Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Imparsial Desak Pemerintah Cabut SKB Penanganan Radikalisme ASN

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani 11 instansi pemerintah terkait penanganan radikalisme Aparatur Sipil Negara (ASN) dan diterbitkannya portal pengaduan ASN tengah menjadi kontroversi. Imparsial menilai langkah ini sebagai bentuk kebijakan yang eksesif. Ke depannya diperkirakan akan berdampak buruk.

“Dalam penanganan persoalan radikalisme di kalangan ASN. Alih-alih akan menyelesaikan, langkah ini justru berpotensi menimbulkan persoalan baru,” kata Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri kepada wartawan, Rabu (27/11).

Menurutnya, aturan tersebut membatasi kebebasan berekspresi dan munculnya tindakan sewenang-wenang terhadap ASN. Keberadaan portal aduan ASN juga ia sebut berpotensi menjadi instrumen politik kontrol terhadap ASN untuk digunakan sebagai alat kontestasi antarsesama ASN.

Lebih lanjut, Gufron menjelaskan, sifat eksesif kebijakan ini terlihat dari multitafsirnya aturan tersebut. Seperti yang tertuang pada poin satu bagian kelima tentang jenis-jenis pelanggaran. Di antaranya, tidak jelasnya istilah ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.

“Karena tidak jelasnya batasan tersebut, hal itu bisa ditafsirkan secara subjektif untuk melaporkan ASN yang dianggap ekspresinya melanggar ketentuan tersebut,” tambahnya.

Baca Juga:  Nyanyikan Indonesia Raya sebelum Salat Tarawih, Uu: Itu Kurang Pas

Gufron menuturkan, pelarangan ujaran kebencian sebetulnya sudah diatur dalam KUHP, UU ITE, dan UU Penghapusan Diskriminasi. “Sehingga ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah tidak dikenal dalam hukum,” imbuhnya.

Gufron menilai, penyebaran ujaran kebencian harus dibuktikan melalui perundang-undangan sebagai pedoman hukum yang pasti Indonesia. Dan prosesnya pun harus digelar di pengadilan agar putusannya memiliki kekuatan hukum yang sah. Hal ini justru bertentangan dengan SKB ini, yang mengatur ujaran kebencian melalui tindakan administrasi dan pelaporan online.

Selain itu, satuan tugas ataupun kementerian-kementerian yang menandatangani SKB tersebut tidak memiliki wewenang untuk menyatakan seseorang telah melakukan ujaran kebencian dan/atau penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan. Karena kementerian bukan pengadilan.

Sebagai lembaga pembela HAM, Imparsial mendesak pemerintah mencabut Portal Aduan sekaligus SKB tentang Penanganan radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada ASN. “Upaya pencegahan dan penanganan ujaran kebencian, termasuk yang melibatkan ASN, hendaknya mengacu pada aturan dan mekanisme hukum yang ada,” pungkas Gufron.

Baca Juga:  Gempa M 7,3 Guncang Jepang Rabu Malam, Peringatan Tsunami Dikeluarkan

Sebelumnya, 11 instansi pemerintah melakukan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) penanganan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Jakarta, Selasa (12/11). Mereka juga meluncurkan portal aduan ASN, aduanasn.id.

11 instansi pemerintah tersebut yakni MenpanRB, Mendagri, Menkumham, Menag, Mendikbud, Menkominfo, Kepala BIN, Kepala BNPT, Kepala BKN, Kepala BPIP, dan Komisi ASN.

Adapun SKB ini disepakati bahwa ASN tidak boleh menyampaikan pendapat baik itu secara lisan maupun tulis dan bentuk lainnya melalui media soail yang bersifat ujaran kebencian kepada negara, maupun suku, ras, agama dan golongan. ASN dilarang menyebarkan pendapat yang berbau ujaran kebencian melalui media sosial.

