Iman, Tim Jaksa saat ini sedang menyusun rencana kerja penyidikan. Salah satunya, mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi dalam rangka pengumpulan alat bukti.
“Insya Allah, pekan depan mulai pemeriksaan saksi-saksi,” sebut Iman.
Sebelumnya, Aspidsus Kejati Riau Imran Yusuf sudah lebih dulu memaparkan konstruksi perkara tersebut. Adanya dugaan korupsi ini bermula ketika selama periode 2002 hingga 2012 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuansing menggelontorkan anggaran belasan miliar rupiah untuk pembangunan perkebunan sawit.
Penggelontoran anggaran belasan miliar itu, sebut Aspidus, atas permintaan ninik mamak di salah satu desa. Mereka berargumen, jika wilayah itu tidak dijaga, maka akan dirambah oleh kabupaten lain. “Oleh karena itu, (ninik mamak) meminta pemerintah kabupaten (Kuansing) untuk intervensi. Caranya dengan membangun perkebunan kelapa sawit,” sebut Aspidsus.
Anggaran yang disebutkan Aspidsus antara Rp14-16 miliar tersebut pada akhirnya hanya dapat dikonversi menjadi kebun kelapa sawit sekitar 500 hektare. Pemkab setuju intervensi dengan maksud agar ada penambahan pendapatan asli daerah (PAD) untuk Kabupaten Kuansing.
“Ternyata dalam perjalanan, dalam pengelolaannya tidak ada penambahan PAD. Sekarang dikelola oleh sekelompok orang. Seharusnya (hasilnya) masuk PAD,” sebut Aspidsus.
Anggara yang dikeluarkan tersebut dalam bentuk belanja modal dengan sasaran tanah adat. Hamparan tanah itu sendiri salah satunya berbatasan dengan wilayah Sumatera Barat. “Namun oleh pemerintah kabupaten, pencatatan asetnya untuk tanah belum tercatat. Yang tercatat sebagai aset itu pohon sawitnya,” terang Aspidsus.
Terkait PAD yang masuk dari Kebun sawit tersebut, Sekda Kuansing H Dedy Sambudi SKM MKes mengaku bahwa tidak pernah ada dana masuk ke Badan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil kebun sawit yang dimaksud.
“Tidak ada. Tidak ada dana yang bersumber dari kebun sawit Pemda yang disebutkan itu,” kata Sekda menjawab singkat.
Direktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Karya Muda Bersama, Desa Perhentian Sungkai Jalunis mengaku pihaknya dapat mempertanggungjawabkan perihal pengelolaan hasil sawit di Kebun Pemda Kuansing.
Jalunis menyebutkan, pihaknya selaku anak tempatan berinisiatif untuk menyelamatkan kebun Pemda yang seluas 500 hektare itu dari ancaman penjarahan dan penyerobotan dari pihak tak bertanggungjawab dari luar Provinsi Riau.
Lahan luas yang tak tergarap berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) itu telah mengundang oknum-oknum dari luar Riau untuk menjarah hasil dan menguasai secara ilegal.
Melihat hal itu, Jalunis sebagai putra tempatan dan Ketua Pemuda Desa Perhentian Sungkai saat itu tidak terima dan terpanggil untuk memperjuangkan lahan tersebut. Bahkan ia sudah melakukan kontak ke pihak terkait untuk melakukan penyelamatan lahan tersebut.
“Awalnya mau dikuasai orang luar Riau lahannya. Kami berinisiatif untuk menyelamatkannya,” ujar Jalunis.
Setelah berhasil menyelamatkan lahan tersebut, Jalunis mengaku, ia bersama 28 warga tempatan lainnya bersepakat untuk merawat kebun itu. Sedangkan hasil dari kebun berupa sawit mereka kelola bersama untuk kepentingan Desa Perhentian Sungkai seperti operasional masjid dan jalan.
Namun, jika dirinya salah, Jalunis mengaku siap mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Karena apa yang dilakukannya murni untuk penyelamatan aset daerah dan membantu menaikkan taraf ekonomi masyarakat tempatan.(gem)
Laporan HENDRAWAN KARIMAN dan Mardias Can, Pekanbaru