Minggu, 24 November 2024
spot_img

Takjil dan Tapioka

Meski bulan Ramadan sudah sampai di pertengahan, namun para pedagang makanan dan minuman untuk berbuka puasa yang disebut dengan takjil, masih banyak dijumpai, bahkan di beberapa tempat bertambah banyak. Hal ini disebabkan karena kegiatan ngabuburit masih saja menjadi kegiatan mengasikkan bagi sebagian masyarakat. Ngabuburit adalah kegiatan sebagian masyarakat berburu takjil sambal menunggu waktu berbuka puasa, sebagai pelipur setelah seharian berpuasa. Berbagai Aneka makanan ditawarkan oleh pedagang, seperti macam-macam kolak, cendol, bolu kemojo dan kue beraneka jenis dan rasa, siomay, tekwan, kerupuk, pempek, bakso, dan penganan kreasi baru lainnya. Semuanya dapat diperoleh dengan mudah, baik yang dijual oleh para pedagang di pinggir jalan maupun di beberapa pusat jajanan serba ada (pujasera). Kegiatan ngabuburit harus diawasi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dari pemerintah, supaya tidak menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.

Aneka makanan dan minuman yang dijual sebagian diantaranya berbahan baku tapioka, baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai pelengkap. Tapioka atau disebut tepung kanji adalah tepung pati yang diekstrak dari umbi singkong atau ubi kayu. Sedangkan tepung singkong adalah tepung dari hasil parutan singkong yang dikeringkan. Namun umumnya masyarakat menyebut tepung tapioka atau tepung kanji.

Selain untuk keperluan membuat berbagai penganan yang lezat, tapioka juga dapat dipergunakan untuk membuat kaku pakaian, disebut dengan istilah dikanji, yaitu pakaian yang dibubuhi cairan kanji menjadi keras atau kaku, ketika diseterika lipatannya dapat membentuk garis lurus yang sempurna (wikipedia).

Baca Juga:  Di Balik Semrawutnya PPDB SMA/SMK di Riau

Selain itu tepung tapioka juga dibutuhkan oleh industri kertas. Menurut Erythrina (2010) pada proses pembuatan lembaran kertas, sifat kertas dapat diperbaiki dengan penambahan zat-zat lain seperti pigmen, pengisi dan pewarna. Pigmen ini berfungsi untuk mengisi pori-pori permukaan kertas sehingga permukaan menjadi rata. Tapioka digunakan untuk meningkatkan kehalusan permukaan kertas dan opasitas, sehingga kertas tidak tembus pandang. Penambahan tapioka dapat pula meningkatkan kecerahan (brighteness), kemampuan daya cetak lembaran dan ketahanan lipat. Penambahan tapioka dilakukan pada saat pembentukan kertas baik dalam keadaaan basah maupun dalam keadaan kering untuk memperbaiki sifat fisik dan sifat optik kertas (Casey, 1981).

Dengan demikian kebutuhan tapioka di Provinsi Riau sangatlah besar. Apalagi di Riau beroperasi dua industri kertas terbesar di Indonesia, yaitu yang berlokasi di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak. Kedua pabrik tersebut membutuhkan tapioka yang sangat besar dalam proses produksinya. Namun kebutuhan tapioka bagi kedua pabrik tersebut masih diimpor dari luar negeri dengan deskripsi barang berkode HS 110814 (merujuk Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2017, yaitu ‘Pati ubi kayu (cassava)’ atau tapioka.

Berdasarkan data BPS, total impor tapioka Riau dari 2010-2020 senilai US$ 168,06 juta. Kalau di rupiahkan dengan menggunakan kurs tengah masing-masing tahun maka menjadi 4,38 triliun rupiah, jumlah yang sangat besar dan menggiurkan andai tapiokanya diproduksi di Riau. Selama rentang waktu 2010-2020, impor tapioka Riau terbesar terjadi pada tahun 2014-2015, sedangkan yang terendah tahun 2010 senilai US$ 9,77 juta, sedikit diatasnya pada tahun 2020 senilai US$ 12,25 juta. Sebagian besar dan paling utama impor tapioka Riau berasal dari Thailand. Dan pernah ada dari negara lain tapi jumlahnya sangat sedikit, yaitu tahun 2014 dari Tiongkok senilai US$ 306,79 ribu, tahun 2017 dari Malaysia senilai US$ 7,79 ribu, dan tahun 2018 dari Australia senilai US$ 92,74 ribu.    