ASN juga dilarang membuat dan menyebarkan berita hoax di media sosial. ASN dilarang menyelenggarakan dan mengikuti kegiatan yang bertentangan dengan dasar negara, hingga ASN dilarang memberikan like, dislike atau komentar terhadap konten ujaran kebencian di media sosial.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani 11 instansi pemerintah terkait penanganan radikalisme Aparatur Sipil Negara (ASN) dan diterbitkannya portal pengaduan ASN tengah menjadi kontroversi. Imparsial menilai langkah ini sebagai bentuk kebijakan yang eksesif. Ke depannya diperkirakan akan berdampak buruk.

“Dalam penanganan persoalan radikalisme di kalangan ASN. Alih-alih akan menyelesaikan, langkah ini justru berpotensi menimbulkan persoalan baru,” kata Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri kepada wartawan, Rabu (27/11).

- Advertisement -

Menurutnya, aturan tersebut membatasi kebebasan berekspresi dan munculnya tindakan sewenang-wenang terhadap ASN. Keberadaan portal aduan ASN juga ia sebut berpotensi menjadi instrumen politik kontrol terhadap ASN untuk digunakan sebagai alat kontestasi antarsesama ASN.

Lebih lanjut, Gufron menjelaskan, sifat eksesif kebijakan ini terlihat dari multitafsirnya aturan tersebut. Seperti yang tertuang pada poin satu bagian kelima tentang jenis-jenis pelanggaran. Di antaranya, tidak jelasnya istilah ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah.

- Advertisement -

“Karena tidak jelasnya batasan tersebut, hal itu bisa ditafsirkan secara subjektif untuk melaporkan ASN yang dianggap ekspresinya melanggar ketentuan tersebut,” tambahnya.

Baca Juga:  Disiapkan Beasiswa, Total Rp25 Juta

Gufron menuturkan, pelarangan ujaran kebencian sebetulnya sudah diatur dalam KUHP, UU ITE, dan UU Penghapusan Diskriminasi. “Sehingga ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah tidak dikenal dalam hukum,” imbuhnya.

Gufron menilai, penyebaran ujaran kebencian harus dibuktikan melalui perundang-undangan sebagai pedoman hukum yang pasti Indonesia. Dan prosesnya pun harus digelar di pengadilan agar putusannya memiliki kekuatan hukum yang sah. Hal ini justru bertentangan dengan SKB ini, yang mengatur ujaran kebencian melalui tindakan administrasi dan pelaporan online.

Selain itu, satuan tugas ataupun kementerian-kementerian yang menandatangani SKB tersebut tidak memiliki wewenang untuk menyatakan seseorang telah melakukan ujaran kebencian dan/atau penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan. Karena kementerian bukan pengadilan.

Sebagai lembaga pembela HAM, Imparsial mendesak pemerintah mencabut Portal Aduan sekaligus SKB tentang Penanganan radikalisme dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada ASN. “Upaya pencegahan dan penanganan ujaran kebencian, termasuk yang melibatkan ASN, hendaknya mengacu pada aturan dan mekanisme hukum yang ada,” pungkas Gufron.

Baca Juga:  Nyanyikan Indonesia Raya sebelum Salat Tarawih, Uu: Itu Kurang Pas

Sebelumnya, 11 instansi pemerintah melakukan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) penanganan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Jakarta, Selasa (12/11). Mereka juga meluncurkan portal aduan ASN, aduanasn.id.

11 instansi pemerintah tersebut yakni MenpanRB, Mendagri, Menkumham, Menag, Mendikbud, Menkominfo, Kepala BIN, Kepala BNPT, Kepala BKN, Kepala BPIP, dan Komisi ASN.

Adapun SKB ini disepakati bahwa ASN tidak boleh menyampaikan pendapat baik itu secara lisan maupun tulis dan bentuk lainnya melalui media soail yang bersifat ujaran kebencian kepada negara, maupun suku, ras, agama dan golongan. ASN dilarang menyebarkan pendapat yang berbau ujaran kebencian melalui media sosial.

ASN juga dilarang membuat dan menyebarkan berita hoax di media sosial. ASN dilarang menyelenggarakan dan mengikuti kegiatan yang bertentangan dengan dasar negara, hingga ASN dilarang memberikan like, dislike atau komentar terhadap konten ujaran kebencian di media sosial.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari