Nasib Pekerja di Riau Akibat Pandemi Covid-19

Satu tahun sudah kita melewati kehidupan dengan kondisi pandemi Covid-19 yang mewabah di bumi Indonesia, bahkan di seluruh belahan dunia. Dampak pandemi Covid-19 nyata benar memukul semua sektor kehidupan, tidak hanya aspek kesehatan, namun juga menghantam sektor perekonomian, termasuk didalamnya sektor ketenagakerjaan. Tidak dipungkiri, para pekerja merasakan dampak yang luar biasa akibat pandemi Covid-19 yang hingga saat ini masih terus berlangsung.

Kondisi ini terungkap dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh BPS pada Agustus 2020 lalu. Artinya setalah 6 bulan sejak pertama kali diumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020, secara faktual tampak bahwa penduduk Riau yang terimbas pandemi Covid-19 dalam aktivitas ekonomi mencapai 520,92 ribu orang atau sebanyak 10,53 persen dari total penduduk usia kerja.

- Advertisement -

Jumlah ini menjadi lebih besar lagi, jika diperkirakan setiap penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung beban ekonomi atas penduduk usia tidak produktif, yakni anak-anak dan penduduk usia lanjut. Jika dirinci lebih dalam, dari 520,92 ribu orang yang terdampak Covid-19, sebanyak 35,40 ribu orang menjadi pengangguran, atau sebesar 17 persen dari jumlah pengangguran di Riau yang mencapai 204 ribu orang, disebabkan Covid-19.

 Apabila dilihat dari tingkat pengangguran terbuka (TPT), terjadi kenaikan dari 5,76 persen pada Agustus 2019  menjadi 6,32 persen pada tahun Agustus 2020. Padahal di tahun-tahun sebelumnya TPT di Riau secara konsisten menunjukkan kecenderungan menurun. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2015 TPT Riau sebesar 7,82 persen, dan terus mengalami penurunan setiap tahunnya, hinga mencapai 5,76 persen pada tahun 2019. Untuk itu, pemerintah harus bekerja keras dan berjuang kembali untuk dapat menurunkan TPT, di tengah kondisi pandemi yang masih belum berakhir.

- Advertisement -

Selain menambah jumlah pengangguran,  dampak pandemi Covid-19 mengakibatkan sebanyak 446,31 ribu orang yang meskipun masih memiliki pekerjaan, namun mengalami pengurangan jam kerja (shorter hours). Ini dapat diartikan, penghasilan mereka pun terancam mengalami penurunan.  Hasil tinjauan ekonomi secara makro menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan 3 Tahun 2020 tumbuh negatif sebesar minus 1,74 persen.

Kondisi ekonomi Riau ini relatif lebih baik dibandingkan kondisi ekonomi secara nasional,  yang mengalami kontraksi lebih dalam yakni sebesar minus 3,49 persen pada periode yang sama, begitu pun jika dibandingkan kondisi triwulan 2 tahun 2020. Data BPS menunjukkan bahwa sektor transportasi terdampak paling parah selama semester awal masa pandemic dengan laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi hingga 24,83 persen.

Begitu pula dengan sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman (termasuk hotel dan restoran) sangat terpuruk  dengan siuasi pandemi  ini, dengan pertumbuhan ekonomi yang negatif sebesar minus 19,38 persen. Demikian pula jika dilihat dari pengurangan jam kerja, tampak bahwa sebanyak 62,71 persen buruh yang bekerja di sektor transportasi mengalami pengurangan jam kerja secara drastis.

Hal yang sama dialami pula oleh pekerja agen perjalanan, tour dan travel, dan tak terkecuali  pekerja hotel dan rumah makan (restoran) mengalami pengurangan jam kerja yang cukup tajam. Pekerja di sektor lainnya turut mengalami pengurangan jam kerja, dengan persentase yang bervariasi.  

Para pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, terutama akibat pengurangan jam kerja dan masih mencari kerja atau mau menerima tawaran pekerjaan, akan masuk ke dalam kategori setengah penggangguran. Tampak sekali, peningkatan persentase pekerja yang masuk kategori setengah penggangguran selama masa pandemi ini sangatlah tinggi, yaitu dengan kenaikan sebesar  46,61 persen, yakni dari 244, 78 ribu orang menjadi 358,87 ribu orang. Atau jika dilihat dari tingkat setengah pengangguran naik dari 8,29 persen pada Agustus 2019 menjadi 11,87 persen pada Agustus 2020.

Penurunan pendapatan yang dialami oleh para pekerja, berdampak pada penurunan daya beli masyarakat Riau. Ini ditunjukkan dari turunnya rata-rata konsumsi per kapita dari 1,34 juta per bulan pada Maret 2020 menjadi 1,22 juta rupiah pada September 2020 (Susenas-2020, BPS). Kondisi ekonomi yang semakin buruk,  memicu pertambahan penduduk miskin dari 483,39 ribu orang menjadi 491,22 ribu orang, atau secara persentase penduduk miskin di Riau, naik dari 6,82 persen pada Maret 2020 menjadi 7,04 persen di September 2020.

Pemerintah  pada dasarnya telah mengantisipasi dampak pandemi tersebut melalui skema kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Secara khusus terkait dengan sektor ketenagkerjaan, baik yang menyasar sektor formal, maupun informal. kebijakan-kebijakan pemulihan ekonomi nasional secara konsisten dan membangun kerjasama dari seluruh komponen bangsa.

Pemerintah Pusat telah mengambil kebijakan pemulihan ekonomi yang holistik, tentunya implementasi kebijakan tersebut harus didukung oleh pemerintah daerah. Pemda mempunyai peran strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas pemulihan ekonomi nasional. Karena Pemda lebih memahami struktur ekonomi daerah, demografi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya.

Di samping itu, kebijakan APBD dapat disinergikan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi di daerah. Masyarakat dan pelaku usaha termasuk UMKM juga mempunyai peran yang strategis dalam mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. Pemerintah memberikan kemudahan/stimulus fiskal dan moneter, seyogyanya disambut dengan positif oleh pelaku usaha dengan menggerakkan usahanya secara baik.  

Diharapkan pada tahun 2021, kondisi perekonomian nasional, khususnya di bumi lancang kuning akan mengalami recovery secara siginifkan. Mari kita bekerjasama dan membangun sinergi untuk memulihkan perekonomian Riau, terutama pada pekerja yang terdampak pandemi dapat segera bangkit dari keterpurukan ekonomi.***

 

Satu tahun sudah kita melewati kehidupan dengan kondisi pandemi Covid-19 yang mewabah di bumi Indonesia, bahkan di seluruh belahan dunia. Dampak pandemi Covid-19 nyata benar memukul semua sektor kehidupan, tidak hanya aspek kesehatan, namun juga menghantam sektor perekonomian, termasuk didalamnya sektor ketenagakerjaan. Tidak dipungkiri, para pekerja merasakan dampak yang luar biasa akibat pandemi Covid-19 yang hingga saat ini masih terus berlangsung.

Kondisi ini terungkap dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh BPS pada Agustus 2020 lalu. Artinya setalah 6 bulan sejak pertama kali diumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020, secara faktual tampak bahwa penduduk Riau yang terimbas pandemi Covid-19 dalam aktivitas ekonomi mencapai 520,92 ribu orang atau sebanyak 10,53 persen dari total penduduk usia kerja.

Jumlah ini menjadi lebih besar lagi, jika diperkirakan setiap penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung beban ekonomi atas penduduk usia tidak produktif, yakni anak-anak dan penduduk usia lanjut. Jika dirinci lebih dalam, dari 520,92 ribu orang yang terdampak Covid-19, sebanyak 35,40 ribu orang menjadi pengangguran, atau sebesar 17 persen dari jumlah pengangguran di Riau yang mencapai 204 ribu orang, disebabkan Covid-19.

 Apabila dilihat dari tingkat pengangguran terbuka (TPT), terjadi kenaikan dari 5,76 persen pada Agustus 2019  menjadi 6,32 persen pada tahun Agustus 2020. Padahal di tahun-tahun sebelumnya TPT di Riau secara konsisten menunjukkan kecenderungan menurun. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2015 TPT Riau sebesar 7,82 persen, dan terus mengalami penurunan setiap tahunnya, hinga mencapai 5,76 persen pada tahun 2019. Untuk itu, pemerintah harus bekerja keras dan berjuang kembali untuk dapat menurunkan TPT, di tengah kondisi pandemi yang masih belum berakhir.

Selain menambah jumlah pengangguran,  dampak pandemi Covid-19 mengakibatkan sebanyak 446,31 ribu orang yang meskipun masih memiliki pekerjaan, namun mengalami pengurangan jam kerja (shorter hours). Ini dapat diartikan, penghasilan mereka pun terancam mengalami penurunan.  Hasil tinjauan ekonomi secara makro menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan 3 Tahun 2020 tumbuh negatif sebesar minus 1,74 persen.

Kondisi ekonomi Riau ini relatif lebih baik dibandingkan kondisi ekonomi secara nasional,  yang mengalami kontraksi lebih dalam yakni sebesar minus 3,49 persen pada periode yang sama, begitu pun jika dibandingkan kondisi triwulan 2 tahun 2020. Data BPS menunjukkan bahwa sektor transportasi terdampak paling parah selama semester awal masa pandemic dengan laju pertumbuhan ekonomi terkontraksi hingga 24,83 persen.

Begitu pula dengan sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman (termasuk hotel dan restoran) sangat terpuruk  dengan siuasi pandemi  ini, dengan pertumbuhan ekonomi yang negatif sebesar minus 19,38 persen. Demikian pula jika dilihat dari pengurangan jam kerja, tampak bahwa sebanyak 62,71 persen buruh yang bekerja di sektor transportasi mengalami pengurangan jam kerja secara drastis.

Hal yang sama dialami pula oleh pekerja agen perjalanan, tour dan travel, dan tak terkecuali  pekerja hotel dan rumah makan (restoran) mengalami pengurangan jam kerja yang cukup tajam. Pekerja di sektor lainnya turut mengalami pengurangan jam kerja, dengan persentase yang bervariasi.  

Para pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, terutama akibat pengurangan jam kerja dan masih mencari kerja atau mau menerima tawaran pekerjaan, akan masuk ke dalam kategori setengah penggangguran. Tampak sekali, peningkatan persentase pekerja yang masuk kategori setengah penggangguran selama masa pandemi ini sangatlah tinggi, yaitu dengan kenaikan sebesar  46,61 persen, yakni dari 244, 78 ribu orang menjadi 358,87 ribu orang. Atau jika dilihat dari tingkat setengah pengangguran naik dari 8,29 persen pada Agustus 2019 menjadi 11,87 persen pada Agustus 2020.

Penurunan pendapatan yang dialami oleh para pekerja, berdampak pada penurunan daya beli masyarakat Riau. Ini ditunjukkan dari turunnya rata-rata konsumsi per kapita dari 1,34 juta per bulan pada Maret 2020 menjadi 1,22 juta rupiah pada September 2020 (Susenas-2020, BPS). Kondisi ekonomi yang semakin buruk,  memicu pertambahan penduduk miskin dari 483,39 ribu orang menjadi 491,22 ribu orang, atau secara persentase penduduk miskin di Riau, naik dari 6,82 persen pada Maret 2020 menjadi 7,04 persen di September 2020.

Pemerintah  pada dasarnya telah mengantisipasi dampak pandemi tersebut melalui skema kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Secara khusus terkait dengan sektor ketenagkerjaan, baik yang menyasar sektor formal, maupun informal. kebijakan-kebijakan pemulihan ekonomi nasional secara konsisten dan membangun kerjasama dari seluruh komponen bangsa.

Pemerintah Pusat telah mengambil kebijakan pemulihan ekonomi yang holistik, tentunya implementasi kebijakan tersebut harus didukung oleh pemerintah daerah. Pemda mempunyai peran strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas pemulihan ekonomi nasional. Karena Pemda lebih memahami struktur ekonomi daerah, demografi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya.

Di samping itu, kebijakan APBD dapat disinergikan untuk mendorong percepatan pemulihan ekonomi di daerah. Masyarakat dan pelaku usaha termasuk UMKM juga mempunyai peran yang strategis dalam mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia. Pemerintah memberikan kemudahan/stimulus fiskal dan moneter, seyogyanya disambut dengan positif oleh pelaku usaha dengan menggerakkan usahanya secara baik.  

Diharapkan pada tahun 2021, kondisi perekonomian nasional, khususnya di bumi lancang kuning akan mengalami recovery secara siginifkan. Mari kita bekerjasama dan membangun sinergi untuk memulihkan perekonomian Riau, terutama pada pekerja yang terdampak pandemi dapat segera bangkit dari keterpurukan ekonomi.***

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya