JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tegas melalui juru bicaranya, Fadjroel Rahman tidak akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangan-Undangan (Perppu) untuk menganulir UU 19/2019 tentang KPK. Untuk menguji UU yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah, tiga pimpinan KPK dan sejumlah masyarakat sipil yang mengajukan gugatan uji materi atau judicial review (JR) UU KPK hasil revisi.
Pakar hukum Abdul Fickar Hadjar yang juga penggugat UU KPK hasil revisi mengaku optimistis Mahkamah Konstitusi (MK) dapat membatalkan UU tersebut. Hal ini mengacu pada realitas yang terjadi, karena saat mengesahkan UU 19/2019 tidak memenuhi kuorum anggota DPR.
"Jika mengacu pada realitas yang terjadi ketika revisi UU KPK dilakukan dengan mengabaikan prosedur dan mekanisme tata cara penyusunan perundang-undangan, maka saya sangat optimis UU Nomor 19/2019 tentang KPK yang baru akan dibatalkan oleh MK," kata Fickar kepada JawaPos.com, Minggu (1/12).
Kendati demikian, Fickar menyebut kini kekuatan KPK ada di para hakim konstitusi. Menurutnya independensi ditantang dalam memutus UU KPK hasil revisi. Karena gugatan tersebut berlawanan dengan kehendak Presiden.
"Kini bolanya ada ditangan hakim MK, apakah mereka bisa mempertahankan kemandiriannya ataukah mereka sudah terkooptasi oleh kekuasaan Presiden. Jika mereka sudah terkooptasi, maka sempurnalah Indonesia kembali menjadi negara yang otoriter," sesal Fickar.
Menurutnya, semua partai politik kini telah dikuasai pemerintah. Bahkan hampir tidak ada oposisi dalam agenda politik saat ini. Oleh karenanya, jika MK juga terkooptasi, maka selesailah sudah Indonesia sebagai negara demokrasi, yang hanya cuma akan menjadi impian.
“Pesta korupsi akan dimulai lagi,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tegas melalui juru bicaranya, Fadjroel Rahman tidak akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangan-Undangan (Perppu) untuk menganulir UU 19/2019 tentang KPK. Untuk menguji UU yang dinilai melemahkan lembaga antirasuah, tiga pimpinan KPK dan sejumlah masyarakat sipil yang mengajukan gugatan uji materi atau judicial review (JR) UU KPK hasil revisi.
Pakar hukum Abdul Fickar Hadjar yang juga penggugat UU KPK hasil revisi mengaku optimistis Mahkamah Konstitusi (MK) dapat membatalkan UU tersebut. Hal ini mengacu pada realitas yang terjadi, karena saat mengesahkan UU 19/2019 tidak memenuhi kuorum anggota DPR.
- Advertisement -
"Jika mengacu pada realitas yang terjadi ketika revisi UU KPK dilakukan dengan mengabaikan prosedur dan mekanisme tata cara penyusunan perundang-undangan, maka saya sangat optimis UU Nomor 19/2019 tentang KPK yang baru akan dibatalkan oleh MK," kata Fickar kepada JawaPos.com, Minggu (1/12).
Kendati demikian, Fickar menyebut kini kekuatan KPK ada di para hakim konstitusi. Menurutnya independensi ditantang dalam memutus UU KPK hasil revisi. Karena gugatan tersebut berlawanan dengan kehendak Presiden.
- Advertisement -
"Kini bolanya ada ditangan hakim MK, apakah mereka bisa mempertahankan kemandiriannya ataukah mereka sudah terkooptasi oleh kekuasaan Presiden. Jika mereka sudah terkooptasi, maka sempurnalah Indonesia kembali menjadi negara yang otoriter," sesal Fickar.
Menurutnya, semua partai politik kini telah dikuasai pemerintah. Bahkan hampir tidak ada oposisi dalam agenda politik saat ini. Oleh karenanya, jika MK juga terkooptasi, maka selesailah sudah Indonesia sebagai negara demokrasi, yang hanya cuma akan menjadi impian.
“Pesta korupsi akan dimulai lagi,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal