PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — SEBANYAK 38 pegawai di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dinyatakan positif mengkonsumsi narkoba. Tak tanggung-tanggung, dari jumlah itu, 23 orang berstatus aparatur sipil negara (ASN) dan menduduki jabatan fungsional.
Kini, 1.800 ASN dan tenaga harian lepas (THL) yang telah menjalani tes urine bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Riau. Ribuan orang tersebut merupakan pegawai yang tersebar di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD). Di antaranya Dinas PUPR dan Dinas Perkimtan pada, Senin (16/12) lalu. Selang sepekan kemudian, giliran Satpol PP, Dinas Perhubungan dan Biro Humas Protokol dan Kerja Sama serta pejabat eselon II Pemprov Riau serta lainnya.
Hasil dari pelaksanaan tes urine ditemukan puluhan pegawai yang terindikasi menggunakan barang haram. Atas kondisi ini, BNNP telah melakukan asesmen terhadap pegawai tersebut. Hal itu untuk memastikan apakah yang bersangkutan benar-benar menggunakan narkotika atau tidak. Hasil tersebut telah diserahkan BNNP kepada Badan Kesatuan Berbangsa dan Berpolitik (Kesbangpol) Riau.
Gubernur Riau (Gubri) Drs H Syamsuar MSi menyampaikan, ribuan pegawai telah menjalani tes urine beberapa waktu lalu. Hasilnya, kata Gubri, terdapat 38 pegawai baik berstatus ASN dan THL yang mengkonsumi barang haram.
"Ini baru dari 1.800 orang yang dites. Padahal pegawai kita ada 12 ribu lebih. Asumsi saya mungkin bisa seratus lebih pengguna narkoba," ungkap Syamsuar, Senin (30/12).
Terhadap pegawai positif mengkonsumsi narkoba, Syamsuar menegaskan, pihaknya akan memberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku. Bahkan, kata Gubri, pihaknya bakal melakukan pemecataan dan menonjobkan dari jabatan yang diduduki.
"2020, kalau masih ada pegawai yang terbukti sebagai pengguna narkoba, langsung kami pecat. Di TNI begitu, di Polri juga begitu (dipecat, red). Bagaimana melayani masyarakat, kalau kondisinya tidak baik. Jadi tak perlu diberi jabatan lagi," tegas mantan Bupati Siak itu.
Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Riau Chairul Riski menambahkan, dari ribuan pegawai yang menjalani tes urine ditemukan 52 orang terindikasi mengkonsumsi barang haram. Atas temuan itu, lanjut Riski, dilakukan asesmen dan hasilnya 38 pegawai urine positif mengandung ampetamin, methafetamin, MDMA dan DHC.
"Hasil tes urine, 38 pegawai positif mengkonsumi narkoba jenis ekstasi, ganja, heroin dan sabu. Untuk 14 pegawai ini masih didalami karena pengakuan mereka ada mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung narkoba," papar Riski.
Dari 38 pegawai yang merupakan sebagai penyalaguna narkotika, sambung Riski, 23 di antaranya berstatus ASN dan sisanya berstatus THL. Mereka akan diberikan sanksi sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku.
"23 orang berstatus PNS dan ada yang menduduki jabatan fungsional, maka jabatan itu akan dicopot. Lalu, sanksi diberikan bisa penundaan kenaikan pangkat dan penurunan gaji. Sedangkan, untuk THL langsung dipecat," tegas Riski.
Terpisah Kepala Badan Kepegawain Daerah (BKD) Riau Ikhwan Ridwan menyampaikan, pemberian sanksi terhadap pegawai yang mengkonsumsi narkoba mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang displin PNS. Lalu, PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang PNS. “Saat ini, kami belum menerima data PNS yang positif narkoba. Tapi pemberian sanksi mengacu pada dua peraturan itu. Sanksi bisa penurunan pangkat, penundaan kenaikan pangkat dan pemotongan gaji,” jelas Ikhwan Ridwan.
