Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pancasila, Sudah Final!

“PERJUANGANKU lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri,” (Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia).

Dulu kita mungkin tidak akan membayangkan kemungkinan perkataan tersebut. Mana mungkin ada yang lebih sulit dari berjuang melawan penjajah? Namun jika kita kembali menelaah apa yang terjadi sekarang ini, kata-kata Soekarno kemungkinan besar memang benar adanya. Mungkin juga beliau sudah melihat tanda-tanda bagaimana kita kini memiliki tabiat yang tidak biasa.

Peruangan bertahun-tahun melawan penjajah memang telah usai. Para penjajah berhasil diusir dari bumi Indonesia tercinta. Namun perjuangan kita belum benar-benar selesai. Ada banyak pekerjaan rumah bagi setiap lapisan masyarakat untuk membangun negara kita menjadi lebih kuat dan makmur. Tapi rupanya hal ini juga sama sekali tidak mudah, dan hal ini membuat kita kembali mengingat kata-kata Soekarno yang mungkin memang ada benarnya.

Kemerdekaan melawan penjajah memang telah usai, namun keadilan belum sepenuhnya kita miliki. Masih ada yang masih egois memikirkan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan masyarakat. Lebih parah lagi jika para orang yang hanya memandang diri sendiri di atas segalanya tersebut berada di kursi pemerintahan. Maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi.

Kondisi bangsa kacau, tidak. Justru menurut saya  ini kondisi terbaik, inilah yang disebut dengan tahap penyaringan. Dari kondisi ini kita tahu semua dengan jelas, mana yang perusak dan mana yang penyelamat bangsa. Mana yang berteriak-teriak saya pancasila tetapi bermental khianat dan mana yang selalu menjaga dan menyelamatkan pondasi filosofi berbangsa dan bernegara kita. Kelihatan mana yang loyalis dan nasionalis sejati dengan para pragmatis yang menjadi komprador aseng dan asing.

Baca Juga:  Esensi Hari Pendidikan Nasional, Bagi Kehidupan dan Masa Depan Bangsa Indonesia

 Dahulu bangsa kita juga sudah mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dengan saat ini.  Kondisi saat sekarang ini  sebenarnya bangsa kita sedang terserang penyakit yang sudah jadi pandemi layaknya Covid-19 . Tapi semua penyakit itu tersembunyi. Tidak jelas mana yang virus, mana yang antibodi. Sekarang sudah terpampang jelas semuanya. Mana tumor dan mana jaringan sehat. Mana yang perlu dioperasi, diangkat dan bahkan mana yang harus diamputasi. Semuanya sudah jelas.

Polemik Pancasila sebagai fondasi dasar filosofi berbangsa dan bernegara sudah final. Sudah diselesaikan oleh para founding father kita.  Bung Hatta menyatakan, “Kami founding father sudah membangun fondasi berbangsa dan bernegara dan mengantarkan bangsa ini ke depan pintu gerbang kemerdekaan, sekarang tugas kalian untuk mengisi dan membangunnya untuk kemakmuran bersama.” Ibarat rumah fondasi dan tiang pilar utamanya sudah ada. Fondasi ini sangat kuat dan kokoh tidak seharusnya digali lagi sehingga akan meruntuhkan semua bangunan berbangsa dan bernegara ini.

Pancasila adalah kesepakatan bersama (mitsaq) yang harus kita jaga bersama. Umat Islam yang ada di seluruh tumpah darah Indonesia ini sangat komitmen dengan perjanjian itu, walaupun sampai harus ikhlas merelakan tujuh kata di sila pertama demi keutuhan bangsa dan menjaga perjanjian bersama ini. Maka kita mohon jangan ada orang-orang tertentu yang tidak konsisten dengan mitsaq ini maka bagaimana lagi umat Islam dapat menahan diri untuk menarik diri dari pernjanjian itu. Saat sekarang ini banyak sekali pihak yang mengetes sehangat apa ketenangan air umat Islam Indonesia. Terutama setelah polemik RUU HIP yang masih hangat sampai saat sekarang ini.

Baca Juga:  Pasca-Idulfitri di Era New Normal

Para ahli kebijakan internasional telah membuat banyak studi mengenai pancasila. Mereka sangat iri dan takut dengan 5 sila ini.mereka sangat ngeri kalau semua sila ini di jalankan dengan konsekuen. Apa yang tidak dipunyai bangsa ini? Ada dasar filosofi berbangsa dan bernegara yang apik pancasila, kekuatan letak geografis Indonesia, sumber daya alam yang sangat di rahmati dan diberkahi, jumlah demografi kependudukanyang besar sudah memenuhi syarat Indonesia menjadi negara besar dan dan berdaulat serta ikut serta dalam ketertiban dunia sebagaimana amanah pembukaan UUD 1945.

Urutan sila ini tidak bisa diubah, sila pertama Belief in God, semua bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan Sang Pencipta, walaupun kita bukan Negara agama. Semua agama dinaungi sama dan sederajat dalam tumpah darah Indonesia. Maka ide untuk meleburkan  pelajaran agama dengan PKN adalah ide yang Out of Context, ide super gila. Ini adalah turunan dari pikiran Ketuhanan yang berkebudayaan. Beda dengan Belief in God, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga mereka dengan lancang memeras semua sila menjadi hanya go­tong-royong.***

*Anggota DPRD Provinsi Riau

“PERJUANGANKU lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri,” (Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia).

Dulu kita mungkin tidak akan membayangkan kemungkinan perkataan tersebut. Mana mungkin ada yang lebih sulit dari berjuang melawan penjajah? Namun jika kita kembali menelaah apa yang terjadi sekarang ini, kata-kata Soekarno kemungkinan besar memang benar adanya. Mungkin juga beliau sudah melihat tanda-tanda bagaimana kita kini memiliki tabiat yang tidak biasa.

- Advertisement -

Peruangan bertahun-tahun melawan penjajah memang telah usai. Para penjajah berhasil diusir dari bumi Indonesia tercinta. Namun perjuangan kita belum benar-benar selesai. Ada banyak pekerjaan rumah bagi setiap lapisan masyarakat untuk membangun negara kita menjadi lebih kuat dan makmur. Tapi rupanya hal ini juga sama sekali tidak mudah, dan hal ini membuat kita kembali mengingat kata-kata Soekarno yang mungkin memang ada benarnya.

Kemerdekaan melawan penjajah memang telah usai, namun keadilan belum sepenuhnya kita miliki. Masih ada yang masih egois memikirkan kepentingan diri sendiri di atas kepentingan masyarakat. Lebih parah lagi jika para orang yang hanya memandang diri sendiri di atas segalanya tersebut berada di kursi pemerintahan. Maka bisa dibayangkan apa yang akan terjadi.

- Advertisement -

Kondisi bangsa kacau, tidak. Justru menurut saya  ini kondisi terbaik, inilah yang disebut dengan tahap penyaringan. Dari kondisi ini kita tahu semua dengan jelas, mana yang perusak dan mana yang penyelamat bangsa. Mana yang berteriak-teriak saya pancasila tetapi bermental khianat dan mana yang selalu menjaga dan menyelamatkan pondasi filosofi berbangsa dan bernegara kita. Kelihatan mana yang loyalis dan nasionalis sejati dengan para pragmatis yang menjadi komprador aseng dan asing.

Baca Juga:  Jerebu Belum Berlalu

 Dahulu bangsa kita juga sudah mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dengan saat ini.  Kondisi saat sekarang ini  sebenarnya bangsa kita sedang terserang penyakit yang sudah jadi pandemi layaknya Covid-19 . Tapi semua penyakit itu tersembunyi. Tidak jelas mana yang virus, mana yang antibodi. Sekarang sudah terpampang jelas semuanya. Mana tumor dan mana jaringan sehat. Mana yang perlu dioperasi, diangkat dan bahkan mana yang harus diamputasi. Semuanya sudah jelas.

Polemik Pancasila sebagai fondasi dasar filosofi berbangsa dan bernegara sudah final. Sudah diselesaikan oleh para founding father kita.  Bung Hatta menyatakan, “Kami founding father sudah membangun fondasi berbangsa dan bernegara dan mengantarkan bangsa ini ke depan pintu gerbang kemerdekaan, sekarang tugas kalian untuk mengisi dan membangunnya untuk kemakmuran bersama.” Ibarat rumah fondasi dan tiang pilar utamanya sudah ada. Fondasi ini sangat kuat dan kokoh tidak seharusnya digali lagi sehingga akan meruntuhkan semua bangunan berbangsa dan bernegara ini.

Pancasila adalah kesepakatan bersama (mitsaq) yang harus kita jaga bersama. Umat Islam yang ada di seluruh tumpah darah Indonesia ini sangat komitmen dengan perjanjian itu, walaupun sampai harus ikhlas merelakan tujuh kata di sila pertama demi keutuhan bangsa dan menjaga perjanjian bersama ini. Maka kita mohon jangan ada orang-orang tertentu yang tidak konsisten dengan mitsaq ini maka bagaimana lagi umat Islam dapat menahan diri untuk menarik diri dari pernjanjian itu. Saat sekarang ini banyak sekali pihak yang mengetes sehangat apa ketenangan air umat Islam Indonesia. Terutama setelah polemik RUU HIP yang masih hangat sampai saat sekarang ini.

Baca Juga:  Pasca-Idulfitri di Era New Normal

Para ahli kebijakan internasional telah membuat banyak studi mengenai pancasila. Mereka sangat iri dan takut dengan 5 sila ini.mereka sangat ngeri kalau semua sila ini di jalankan dengan konsekuen. Apa yang tidak dipunyai bangsa ini? Ada dasar filosofi berbangsa dan bernegara yang apik pancasila, kekuatan letak geografis Indonesia, sumber daya alam yang sangat di rahmati dan diberkahi, jumlah demografi kependudukanyang besar sudah memenuhi syarat Indonesia menjadi negara besar dan dan berdaulat serta ikut serta dalam ketertiban dunia sebagaimana amanah pembukaan UUD 1945.

Urutan sila ini tidak bisa diubah, sila pertama Belief in God, semua bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan Sang Pencipta, walaupun kita bukan Negara agama. Semua agama dinaungi sama dan sederajat dalam tumpah darah Indonesia. Maka ide untuk meleburkan  pelajaran agama dengan PKN adalah ide yang Out of Context, ide super gila. Ini adalah turunan dari pikiran Ketuhanan yang berkebudayaan. Beda dengan Belief in God, Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga mereka dengan lancang memeras semua sila menjadi hanya go­tong-royong.***

*Anggota DPRD Provinsi Riau

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari