Rabu, 5 Februari 2025

Ramadan Momentum Pemulihan Mentalitas

Wabah virus Covid-19 masih terus melanda negeri ini. Dampak yang timbul akibat pandemi ini  telah kita rasakan hampir pada semua lini kehidupan. Sisi ekonomi merupakan hal yang paling kentara dirasakan oleh masyarakat. Banyak orang yang mengalami phk, pendapatan yang menurun, bahkan tidak sedikit pelaku usaha yang akhirnya gulung tikar.  

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pengangguran (Tingkat Pengangguran Terbuka) di Riau pada Agustus 2020 sebesar 6,32 persen (naik dari 5,97 persen pada tahun 2019) dan angka kemiskinan pada September 2020 sebesar 7,04 persen (naik dari 6,90 persen pada September 2019). Himpitan ekonomi yang semakin memburuk akibat kehilangan pekerjaan dan kesulitan finansial pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kesehatan mental. Tak bisa dipungkiri jika pandemi Covid-19 tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik semata tetapi juga telah mempengaruhi kesehatan mental masyarakat.  

Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin kita dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar.  Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk (dikutip dari promkes.kemkes.go.id). 

Sebagian dari kita mungkin merasakan gangguan tersebut, seperti rasa cemas dan gelisah akan terinfeksinya virus Covid-19, bahkan tidak sedikit yang mengalami paranoid akibat dibombardir berita tentang wabah virus ini. Banyak peneliti yang menyimpulkan bahwa dampak kesehatan mental adalah konsekuensi paling signifikan dari bencana tersebut, yang menyebabkan ribuan kematian dan sangat merusak perekonomian.

Baca Juga:  Haji di Masa Covid-19

Kondisi gangguan mental yang lebih buruk juga terjadi pada para penyintas Covid-19 akibat stigma yang kerap muncul dari masyarakat.  Stigma ini tentunya memberikan efek menambah tekanan psikis, tidak hanya bagi penyintas itu sendiri tetapi juga keluarga dan masyarakat sekitar. Menurut penelitian terbaru dari University of Exeter dan King’s College London, kesepian pada orang dewasa selama masa lockdown di tengah pandemi Covid-19 merupakan faktor kunci atas gejala depresi dan kesehatan mental lainnya.  

Hadirnya bulan Ramadan di tengah pandemi Covid-19 ini bagaikan sebuah oase di padang pasir. Kehadiranya telah dinanti-nantikan oleh kaum muslimin dan memang sudah selayaknya kita bahagia dengan hadirnya bulan penuh berkah ini. Sebagaimana sabda baginda Rasulullah SAW, "Orang yang berpuasa itu akan meraih dua kegembiraan, yakni kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya (HR. Muslim)."

Ramadan ini merupakan momentum bagi kita untuk kembali men-charge mentalitas kita yang tengah kusut dan porak poranda akibat wabah virus corona. Hadirnya bulan Ramadan ini memberikan waktu bagi kita untuk sejenak berisitirahat dengan penatnya kehidupan dunia dan fokus meraih pahala untuk kehidupan akhirat.  Serangkaian ibadah yang kita lakukan di bulan suci ini akan membuat jiwa kita lebih tentram, damai, dan terbebas dari gangguan psikis. 

Baca Juga:  The Rising Star dan Nasib Wapres AS

Pada bulan Ramadan umat muslim berlomba-lomba melakukan berbagai amalan kebaikan.  Ganjaran dilipatgandakan pahala pada bulan ini meningkatkan potensi kebaikan yang ada.  Bahkan Ramadan melalui rangkaian ibadah zakatnya mampu mengubah seseorang yang sebelumnya sangat sulit untuk berbagi rezekinya pada orang lain. Pengelolaan zakat, infak, dan sedekah secara benar dan  profesional akan mampu menjadi solusi dalam membantu mengendurkan himpitan ekonomi yang menimpa masyarakat di tengah krisis akibat pandemi. Selain kegiatan ibadah, berbagai aktivitas dan tradisi di bulan Ramadan ini juga dapat meningkatkan kesehatan mental masyarakat.  

Kita mungkin masih ingat pemberitaan di media yang menyebutkan telah terjadi peningkatan kasus perceraian akibat pandemi Covid-19.  Karenanya kehadiran bulan Ramadhan ini diharapkan benar-benar bisa dimanfaatkan untuk menciptkan bonding  (kedekatan) bersama keluarga. Aktivitas makan sahur, buka puasa, hingga sholat tarawih berjama’ah merupakan momen yang mampu melekatkan kembali ikatan hati dalam anggota keluarga.  

Tak ada seorang pun yang tau sampai kapan pandemi di negeri ini akan berakhir, namun kesehatan mental jangan sampai luput dari perhatian. Sudah selayaknya kita senantiasa menjaga mentalitas diri dari berbagai ancaman akibat wabah virus ini.  Kita jadikan bulan Ramadan sebagai upaya pemulihan dan penguatan kesehatan mental, dengan melakukan amalan kebaikan sebanyak-banyaknya. *** 
 

Wabah virus Covid-19 masih terus melanda negeri ini. Dampak yang timbul akibat pandemi ini  telah kita rasakan hampir pada semua lini kehidupan. Sisi ekonomi merupakan hal yang paling kentara dirasakan oleh masyarakat. Banyak orang yang mengalami phk, pendapatan yang menurun, bahkan tidak sedikit pelaku usaha yang akhirnya gulung tikar.  

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pengangguran (Tingkat Pengangguran Terbuka) di Riau pada Agustus 2020 sebesar 6,32 persen (naik dari 5,97 persen pada tahun 2019) dan angka kemiskinan pada September 2020 sebesar 7,04 persen (naik dari 6,90 persen pada September 2019). Himpitan ekonomi yang semakin memburuk akibat kehilangan pekerjaan dan kesulitan finansial pada akhirnya akan berdampak pada penurunan kesehatan mental. Tak bisa dipungkiri jika pandemi Covid-19 tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik semata tetapi juga telah mempengaruhi kesehatan mental masyarakat.  

- Advertisement -

Kesehatan mental yang baik adalah kondisi ketika batin kita dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar.  Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk (dikutip dari promkes.kemkes.go.id). 

Sebagian dari kita mungkin merasakan gangguan tersebut, seperti rasa cemas dan gelisah akan terinfeksinya virus Covid-19, bahkan tidak sedikit yang mengalami paranoid akibat dibombardir berita tentang wabah virus ini. Banyak peneliti yang menyimpulkan bahwa dampak kesehatan mental adalah konsekuensi paling signifikan dari bencana tersebut, yang menyebabkan ribuan kematian dan sangat merusak perekonomian.

- Advertisement -
Baca Juga:  Fenomena Karir

Kondisi gangguan mental yang lebih buruk juga terjadi pada para penyintas Covid-19 akibat stigma yang kerap muncul dari masyarakat.  Stigma ini tentunya memberikan efek menambah tekanan psikis, tidak hanya bagi penyintas itu sendiri tetapi juga keluarga dan masyarakat sekitar. Menurut penelitian terbaru dari University of Exeter dan King’s College London, kesepian pada orang dewasa selama masa lockdown di tengah pandemi Covid-19 merupakan faktor kunci atas gejala depresi dan kesehatan mental lainnya.  

Hadirnya bulan Ramadan di tengah pandemi Covid-19 ini bagaikan sebuah oase di padang pasir. Kehadiranya telah dinanti-nantikan oleh kaum muslimin dan memang sudah selayaknya kita bahagia dengan hadirnya bulan penuh berkah ini. Sebagaimana sabda baginda Rasulullah SAW, "Orang yang berpuasa itu akan meraih dua kegembiraan, yakni kegembiraan ketika berbuka puasa dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya (HR. Muslim)."

Ramadan ini merupakan momentum bagi kita untuk kembali men-charge mentalitas kita yang tengah kusut dan porak poranda akibat wabah virus corona. Hadirnya bulan Ramadan ini memberikan waktu bagi kita untuk sejenak berisitirahat dengan penatnya kehidupan dunia dan fokus meraih pahala untuk kehidupan akhirat.  Serangkaian ibadah yang kita lakukan di bulan suci ini akan membuat jiwa kita lebih tentram, damai, dan terbebas dari gangguan psikis. 

Baca Juga:  The Rising Star dan Nasib Wapres AS

Pada bulan Ramadan umat muslim berlomba-lomba melakukan berbagai amalan kebaikan.  Ganjaran dilipatgandakan pahala pada bulan ini meningkatkan potensi kebaikan yang ada.  Bahkan Ramadan melalui rangkaian ibadah zakatnya mampu mengubah seseorang yang sebelumnya sangat sulit untuk berbagi rezekinya pada orang lain. Pengelolaan zakat, infak, dan sedekah secara benar dan  profesional akan mampu menjadi solusi dalam membantu mengendurkan himpitan ekonomi yang menimpa masyarakat di tengah krisis akibat pandemi. Selain kegiatan ibadah, berbagai aktivitas dan tradisi di bulan Ramadan ini juga dapat meningkatkan kesehatan mental masyarakat.  

Kita mungkin masih ingat pemberitaan di media yang menyebutkan telah terjadi peningkatan kasus perceraian akibat pandemi Covid-19.  Karenanya kehadiran bulan Ramadhan ini diharapkan benar-benar bisa dimanfaatkan untuk menciptkan bonding  (kedekatan) bersama keluarga. Aktivitas makan sahur, buka puasa, hingga sholat tarawih berjama’ah merupakan momen yang mampu melekatkan kembali ikatan hati dalam anggota keluarga.  

Tak ada seorang pun yang tau sampai kapan pandemi di negeri ini akan berakhir, namun kesehatan mental jangan sampai luput dari perhatian. Sudah selayaknya kita senantiasa menjaga mentalitas diri dari berbagai ancaman akibat wabah virus ini.  Kita jadikan bulan Ramadan sebagai upaya pemulihan dan penguatan kesehatan mental, dengan melakukan amalan kebaikan sebanyak-banyaknya. *** 
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari