PEKANBARU (RIAUPOS.CO)- Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN RI dr Eni Gustina MPH mengatakan, pihaknya telah menurunkan 200.000 tim pendamping keluarga untuk memberikan pelayanan program KB.
"Tim pendamping keluarga ini tersebar di seluruh pelosok Tanah Air hingga ujung Papua, bahkan di daerah konflik, yang siap melayani keluarga yang ingin ber-KB," kata Eni saat menghadiri Rapat Kerja Pokja KB Kespro PP POGI bersama Mitra Kerja, Kongres Obstetri dan Ginekologi Indonesia (KOGI) ke-18, Sabtu (23/7).
Ditambahkan Eri, 200.000 tim pendamping keluarga tersebut berasal dari tenaga kesehatan bidan, perawat, PKK dan kader KB yang siap memberikan pelayanan KB jenis pil KB, kondom, dan lainnya untuk mencegah kehamilan yang tidak dinginkan.
"Untuk di daerah ini BKKBN harus bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang terkait, misalnya melalui pelayanan bergerak memakai kapal laut atau di kepulauan yang melaksanakan pelayanan KB, demikian juga melalui bantuan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dulunya untuk mendukung program pelayanan yang sama," katanya.
Ia menyebutkan, saat ini total peserta KB mencapai 21.897.849 dan melalui program peningkatan perluasan pelayanan KB dan Kespro tercatat cakupan layanan MOW sebesar 4,19 persen, kondom 84 persen, pil 15,79 persen, MOP 0,22 persen, IUD 7,99 persen, implan 10 persen, dan suntik sebesar 91 persen.
Pemberian layanan alat kontrasepsi tersebut sekaligus berkaitan dengan upaya menurunkan angka kematian ibu dan balita di Indonesia yang masih tinggi itu.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kemenkes drg Kartini Rustandi, MKes mengatakan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia masih tinggi tercatat 305 per 100.000 kelahiran hidup (berdasarkan data 2015. Atau bisa diterjemahkan 1-2 orang ibu hamil melahirkan meninggal per jam dan 13-14 bayi meninggal/jam.
"Pemerintah menargetkan angka kematian ibu dan bayi pada 2024 yakni 183/100.000 kelahiran hidup, yang menjadi pekerjaan berat apalagi berbarengan dengan pandemi Covid-19, memasuki tahun pilkada sehingga diperlukan upaya penguatan akses dan pelayanan KB," katanya.
Kegiatan POGI selain pelatihan juga mengedukasi masyarakat untuk mendukung penguatan di lapangan dalam upaya menurunkan prevalensi stunting, angka kematian ibu melahirkan dan kematian bayi, sehingga perlu menggencarkan promosi dan edukasi mulai kepada anak sekolah bagaimana menjaga kesehatan reproduksinya.
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Ari Kusuma mengatakan, Pihaknya bersyukur setelah dua tahun pandemi Covid-19 ini, akhirnya kegiatan ilmiah ini diadakan dalam bentuk offline.
"Pandemi Covid-19 telah berdampak kepada seluruh sektor kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan sosial yang mengubah tatanan kehidupan kita. Selain itu, perubahan teknologi yang sangat cepat juga memberi dampak mendalam pada kehidupan manusia," katanya.
Disebutkan Ari, tema KOGI ke-18 ini adalah "The Improving of Quality and Competitiveness in the Globalization Era". Di era globalisasi ini, dengan berbagai kemajuan teknologi, banyak inovasi yang tercipta untuk mendukung layanan kedokteran.(eca)