PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Sebanyak 190 orang yang terdiri dari elit dan Aparatur Negeri Sipil (ASN) di Provinsi Riau masuk di pusaran korupsi. Paling banyak ada di tingkat Pemerintah Provinsi Riau 29 orang disusul dengan Kabupaten Bengkalis sebanyak 28 orang.
"Riau salah satu daerah di Indonesia yang tingkat potensi korupsinya paling tinggi di Indonesia," kata tim Senarai Suryadi, Senin (9/12), pada diskusi sempena Hari Antikorupsi Internasional (HAKI) 2019 di Balai Adat Melayu Riau.
Suryadi mengatakan, daerah selanjutnya yang elite dan ASN-nya berada di pusaran korupsi adalah Kota Dumai sebanyak 19 orang, disusul Indragiri Hilir dan Pelalawan sebanyak 17 orang, Kampar 15 orang, Siak 14 orang, Rokan Hilir 13 orang, Pekanbaru 10 orang, Kepulauan Meranti dan Indragiri Hulu masing-masing 9 orang, Kuantan Singingi 6 orang dan Rokan Hulu sebanyak 4 orang.
"Untuk kepala daerah, Riau juga menjadi rekor, seperti mantan Gubernur Riau sebelumnya Saleh Djasit, Rusli Zainal dan Annas Maamun. Belum lagi kepala daerah bupati/wali kota yang diduga terlibat korupsi seperti Bupati Bengkalis Amril Mukminin dan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singgah, dan Bupati Bengkalis sebelumnya Herlyan Saleh," katanya.
Untuk di ASN, ada sebanyak lima ASN yang menggunggat Syamsuar di PTUN Pekanbaru karena diberhentikan secara tidak hormat. "Ada Deliana mantan Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda, red) Riau, dan 4 ASN yang bekerja di DLHK RIau yakni Junaidi, Salim Cerkas Hasibuan, Toni Aritonang dan Rahmat Sutopo," katanya.
Selain itu, perlunya pengawasan yang lebih ketat untuk mengantisasipasi maraknya ASN yang melakukan korupsi di Provinsi Riau, supaya predikat Riau sebagai salah satu daerah yang banyak koruptor bisa diantisipasi.
Mengantisipasi maraknya ASN dipusaran korupsi, Gubernur Riau menerbit surat edaran Nomor 143/SE/2019 tentang larangan praktik pungutan liar dan menerima gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau pada 20 Agustus 2019 lalu.
Isi surat edaran tersebut yakni, tidak menerima dan atau memberi janji, tidak melakukan pungutan kecuali yang diatur dalam peraturan, memberikan akses pelayanan seluas-luasnya, tidak menerima gratifikasi dan melaporkan setiap penerimaan apapun yang berhubungan dengan jabatan pada unit pengendalian gratifikasi.
Pada diskusi tersebut hadir menjadi narasumber, Dosen Fakultas Hukum Unri Erdiansyah, Setjen TI Indonesia Dadang Trisasongko, Koordinator Jikalahari Made Ali dan tim Senarai Suryadi.(*4/lim)