72 Tersangka, BB 112,5 Kg Sabu
Provinsi Riau jadi pintu masuk peredaran narkotika. Pasalnya berulang kali sindikat narkoba internasional memasok barang haram melalui Riau. Berbagai pihak harus turun tangan menangani masalah krusial ini. Tak hanya pihak kepolisian dan masyarakat, Badan Narkotika Nasional (BNN) pun harus turut andil memberantas barang haram itu baik jenis sabu, esktasi, ganja maupun happy five.
BNNP Riau akhirnya merilis perjalanan selama satu tahun. Rekam jejaknya itu berhasil mengungkap 72 berkas perkara. Hal itu disampaikan Kepala BNNP Riau Brigjen Untung Subagyo didampingi Plt Kabid P2M AKBP Haldun, Plt Kabid Rehabilitasi Betty Oktaviani, Plt Kabid Pemberantasan Kompol Khodirin, Dir Narkoba Polda Riau Kombespol Suhirman dan Kasubag Perencanaan Caisar Rizky pada Senin (30/12) di aula BNNP Riau Jalan Pepaya, Pekanbaru. "Dari 72 berkas perkara tindak pidana narkotika itu didapat barang bukti sebanyak 112.590,22 gram (112,5 kg) sabu, 61.053 butir ekstasi, dan empat batang ganja. Terdapat 72 tersangka, rinciannya 66 laki-laki dan enam perempuan," jelasnya.
Dikatakan Subagyo, dari banyaknya barang bukti yang diamankan itu dapat menyelamatkan 1.125.902 masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkoba. Tak hanya upaya pemberantasan sindikat jaringan narkotika dan menangkap pelaku serta pemusnahan, akan tetapi BNN memberikan sanksi yang lebih berat melalui UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU). "Tahun 2019 BNN telah berhasil menyita aset bandar narkotika sebanyak Rp2 miliar," ujarnya.
Berdasar latar belakang pendidikan, dikatakannya didominasi jebolan SMA lalu SMP. Sementara untuk bidang pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan dan sertifikat. "Pelan-pelan kawasan narkoba itu kami ubah untuk dijadikan tempat wisata. Memang tidak mudah, namun setidaknya bisa diubah secara perlahan," terangnya.
Lebih lanjut, hal itu dilakukan untuk melindungi generasi bangsa dari kejahatan narkotika. Sehingga BNNP Riau aktif melakukan langkah-langkah preventif yang bertujuan untuk memberikan kekebalan sehingga meningkatkan imunitas masyarakat dari penyalahgunaan narkotika. "Langkah ini diambil sebagai solusi yang paling tepat untuk mematikan pangsa pasar narkotika di Indonesia," ujarnya.
Cara-cara itu di antara lain dengan penyebaran informasi P4GN dan bahaya penyalahgunaan narkoba kepada 2.823.419 jiwa masyarakat Riau atau 41.2 persen dari total populasi provinsi Riau. Informasi disampaikan melalui penyuluhan, iklan anti narkoba, serta melalui media baik cetak, elektronik maupun online serta kampanye stop narkoba.
Selanjutnya dengan cara pelaksanaan pembangunan berwawasan anti narkoba kepada 52 instansi. Rincinya tujuh intansi pemerintah, tiga instansi swasta, 26 instansi pendidikan dan 16 kelompok masyarakat. Kemudian membentuk sebanyak 684 orang relawan dan penggiat anti narkoba di Provinsi Riau yang siap menjadi perpanjangan tangan dan agen dari BNN untuk ikut serta dam aktif dalam pelaksanaan P4GN di lingkungan sekitarnya.
BNNP pun melakukan pemberdayaan alternatif bagi kawasan kampung rawan narkoba di Kampung Dalam.
"Untuk mengatasi permasalahan di Kampung Dalam tidak hanya dilakukan upaya represif tapi juga humanis. Salah satu permasalah di Kampung Dalam adalah susahnya warga sekitar untuk mendapat pekerjaan. Karena streotip Kampung Dalam yang negatif. BNNP Riau hadir untuk melaksanakan life skill bagi masyarakat yang tergabung sebanyak 55 warga berupa pelatihan menjahit, sablon, dan coffee shop," tutupnya.(s/ted)
Laporan: RIRI RADAM