PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Kaki dan tangan Rahmi bergerak selaras pada mesin tenun tradisional di Rumah Tenun Wan Fitri. Sudah sejak 15 Januari kemarin dia dan empat rekannya yang lain mengakrabkan diri dengan mesin tenun dari kayu itu.
Rahmi dan empat rekannya sama-sama bertekad menjadi penenun yang baik. Mereka yang tergabung dalam kelompok Tenun Andalan, jauh-jauh datang dari Kabupaten Pelalawan ke Pekanbaru, tempat Rumah Tenun Wan Fitri. Tujuannya untuk belajar menjadi penenun demi mengubah roda perekonomian keluarga masing-masing.
Sejak 15 Januari hingga 27 Januari, mereka ‘diboyong’ tim Community Development (CD) PT Riau Andalan Pulp and Paper dari Pelalawan ke Pekanbaru untuk mengikuti pelatihan tenun ini. Di Rumah Tenun Wan Fitri yang beralamat di Jalan Kayu Manis, mereka diinapkan dan diberi pelatihan menenun hingga bisa memproduksi bahan baju, kain, dan lainnya untuk dipasarkan.
“Saya sudah mengikuti pelatihan tenun sejak 15 Januari lalu. Saya selalu semangat mengikuti semua yang diajarkan instruktur,” ungkap wanita berusia 35 tahun ini.
Nama lengkapnya adalah Rahmi Andestia. Sehari-hari ia biasa berjualan makanan secara kecil-kecilan. Menu yang dijual di antaranya lotek dan miso. Kini ia berjuang sendirian menghidupi empat orang buah hatinya sejak ditinggalkan oleh sang suami untuk selama-lamanya.
“Biasanya saya jualan mulai siang hingga malam hari. Suami saya sudah tidak ada. Lima bulan lalu meninggal karena tensi tinggi,” katanya sembari sesekali berusaha menenangkan anak bungsunya yang sengaja ia bawa ke lokasi pelatihan.
Si bungsu itu mulai rewel, mungkin ia mulai mengantuk atau bosan karena harus bermain sendirian di saat sang ibu serius menekuni mesin tenunnya. “Yang bungsu memang saya bawa. Yang sulung sudah kelas 6 SD. Dia dan yang lainnya tidak apa-apa di rumah saja. Ada keluarga yang mau menjaga,” sebutnya sembari memperhatikan motif di kain tenunannya yang masih setengah jadi.
Rahmi menjadi salah satu warga Kecamatan Pangkalankerinci yang dinilai layak mengikuti program pelatihan dari RAPP ini. Ia masuk dalam kategori keluarga miskin ekstrem. Pelatihan ini menjadi salah satu pilihan bagi Rahmi untuk keluar dari garis kemiskinan itu.
“Harapan saya dengan ikut pelatihan tenun ini adalah demi kehidupan yang lebih baik. Saya ingin bisa menenun untuk (dipasarkan) ke banyak acara, seperti selamatan,” katanya ketika ditanya mengapa begitu bersemangat mengikuti pelatihan ini jauh-jauh ke Pekanbaru.
Walau kendala selama mengikuti pelatihan ada, namun Rahmi tak patah arang. “Misalnya, kadang saat serius menenun benangnya malah putus. Tapi saya tetap semangat. Demi anak-anak,” sebutnya polos dan dengan nada datar.
Rahmi juga tak luput mengungkapkan rasa terima kasih kepada RAPP, khususnya tim CD yang telah memfasilitasi untuk mengikuti pelatihan tenun. “Harapan saya ke RAPP agar terus membantu warga seperti saya. Terima kasih banyak kepada RAPP atas dukungannya,’’ ujarnya.
‘’Sejauh ini, dengan kondisi ekonomi yang sulit, apalagi setelah kepergian suami, saya bekerja sendiri dan belum mendapat bantuan terkait perekonomian dari pemerintah. Dengan pelatihan ini, saya berharap bisa lebih mandiri,” tambahnya.
Selain Rahmi, di kelompok Tenun Andalan ada juga Yulhendra, yang menjadi ketua kelompok. Tuntas mengikuti pelatihan ini, rumah Ira, sapaan akrabnya, akan menjadi workshop tenun di Pangkalankerinci. Di workshop ini, para peserta kelompok akan terus menenun menggunakan alat yang disediakan RAPP dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pelalawan.
Selain Ira dan Rahmi anggota lainnya di kelompok ini adalah Umi Kalsum, Ulandari, dan Selviana Hanum Sari. Secara bersama-sama, anggota Kelompok Tenun Andalan akan memproduksi kain tenun untuk dipasarkan sembari terus berlatih agar lebih mahir lagi.
Bagi Ira, pelatihan ini membawa arti besar di lingkungannya. Dia berharap RAPP bisa terus menjadi penggerak agar para ibu-ibu yang tidak bekerja atau anak-anak muda putus sekolah mendapatkan keterampilan untuk membuka lapangan kerja baru.
“Saya terus berharap agar RAPP ke depannya bisa memfasilitasi kawan-kawan lain, terutama yang putus sekolah agar memiliki peluang kerja. Menambah penghasilan warga lainnya,” sebut wanita berwajah senyum ini.
Ira juga mengakui, dukungan dari suaminya sangat berperan besar hingga terbentuklah Kelompok Tenun Andalan. Selain itu, dukungan dari pihak kelurahan juga tak kalah pentingnya dalam upaya mengentaskan kemiskinan di sekitar tempat tinggalnya. “Semoga kami satu kelompok ini bisa sukses di Pangkalankerinci, bisa memasarkan tenun buatan kami di daerah sendiri, bahkan hingga keluar kota nantinya. Semoga bisa mengajak ibu-ibu atau warga lainnya untuk ikut juga belajar menenun,” harapnya dengan serius.
Sementara itu, Wan Mirdayati, pengelola Rumah Tenun Fitri, mengutarakan, dirinya ingin para peserta benar-benar menjiwai tenun, tekun, serius, dan fokus. Agar nantinya bisa membuka lapangan kerja. Bisa mengembangkan tenun di Pelalawan untuk dipasarkan di sana. Bahkan tak menutup kemungkinan bisa dipasarkan hingga ke Jakarta atau daerah lainnya.
“Kunci agar peserta pelatihan cepat paham terkait tenun adalah di mindset. Jadikan hobi, dijiwai, dan disenangi. Jangan cepat putus asa,” pesannya untuk para peserta pelatihan.
Kata Mirda, proses pembuatan kain tenun memang memakan waktu empat hingga tujuh hari karena terbilang cukup sulit. Tak heran, di Rumah Tenun Wan Fitri, harga yang dibanderol untuk sehelai kain bisa mencapai Rp450 ribu hingga Rp2,5 juta.
Dalam waktu sebulan, rumah tenun yang kini ia kelola bisa menghasilkan 150 hingga 200 helai tenun yang siap untuk dipasarkan. Ada yang merupakan karya para karyawan di Rumah Tenun Wan Fitri dan ada juga karya dari para mitra.
“Karyawan kami 10 orang dan mitra mencapai 50 orang. Ada yang di Bengkalis, Dumai, dan Kuansing, bahkan ada yang berdomisili di Sumatera Barat. Mereka dahulu adalah binaan atau karyawan kami. Setelah mahir mereka buka usaha tenun sendiri, tapi pemasarannya tetap kami bantu,” jelas Mirda yang sudah menenun sejak 1985.
Menurut wanita 49 tahun ini, kain tenun bisa digambarkan sebagai cerminan orang Melayu. Ciri khas orang Melayu yang menjadi kebanggaan daerah. Motif khas Melayu yang diproduksi di rumah tenun ini di antaranya pucuk rebung, tampuk manggis, siku keluang, siku awan, lebah bergayut, wajik bintang, dan lain-lain.
Masing-masing motif memiliki filosofi sendiri. Misalnya motif pucuk rebung, bermakna kesuburan, kemakmuran, dan keteguhan. Tampuk manggis, bermakna kasih saying. Siku awan bermakna kelembutan, setia kawan, dan persatuan. Motif lebah bergayut bermakna kekompakan dan kerja sama.
Tenun produksi Rumah Tenun Wan Fitri telah banyak dikenakan para petinggi negeri, seperti Presiden Joko Widodo, Presiden BJ Habibie, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan almarhumah Ibu Ani Yudhoyono. Rumah Tenun Wan Fitri ini juga telah mendapat banyak penghargaan dan mengikuti beberapa pameran hingga sampai ke Belanda.
Budaya Lokal dan Pengembangan Ekonomi
RAPP memilih Rumah Tenun Wan Fitri sebagai mitra dalam pelatihan tenun karena track record yang sangat bagus itu. Banyak harapan yang ingin diwujudkan dengan program ini, terutama soal pengentasan kemiskinan ekstrem dan pengembangan ekonomi berlatar budaya lokal.
“Kegiatan pelatihan tenun ini kita gelar selama 2 pekan, sejak 15 Januari hingga 27 Januari 2024. Pesertanya lima orang dengan latar belakang berbeda yang di antaranya berasal dari keluarga miskin ekstrem,” jelas Community Development (CD) Head RAPP F Leohansen Simatupang.
Katanya lagi, saat ini rumah produksi tenun belum ada di Kabupaten Pelalawan. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan dapat menjadi cikal bakal pengembangan produk tenun sebagai produk unggulan Pelalawan, sehingga nantinya dapat menyerap tenaga kerja lokal, khususnya anak muda dan perempuan.
“Saat ini kita perlu mendorong sumber ekonomi baru berdasarkan penguatan kreativitas budaya lokal karena akan lebih sustainable dan melekat dengan budaya setempat. Tenun salah satunya,” jelas Leo.
Dia berharap nantinya tenun juga berkembang baik di Pelalawan, seperti batik yang sudah menciptakan lapangan kerja yang luas di berbagai daerah di Riau, terutama untuk anak-anak muda dan wanita, sebagai langkah empowering women.
“Program CD senantiasa mendorong terjadinya perubahan ke arah yang lebih positif. Tujuan pelatihan tenun yang digelar CD RAPP adalah untuk menciptakan sumber income, mendorong terciptanya lapangan kerja. Khususnya bagi masyarakat miskin ekstrem di sekitar operasional perusahaan. Hal ini sejalan dengan komitmen APRIL 2030, kemajuan inklusif,” jelas Leo.
Pelatihan tenun di Rumah Tenun Wan Fitri meliputi pemahaman soal menghani atau membuat helaian benang untuk dijadikan lungsi pada alat tenun yang dinamakan hani.
Kemudian belajar bagaimana memasang benang lungsi pada alat tenun, memasukkan benang lungsi ke mata gun sesuai dengan corak yang dibuat. Proses selanjutnya, memasukan benang lungsi ke sisir sesuai dengan corak tenun, lalu mengikat benang lungsi pada bum kain, dan benang ditenun satu per satu hingga menjadi sebuah kain.
“Pelatihan soal teknik ini baru salah satu support, selanjutnya akan ada coaching dari tim CD dan pihak Rumah Tenun Wan Fitri untuk memastikan para peserta bisa konsisten menenun. Selanjutnya kami bantu untuk pengembangan ke pasar. Bisa dipasok ke Rumah Tenun Wan Fitri dan ke pasar lokal, seperti ke masyarakat saat acara-acara, atau ke pihak RAPP, dan pemerintahan juga,” urai Leo lagi.
Lebih jauh ke depannya, para peserta akan dibantu juga untuk hal akses ke pembiayaan guna mendukung usaha tenun ini. Namun tak sampai di situ, nantinya para peserta juga diharapkan mampu menciptakan motif baru refleksi budaya lokal dengan filosofi khas daerah Pelalawan.
“Promosi tenun sebagai budaya lokal Pelalawan memang menjadi tantangan. Namun kita harus optimis pada terciptanya tenun khas Pelalawan ke depan nantinya,” sambung Leo.
Para peserta sendiri adalah orang-orang yang sudah melewati tahap seleksi dengan pihak kelurahan, kecamatan, hingga Disperindag, agar benar-benar orang yang tepat yang mendapat pelatihan ini.
“Kita sudah seleksi sedemikian rupa. Para peserta adalah orang-orang yang memiliki motivasi kuat dan dukungan keluarga untuk mengikuti pelatihan ini. Orang-orang yang benar-benar ingin mengubah perekonomian menjadi lebih baik,” tuturnya.(adv/rio)