Baca Juga:  Bukan Ikrar Biasa

 Sebenarnya antusias penduduk Riau untuk bertanam singkong cukup besar. Diantaranya yang dilakukan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Palas Sejahtera Kota Pekanbaru yang diketuai Awaldi Hasibuan. Mereka telah beberapa kali memamerkan singkong raksasa hasil budidayanya. Bahkan Gubernur Riau waktu itu Arsyadjuliandi Rachman dibuat takjub dengan singkong raksasa seberat 160 kg (Republika, Juni 2016). Kelompok ini juga memamerkan singkong raksasanya dalam expo rakernas salah satu organisasi keagamaan yang dibuka Presiden Joko Widodo di Jakarta pada tahun 2018 (Sigapnews, 2018).

Berdasarkan data Dinas Pangan, Tanaman Pangan Dan Hortikultura Provinsi Riau, luas panen dan produksi singkong/ubi kayu Provinsi Riau selama 2014-2019 cukup berfluktuasi, dan yang tertinggi adalah pada Jan-Des 2019 dengan luas panen 4.314,7 Ha dan produksi sebesar 129.654,0 ton. Tanaman ini tersebar di dua belas kab/kota, dengan produksi terbesar berada di Kabupaten Kampar 31.419,2 Ha, Kabupaten Siak 19.716,3 Ha, dan Kabupaten Bengkalis 19.571,6 Ha. Sedangkan produksi terendah berada di Kabupaten Kepulauan Meranti 2.622,1 Ha.***
 

Meski bulan Ramadan sudah sampai di pertengahan, namun para pedagang makanan dan minuman untuk berbuka puasa yang disebut dengan takjil, masih banyak dijumpai, bahkan di beberapa tempat bertambah banyak. Hal ini disebabkan karena kegiatan ngabuburit masih saja menjadi kegiatan mengasikkan bagi sebagian masyarakat. Ngabuburit adalah kegiatan sebagian masyarakat berburu takjil sambal menunggu waktu berbuka puasa, sebagai pelipur setelah seharian berpuasa. Berbagai Aneka makanan ditawarkan oleh pedagang, seperti macam-macam kolak, cendol, bolu kemojo dan kue beraneka jenis dan rasa, siomay, tekwan, kerupuk, pempek, bakso, dan penganan kreasi baru lainnya. Semuanya dapat diperoleh dengan mudah, baik yang dijual oleh para pedagang di pinggir jalan maupun di beberapa pusat jajanan serba ada (pujasera). Kegiatan ngabuburit harus diawasi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dari pemerintah, supaya tidak menjadi kluster baru penyebaran Covid-19.

Aneka makanan dan minuman yang dijual sebagian diantaranya berbahan baku tapioka, baik sebagai bahan baku utama maupun sebagai pelengkap. Tapioka atau disebut tepung kanji adalah tepung pati yang diekstrak dari umbi singkong atau ubi kayu. Sedangkan tepung singkong adalah tepung dari hasil parutan singkong yang dikeringkan. Namun umumnya masyarakat menyebut tepung tapioka atau tepung kanji.

- Advertisement -

Selain untuk keperluan membuat berbagai penganan yang lezat, tapioka juga dapat dipergunakan untuk membuat kaku pakaian, disebut dengan istilah dikanji, yaitu pakaian yang dibubuhi cairan kanji menjadi keras atau kaku, ketika diseterika lipatannya dapat membentuk garis lurus yang sempurna (wikipedia).

Baca Juga:  Software SNMPTN GO (Memperbesar Peluang Tembus PTN)

Selain itu tepung tapioka juga dibutuhkan oleh industri kertas. Menurut Erythrina (2010) pada proses pembuatan lembaran kertas, sifat kertas dapat diperbaiki dengan penambahan zat-zat lain seperti pigmen, pengisi dan pewarna. Pigmen ini berfungsi untuk mengisi pori-pori permukaan kertas sehingga permukaan menjadi rata. Tapioka digunakan untuk meningkatkan kehalusan permukaan kertas dan opasitas, sehingga kertas tidak tembus pandang. Penambahan tapioka dapat pula meningkatkan kecerahan (brighteness), kemampuan daya cetak lembaran dan ketahanan lipat. Penambahan tapioka dilakukan pada saat pembentukan kertas baik dalam keadaaan basah maupun dalam keadaan kering untuk memperbaiki sifat fisik dan sifat optik kertas (Casey, 1981).

- Advertisement -

Dengan demikian kebutuhan tapioka di Provinsi Riau sangatlah besar. Apalagi di Riau beroperasi dua industri kertas terbesar di Indonesia, yaitu yang berlokasi di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak. Kedua pabrik tersebut membutuhkan tapioka yang sangat besar dalam proses produksinya. Namun kebutuhan tapioka bagi kedua pabrik tersebut masih diimpor dari luar negeri dengan deskripsi barang berkode HS 110814 (merujuk Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2017, yaitu ‘Pati ubi kayu (cassava)’ atau tapioka.

Berdasarkan data BPS, total impor tapioka Riau dari 2010-2020 senilai US$ 168,06 juta. Kalau di rupiahkan dengan menggunakan kurs tengah masing-masing tahun maka menjadi 4,38 triliun rupiah, jumlah yang sangat besar dan menggiurkan andai tapiokanya diproduksi di Riau. Selama rentang waktu 2010-2020, impor tapioka Riau terbesar terjadi pada tahun 2014-2015, sedangkan yang terendah tahun 2010 senilai US$ 9,77 juta, sedikit diatasnya pada tahun 2020 senilai US$ 12,25 juta. Sebagian besar dan paling utama impor tapioka Riau berasal dari Thailand. Dan pernah ada dari negara lain tapi jumlahnya sangat sedikit, yaitu tahun 2014 dari Tiongkok senilai US$ 306,79 ribu, tahun 2017 dari Malaysia senilai US$ 7,79 ribu, dan tahun 2018 dari Australia senilai US$ 92,74 ribu.    

Baca Juga:  Kegagalan Pengelolaan Koperasi

 Sebenarnya antusias penduduk Riau untuk bertanam singkong cukup besar. Diantaranya yang dilakukan oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Palas Sejahtera Kota Pekanbaru yang diketuai Awaldi Hasibuan. Mereka telah beberapa kali memamerkan singkong raksasa hasil budidayanya. Bahkan Gubernur Riau waktu itu Arsyadjuliandi Rachman dibuat takjub dengan singkong raksasa seberat 160 kg (Republika, Juni 2016). Kelompok ini juga memamerkan singkong raksasanya dalam expo rakernas salah satu organisasi keagamaan yang dibuka Presiden Joko Widodo di Jakarta pada tahun 2018 (Sigapnews, 2018).

Berdasarkan data Dinas Pangan, Tanaman Pangan Dan Hortikultura Provinsi Riau, luas panen dan produksi singkong/ubi kayu Provinsi Riau selama 2014-2019 cukup berfluktuasi, dan yang tertinggi adalah pada Jan-Des 2019 dengan luas panen 4.314,7 Ha dan produksi sebesar 129.654,0 ton. Tanaman ini tersebar di dua belas kab/kota, dengan produksi terbesar berada di Kabupaten Kampar 31.419,2 Ha, Kabupaten Siak 19.716,3 Ha, dan Kabupaten Bengkalis 19.571,6 Ha. Sedangkan produksi terendah berada di Kabupaten Kepulauan Meranti 2.622,1 Ha.***
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari