PADANG (RIAUPOS.CO) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar akan merelokasi warga yang tinggal di zona merah atau zona bahaya banjir lahar dingin Gunung Marapi. Untuk itu komunikasi tengah dijalin dengan pemerintah kabupaten dan kota, dan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbar.
”Kita tengah menjalin komunikasi untuk mencarikan lahan. Setelah lahan itu ada, kita akan relokasi dan seluruh pembiayaan akan ditanggung pemerintah,” ungkap Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah
saat mengunjungi lokasi bencana galado dan posko PMI di SD 05 Galuang, Nagari Sungaipua, Kecamatan Sungaipua Kabupaten Agam, kemarin.
Namun ada pilihan kedua. Pembangunan rumah bisa dilakukan di lahan milik warga. Dengan catatan di lokasi yang aman untuk relokasi. ”Saat ini kita punya beberapa stok rumah yang siap untuk dipasangkan,” ucapnya.
Pemprov juga menjanjikan bantuan kepada warga yang rumahnya mengalami kerusakan karena bencana tersebut. ”Kita saat ini tengah melakukan pendataan. Rumah yang rusak berat dan atau berada di lokasi berbahaya mau tidak mau harus direlokasi,” ujar Mahyeldi.
Pemprov juga akan berupaya mencarikan jalan untuk pembiayaan kuliah anak-anak yang terdampak (banjir bandang dan longsor yang terjadi Sabtu lalu itu. Termasuk juga, sebut mantan wali kota Padang ini, mencarikan bantuan modal bagi warga yang usahanya tersapu banjir. Syaratnya, ada catatan lengkap dari wali nagari terkait kondisi warga masing-masing.
Pada kunjungan yang sama, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menegaskan, pendataan harus segera disiapkan dengan sebaik-baiknya sejak tingkat wali nagari, dibantu Babinsa dan Bhabin Kamtibmas, terus ke atas sampai bupati dan gubernur. Sehingga terlihat, mana yang perlu direlokasi dan mana yang tidak.
”Selama pembangunan rumah berlangsung, warga penerima bantuan juga akan menerima Dana Tunggu Hunian (DTH) selama mereka menumpang tinggal di rumah warga lainnya,” ujarnya.
Namun yang jelas, tekannya, untuk kerusakan ada skalanya. Rumah rusak ringan akan dibantu Rp15 juta, rusak sedang Rp 30 juta, dan rusak berat Rp60 juta dalam bentuk bangunan. ”Pemerintah bertanggung jawab untuk hal ini,” tegas dia.
Mahyeldi menambahkan, di samping menjamin terpenuhinya keperluan dasar masyarakat yang tertimpa bencana, pemerintah juga akan segera melakukan normalisasi terhadap sungai-sungai yang berpotensi jadi sumber penyebab banjir lahar dingin di masa yang akan datang.
Namun untuk itu, dukungan penuh dari masyarakat juga sangat diperlukan. ”Langkah-langkah normalisasi tentu akan memakan sebagian lahan yang kadang merupakan milik warga. Ini tentu kita minta kebijaksanaannya untuk merelakan, karena ini demi kemaslahatan bersama,” ucapnya.
Tidak hanya itu, untuk pemulihan pascabencana, ia meminta seluruh masyarakat terdampak bencana untuk tak khawatir. Sebab, kehadiran pemerintah semata-mata untuk mendukung upaya pemulihan pascabencana, yang memang menjadi tanggung jawab pemerintah terhadap masyarakat yang tertimpa musibah.
”Tempat pengungsian adalah tempat yang aman. Segala kebutuhan ada di sini. Jika ada yang kurang, laporkan dan nanti akan dipenuhi. Tidak usah risaukan apa pun. Tenangkan pikiran. Jika ada rumah yang rusak atau hanyut, nanti pemerintah yang akan membangunkan. Kalau tidak punya tanah, nanti kita carikan tanahnya. Terpenting, pendataan harus dilakukan secepat mungkin. Sembari waktu pemulihan berjalan, pendataan juga harus dilakukan,” katanya.
Flyover Dilirik Jadi Solusi
Terpisah, untuk penanggulangan bencana jangka panjang di kawasan Lembah Anai, Kabupaten Tanahdatar, Pemprov Sumbar kembali melirik usulan terkait dengan pembangunan flyover. Ini diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumbar Medi Iswandi kepada Padang Ekspres (RPG), kemarin.
”Kita punya beberapa dokumen yang mengatakan kawasan tersebut selalu terkena banjir bandang setiap 100 tahun. Tentunya kita harus menyusun kembali persoalan penanganan jalan di lokasi tersebut. Dulu ada ide terkait dengan adanya flyover untuk antisipasi banjir bandang,” katanya.
Untuk itu sebut dia, terlebih dahulu akan dibuat kajiannya. ”Karena jalur tersebut merupakan jalur nasional, akan kita sampaikan kajian tersebut ke Kementrian PUPR,” ujarnya. Medi sadar, dengan bencana tersebut Pemprov Sumbar mendapatkan momentum untuk mengajuan kajian terkait flyover kepada pemerintah pusat.
Solusi lainnya adalah percapatan pembangunan jalan Tol Padang-Pekanbaru. Untuk itu Medi berharap, percepatan pembangunan mendapat dukungan penuh dari seluruh unsur dan masyarakat. ”Baik kita (Pemprov Sumbar, red) maupun kementrian ingin tol ini segera selesai. Namun hambatan sebenarnya tidak berada di Pemprov dan di kementerian,” jelasnya.
Hambatannya, terang Medi, lahan yang belum sepenuhnya bebas dari masyarakat. ”Untuk itu marilah sama-sama kita sampaikan kepada saudara-saudara kita yang memiliki lahan agar mau membebaskan lahan mereka,” harapnya.
Rekomendasi Unand
Galado yang menghantam Kabupaten Agam, Tanahdatar dan Kota Padangpanjang ini juga mendapat perhatian luas dari akademisi. Salah satunya dari Tim Pusat Studi Bencana Universitas Andalas, Padang. Berdasarkan studi lapangan pada 13 dan 14 Mei lalu, ditemui penyebab terjadinya banjir bandang beberapa waktu lalu. Studi tersebut juga menawarkan sejumlah solusi.
Hal ini tertuang dalam surat Nomor 266/UN16.R/PM.05/2024 15 Mei 2024, perihal Laporan Pengabdian Masyarakat PSB pascabanjir Bandang Sungai Batang Anai dan Erupsi Gunungapi Marapi yang ditandangani Rektor Unand Efa Yonnedi kemarin.
Dalam surat yang ditujukan kepada Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumbar dan Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera V itu disampaikan, penyebab banjir bandang diperkirakan karena adanya tumpukan material pohon tumbang pada lembah sungai di hulu Batang Anai yang membentuk bendungan alam. Kemudian, adanya getaran gempa vulkanik Gunung Marapi dan curah hujan lebih dari 6 jam, mengakibatkan runtuhnya bendungan alam.
Penyebab lainnya, kemiringan dasar sungai Batang Anai yang terjal, terlihat kecepatan air relatif tinggi saat kondisi air normal. Lalu, limpasan yang terjadi akibat efek penyumbatan pada daerah jembatan dan penyempitan alur sungai. Juga ada loncatan (overtopping) pada alur yang berkelok. Selanjutnya, limpasan yang terjadi karena pengurangan kapasitas alur sungai akibat pengendapan material angkutan. Terakhir, sempadan sungai yang belum diterapkan, contohnya, banyak bangunan yang berada di pinggiran sungai.
Terkait ini, tim pun menyarankan, pembangunan sabo-dam di hulu sungai, pembangunan pengontrol kemiringan dasar sungai agar kecepatan air normal, mengembalikan fungsi jalan nasional, dan segera membuat peraturan tentang sempadan Sungai Batang Anai.
Untuk penyebab dan dampak erupsi Gunung Marapi, tim mencatat, Marapi yang terletak di antara Kabupaten Agam dan Tanahdatar mengalami erupsi dan menewaskan 24 pendaki gunung pada 3 Desember 2023 pukul 14.54 WIB. Saat itu erupsi abu teramati sekitar 3.000 meter di atas puncak (5.891mdl). Marapi sudah menyandang status waspada sejak 2011, namun BKSDA Sumbar tetap membuka pendakian dengan larangan mendekati kawah.
Lalu, aktivitas Marapi pertama kali tercatat mengeluarkan asap vulkanik pada tahun 1807. Adapun letusan pertama kali gunungapi aktif tipe A ini tercatat pernah terjadi pada tahun 1833 dan hampir setiap tahun terjadi letusan eksplosif, terakhir pada akhir Mei 2024.
Diperkirakan material yang disemburkan erupsi Marapi telah mencapai 300 ribu meter kubik. Material itu sebagian menumpuk pada hulu sungai yang bisa menyebabkan banjir lahar dingin, dan diharapkan kegiatan pemetaan pada sungai prioritas yang paling berbahaya dan potensi menyebabkan banjir bandang.
Disebutkan, banjir bandang lahar dingin telah terjadi beberapa hari terakhir ini yang mengakibatkan sedikitnya 35 jiwa meninggal, ratusan rumah rusak berat/sedang dan lahan pertanian rusak tertimbun lumpur dan kayu-kayuan.
Jadi solusinya, menyusun renaksi dan menyelenggarakan rehabilitasi dan rekonstruksi (rumah, sarana umum, pendidikan, sosial dan infrastruktur ketahanan pangan); penguatan masyarakat tanggap bencana; merencanakan bangunan sabo-dam dan suplai irigasi.
Harga Mulai Naik
Bencana alam banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah wilayah Sumatera Barat yang terjadi pada Sabtu (11/5) dan Ahad (12/5) lalu mulai berdampak pada harga kebutuhan pokok di pasar tradisional Kota Pekanbaru.
Pantauan Riau Pos, Rabu (15/5) di Pasar Agus Salim, sejumlah harga cabai merah yang berasal Bukittinggi mulai mengalami kenaikan akibat pasokan yang mulai terganggu. Padahal pekan lalu harga cabai merah Bukittinggi sudah mulai mengalami penurunan dari sebelumnya Rp70.000 per kg menjadi Rp68.000 per kg. Tapi, pekan ini harganya mengalami kenaikan yaitu Rp72.000 per kg hingga Rp75.000 per kg.
Berbeda dengan cabai merah asal Sumatera Utara atau Medan yang kini masih berkisar Rp40.000 per kg, tomat merah Rp15.000 per kg, bawang merah Rp44.000 per kg, cabai rawit merah Rp45.000 per kg, dan bawang putih Rp40.000 per kg.
Sedangkan untuk harga ayam potong masih dijual dengan hargai Rp32.000 per kg hingga Rp35.000 per kg. Ikan patin dijual Rp25.000 per g, ikan nila Rp40.000 per kg, dan ikan lele Rp25.000 per kg.
Salah seorang pedagang cabai merah di Pasar Agus Salim Muratman mengatakan, saat ini stok cabai merah dari Sumatera Barat mulai mengalami hambatan akibat bencana alam yang terjadi di provinsi tersebut. Hal ini menyebabkan harga mulai mengalami kenaikan secara perlahan.
“Sampai sekarang yang paling mahal itu cabai merah dari Bukittinggi. Kemarin sudah mulai turun, tapi sekarang mahal karena stoknya sudah mulai terbatas. Ini yang kami jual stok yang pekan lalu,”ucapnya. ‘’Kita berharap harga bahan pokok dapat kembali stabil agar masyarakat bisa membeli sembako tanpa harus mengurangi jumlah pembelian akibat harga yang mahal,’’ tambahnya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Natalia. Ibu rumah tangga ini mengaku saat ini harus mengurangi jumlah pembelian caabi merah karena harganya sudah mulai mengalami kenaikan. Biasanya ia bisa membeli cabeai merah sebanyak 1 kilo untuk penggunaan selama 2 pekan, namun saat ini ia hanya mampu membeli setengah kilo lantaran harganya yang mulai mengalami kenaikan.
“Kemarin berharap masih bisa turun lagi. Ternyata pekan ini malah kembali naik karena bencana alam. Ya semoga saja harga cabai tidak sampai menembus Rp100.000 per kg seperti beberapa bulan lalu. Sehingga masyarakat yang memiliki perkonomian menengah ke bawah bisa tetap membeli bahan pokok untuk kehidupan sehari-hari,” katanya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Pekanbaru, Zulhelmi Arifin menuturkan, jika saat ini memang mulai terjadi kenaikan harga bahan pokok di pasar tradisional Pekanbaru.
Kenaikan harga ini terjadi lantaran dampak dari bencana longsor, lahar dingin dan jalan putus akibat banjir menjadi penyebab utama kenaikan harga bahan pokok di Pekanbaru karena hasil panen yang didapat petani tidak maksimal. Tak hanya itu, jalur pendistribusian bahan pokok dari Sumbar ke Pekanbaru juga mengalami kendala karena akses jalan yang terputus. “Memang musibah yang terjadi di Sumbar memberikan dampak terhadap sejumlah harga bahan pokok di pasar. Apalagi Pekanbaru bukanlah daerah penghasil dan bergantung pada daerah lain,” katanya.
Antisipasi sebelum Harga Sembako Naik
Ketua DPRD Kota Pekanbaru Muhammad Sabarudi mengatakan, musibah memang tidak dapat ditolak, namun sebagai wilayah yang secara tidak langsung terdampak harus mengambil langkah antisipasi. Sabarudi pun meminta Pemko Pekanbaru untuk melakukan langkah antisipasi agar tidak terjadi kenaikan bahan pokok.
‘’Selama ini pasokan pangan kita rata-rata dari sana (Sumbar), jadi ini memang harus diantisipasi oleh Pemko Pekanbaru bagaimana strateginya, apakah bisa berkomunikasi dengan daerah lain ataupun daerah-daerah penyangga seperti Sumatera Utara dan juga mungkin ke daerah pinggir arah Inhil, Inhu dan Jambi,’’ ujarnya. (r/cr2/y/cip/ayi/end/rpg)