BAGHDAD (RIAUPOS.CO) — Pemerintahan Adel Abdul Mahdi makin terancam. Beberapa tokoh agama sudah angkat bicara agar Mahdi turun dari takhta. Mereka merasa operasi militer pasca pembakaran Konsulat Iran di Najaf terlalu kejam.
Jumat (29/11), Ayatollah Ali Sistani, imam tertinggi kaum Syiah di Irak, meminta parlemen bertindak. Menurut dia, anggota legislatif yang seharusnya segera membubarkan kabinet petahana.
"Kami meminta parlemen bisa mengevaluasi pilihan (pejabat kabinet, red) mereka," ujar Sistani dalam khotbah mingguannya menurut Agence France-Presse.
Selama ini Sistani memang terus meminta aparat lebih bersikap manusiawi menghadapi pengunjuk rasa. Namun, baru kali ini dia tegas meminta kabinet dibubarkan. Hal tersebut, rupanya, berasal dari laporan mengenai tragedi berdarah pada Kamis (28/11).
Hari itu, Mahdi mengirim unit khusus ke kantong-kantong kerusuhan untuk merespons insiden pembakaran Konsulat Jenderal Iran di Najaf. Unit tersebut berusaha membubarkan massa dengan peluru tajam. Alhasil, 45 pendemo tewas. Sebanyak 29 korban jiwa dari Nasiriyah, 4 korban jiwa dari Baghdad, dan 12 korban jiwa dari Najaf.
"Saudara-saudara kami terbunuh begitu saja. Kami benar-benar marah," tegas Hussein kepada Al Jazeera. Pengacara asal Nasiriyah itu ikut melakukan aksi protes di jembatan kota.
Mahdi langsung menyalahkan pemimpin operasi Letnan Jenderal Jamil Al Shammari. Tak lama, petinggi militer itu dipecat. Adel Al Dukhali, gubernur Dhi Qar, provinsi yang juga menaungi Nasiriyah, ikut mengundurkan diri untuk memprotes tindakan sewenang-wenang militer.
Namun, rakyat Iran menganggap upaya itu tidak cukup. Mereka tetap mendesak agar pemerintah bisa dibubarkan. Tak lama setelah Sistani, anggota parlemen sekaligus mantan Perdana Menteri Haider Al Abadi memanggil rekannya untuk menyampaikan mosi tidak percaya terhadap kabinet Mahdi.
"Jangan pernah membiarkan mereka (pemerintah, red) mengakhiri revolusi ini. Tapi, jauhkan konflik ini dari situs-situs suci," tutur ulama Irak Moqtada Al Sadr sebagaimana dilansir The Guardian.
Wilayah selatan Irak memang menjadi salah satu wilayah dengan tensi politik terpanas. Demonstran bermunculan di mayoritas kota Syiah. Mereka mengincar wilayah itu karena Iran menganggap wilayah tersebut sebagai sesuatu yang berharga. Najaf, Nasiriyah, dan Karbala adalah kota suci bagi kaum Syiah.
Kabinet Hassan Rouhani menganggap aksi di tempat seperti itu menghina kaum Syiah di Iran. Padahal, sebagian besar pendemo di wilayah selatan justru penganut Syiah asal Irak. "Sentimen anti-Iran bukanlah hal yang baru. Tapi, mengungkapkan kebencian itu adalah sesuatu yang belum pernah terjadi," ujar Fanar Hadad, pakar dari Middle East Institute Singapore University.
Setelah kematian Saddam Hussein, Iran dikabarkan mulai menyebar pengaruh di politik Baghdad. Mereka juga ikut menyebarkan pengaruh di selatan yang merupakan wilayah kaum Syiah. Baru-baru ini, utusan dari Iran, Qasem Soleimani, berkunjung ke Baghdad and Najaf untuk meyakinkan tokoh publik mendukung Mahdi. Langkah Soleimani bahkan sempat membungkam Sadr, ulama yang terkenal anti pemerintah.
Namun, tampaknya peristiwa yang baru terjadi membuat tokoh Syiah ikut marah. Sejak Oktober, hampir 400 orang meninggal. Sebanyak 15 ribu pendemo lainnya terluka. Medis di Nasiriyah harus melakukan hampir 80 operasi untuk menyelamatkan nyawa pada Kamis lalu.(bil/c14/dos)
Laporan JPG, Baghdad