PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Terdakwa perkara tindak pidana korupsi (tipikor) gratifikasi Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil akhirnya divonis penjara 9 tahun dan denda Rp 600 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru pada 21 Desember 2023.
Jika tidak membayar denda maka di ganti kurungan 6 bulan. Adil juga diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp17,82 miliar tepatnya Rp17.821.923.078. Apabila uang tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah inkrah, maka harta bendanya akan disita. Apabila terpidana tidak memiliki harta, maka diganti 3 tahun penjara.
Adil pun mendaftarkan banding atas perkaranya ke Pengadilan Tinggi Riau. Penasehat Hukum Adil, Boy Gunawan mengatakan, sudah mendaftarkan banding sebelum Natal, tepatnya pada Jumat (22/12).
‘’Sudah di Pengadilan Tinggi, memori banding segera kami masukkan,’’ kata Boy Gunawan, Rabu (3/1). Soal memori banding yang memakan waktu, Boy Gunawan beralasan, hal itu berproses. Apalagi berkas penuntutan dan putusan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru lebih dari 1.000 lembar.
Vonis itu dijatuhkan karena Adil dinyatakan bersalah melanggar melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Adil dinyatakan melakukan korupsi senilai Rp17.821.923.078 (Rp17,82 miliar) hasil pemotongan sebesar 10 persen setiap pencairan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti yang terjadi pada APBD 2022 dan 2023.
Kemudian, melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor.
Pasal itu terkait gratifikasi yang diterima Adil dari mantan Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti Fitria Nengsih yang juga Kepala Cabang PT Tabur Muthmainnah Tour senilai Rp750 juta. Uang itu merupakan fee pemberangkatan 250 jemaah umrah yang dibiayai APBD Kepulauan Meranti pada 2022.
Mantan anggota DPRD Riau ini juga bersalah melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Dalam hal ini, terdakwa bersama Fitria Nengsih sekitar April 2023, memberikan suap kepada auditor BPK Perwakilan Riau Muhammad Fahmi Aressa sebesar Rp1.010.000.000 (Rp1,01 miliar) yang bersumber dari uang yang dikumpulkan dari sejumlah pejabat dan pimpinan OPD Pemkab Kepulauan Meranti. Bersama sejumlah pemberian barang dan fasilitas lainnya, suap ini dimaksudkan agar laporan keuangan Pemkab Meranti meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Vonis hakim ini hampir sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntut Muhammad Adil agar dihukum 9 tahun penjara.
Permintaan JPU agar Adil didenda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan penjara juga dikabulkan. Selain itu tuntutan JPU agar Adil dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp17,82 miliar, tepatnya Rp17.821.923.078 juga dikabulkan.
Bedanya, hakim hanya memberikan subsider 3 tahun kurungan apalagi uang pengganti tidak dibayar, sementara JPU menuntut 5 tahun. Atas vonis tersebut, Adil usai sidang menyatakan akan melakukan banding. ‘’Akan banding. Dalam satu atau dua hari ini,’’ ungkapnya.
Perbuatan culas Adil ini pertama kali terungkap ketika dirinya bersama Ketua Tim Auditor BPK RI Perwakilan RI Muhammad Fahmi Aressa, mantan Plt Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK, di Selatpanjang, Kapulauan Meranti pada 7 April 2023 lalu.
Pada perkara korupsi Adil ini, Fitria Nengsih dinyatakan bersalah dihukum 2 tahun 6 bulan penjara. Kini istri siri Adil tersebut sedang menjalani hukumannya. Sementara Fahmi Aressa yang dituntut dalam berkas terpisah, divonis 4 tahun 3 bulan penjara pada hari yang sama saat vonis Adil ditetapkan.
Ziarah ke Makam Anak
Di sela-sela proses banding, Adil mendapat kemalangan. Anak perempuannya meninggal dunia karena sakit, Rabu (27/12) lalu. Namun dirinya tidak bisa langsung keluar dari Rutan Pekanbaru. Adil baru mendapatkan izin hampir sepekan kemudian yakni Selasa (2/1). Anak perempuan Adil yang cukup lama menderita sakit dimakamkan di Selatpanjang, Kepulauan Meranti.
Penasehat Hukum Adil, Boy Gunawan, membenarkan bahwa kliennya itu keluar dari rutan. Adil hanya punya waktu 1×24 jam untuk menyeberang, berziarah ke makam, dan kembali ke Pekanbaru.
‘’Iya, sekarang beliau sudah berada di rutan lagi. Dapat izin cuma sehari. Berangkat pagi dan malam kemarin sudah sampai di rutan,’’ kata Boy Gunawan, Rabu (3/1).
Adil, menurut Boy Gunawan, mendapat izin dari Pengadilan Tinggi Riau sehubungan perkaranya yang banding.
Dengan menyewa kapal, Adil dikawal petugas dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama perjalanan pergi dan puoang Pekanbaru-Selatpanjang dan Selatpanjang-Pekanbaru.(end)