Minggu, 10 November 2024

Bupati: Perusahaan Tak Mau Koordinasi dengan Pemkab

- Advertisement -

PANGKALANKERINCI (RIAUPOS.CO) — Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan kembali menggelar sidang lanjutan perkara kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menyeret korporasi PT Adei Plantation dan Industry dengan pemeriksaan saksi-saksi, Selasa (25/8).

Sidang perkara yang digelar di ruang Cakra PN Pelalawan ini, dipimpin Ketua PN Pelalawan Bambang Setyawan SH MH sebagai hakim ketua. Dia didampingi Rahmat Hidayat Batubara dan Joko Ciptanto sebagai hakim anggota. Tampak Direktur PT Adei Plantation and Industry Goh Keng EE sebagai terdakwa mewakili korporasi didampingi penasihat hukumnya M Sempakata Sitepu SH bersama rekannya Suheri SH, mengikuti jalannya persidangan.

- Advertisement -

Sementara itu tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pelalawan dipimpin langsung Kajari Nophy T Suoth SH MH, Agus Kurniawan dan Rahmat Hidayat. Dalam sidang kali ini, tim Adhyaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pelalawan menghadirkan dua saksi dari Pemkab Pelalawan. Yakni Bupati Pelalawan HM Harris serta Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) Pelalawan H Mazrun Mansyur SH.

Dalam kesaksiannya HM Harris mengatakan, dirinya tidak mengetahui secara pasti kejadian kebakaran lahan PT Adei pada 7 September 2019 lalu. Pasalnya, kasus karhutla perusahaan modal asing (PMA) tersebut diketahuinya dari media sosial (medsos) dan juga informasi dari tim Satgas Karhutla Pelalawan.

"Pasalnya, saat kejadian karhutla, perusahaan (PT Adei) tidak ada menyampaikan laporan dan berkoordinsi dengan Pemkab Pelalawan melalui Satgas Karhutla Pelalawan. Dan jawaban ini juga sama seperti yang saya sampaikan dalam pemeriksaan verbal oleh Bareskrim Mabes Polri pascakejadian," terangnya.

- Advertisement -
Baca Juga:  Bertambah Lagi, Total Kasus Positif Covid-19 di Riau Jadi 26 Kasus

Diungkapkan HM Harris, Pemkab Pelalawan telah sering mengingatkan seluruh perusahaan yang beroperasi di Negeri Seiya Sekata ini, khususnya PT Adei untuk melakukan pengawasan ketat dalam menjaga areal konsesi mereka dari karhutla. Bahkan, pihaknya juga sudah menyampaikan kepada PT Adei, untuk mengikuti aturan dari Permentan No 5 tahun 2018 tentang Sarana dan Prasarana (Sapras) pencegahan dan pengendalian karhutla. Khususnya memenuhi ketersediaan menara pantau api.

"Tapi kenyataannya PT Adei tidak segera melengkapi sarpras itu. Sehingga karhuta di lahan konsesi mereka kembali terjadi," paparnya.

Kemudian, sambung mantan Ketua DPRD Pelalawan ini, terkait perizinan grup perusahaan Kuala Lumpur Kepong (KLK) tersebut, merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pasalnya, Pemkab Pelalawan hanya memiliki kewenangan untuk menerbitkan kebijakan agar perusahaan dapat mematuhi aturan hukum yang telah ditetapkan oleh Negara.

"Jadi, kalau masalah izin perusahaan, rekomendasi izin PT Adei tersebut sudah ada sejak 2006. Namun, perizinan perusahaan berasal dari Kementerian LHK, bukan pemerintah daerah Pelalawan," bebernya.

Kesaksian yang sama juga disampaikan Kepala Disbunak Pelalawan Mazrun. Di mana pihaknya melalui regu pemadam (regdam) Disbunak di bawah kepemimpinan Satgas Karhutla BPBD Pelalawan, tidak turun ke lapangan untuk melakukan pemadaman api saat kejadian. Hal ini dikarenakan tidak adanya laporan kejadian karhutla tersebut yang disampaikan oleh perusahaan kepada pemerintah daerah.

Baca Juga:  Polres Inhu Ringkus 41 Tersangka N arkoba

"Padahal sesuai aturan dan kebijakan pemerintah daerah, seluruh perusahaan yang beroperasi di Negeri Amanah ini wajib menyampaikan laporan adanya kejadian karhutla kepada Pemkab. Meskipun penanggulangan karhutla menjadi tanggung jawab perusahaan," sebutnya.

Ditambahkan mantan Kepala Dinas Pertamanan Kota dan Kebersihaan Pelalawan ini, karhutla di PT Adei ini terjadi pada 7 September 2019 lalu. Namun, perusahaan baru menyampaikan laporan kepada Pemkab Pelalawan pada 11 September. Dan tentunya ini membuktikan PT Adei tidak mau berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam penanggulangan karhutla di Negeri Amanah ini.

"Padahal kebakaran ini membawa nama baik daerah. Sehingga dengan kejadian karhutla ini, maka pemerintah pusat menilai Pemkab Pelalawan tidak serius dalam melakukan pencegahan karhutla. Untuk itu, dengan adanya kejadian ini, maka ke depan kami akan meningkatkan pengawasan ketat terhadap perusahaan perkebunan di Pelalawan untuk menjalankan komitmennya dalam pencegahan dan pengendalian karhutla," ujarnya.

Usai mendengarkan keterangan para saksi, maka Majelis Hakim PN Pelalawan memutuskan kembali melanjutkan sidang karhutla PT Adei, Kamis (27/8) besok. Dengan agenda pemeriksaan saksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten.(amn)

 

PANGKALANKERINCI (RIAUPOS.CO) — Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan kembali menggelar sidang lanjutan perkara kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menyeret korporasi PT Adei Plantation dan Industry dengan pemeriksaan saksi-saksi, Selasa (25/8).

Sidang perkara yang digelar di ruang Cakra PN Pelalawan ini, dipimpin Ketua PN Pelalawan Bambang Setyawan SH MH sebagai hakim ketua. Dia didampingi Rahmat Hidayat Batubara dan Joko Ciptanto sebagai hakim anggota. Tampak Direktur PT Adei Plantation and Industry Goh Keng EE sebagai terdakwa mewakili korporasi didampingi penasihat hukumnya M Sempakata Sitepu SH bersama rekannya Suheri SH, mengikuti jalannya persidangan.

- Advertisement -

Sementara itu tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Pelalawan dipimpin langsung Kajari Nophy T Suoth SH MH, Agus Kurniawan dan Rahmat Hidayat. Dalam sidang kali ini, tim Adhyaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Pelalawan menghadirkan dua saksi dari Pemkab Pelalawan. Yakni Bupati Pelalawan HM Harris serta Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunak) Pelalawan H Mazrun Mansyur SH.

Dalam kesaksiannya HM Harris mengatakan, dirinya tidak mengetahui secara pasti kejadian kebakaran lahan PT Adei pada 7 September 2019 lalu. Pasalnya, kasus karhutla perusahaan modal asing (PMA) tersebut diketahuinya dari media sosial (medsos) dan juga informasi dari tim Satgas Karhutla Pelalawan.

- Advertisement -

"Pasalnya, saat kejadian karhutla, perusahaan (PT Adei) tidak ada menyampaikan laporan dan berkoordinsi dengan Pemkab Pelalawan melalui Satgas Karhutla Pelalawan. Dan jawaban ini juga sama seperti yang saya sampaikan dalam pemeriksaan verbal oleh Bareskrim Mabes Polri pascakejadian," terangnya.

Baca Juga:  Bertambah Lagi, Total Kasus Positif Covid-19 di Riau Jadi 26 Kasus

Diungkapkan HM Harris, Pemkab Pelalawan telah sering mengingatkan seluruh perusahaan yang beroperasi di Negeri Seiya Sekata ini, khususnya PT Adei untuk melakukan pengawasan ketat dalam menjaga areal konsesi mereka dari karhutla. Bahkan, pihaknya juga sudah menyampaikan kepada PT Adei, untuk mengikuti aturan dari Permentan No 5 tahun 2018 tentang Sarana dan Prasarana (Sapras) pencegahan dan pengendalian karhutla. Khususnya memenuhi ketersediaan menara pantau api.

"Tapi kenyataannya PT Adei tidak segera melengkapi sarpras itu. Sehingga karhuta di lahan konsesi mereka kembali terjadi," paparnya.

Kemudian, sambung mantan Ketua DPRD Pelalawan ini, terkait perizinan grup perusahaan Kuala Lumpur Kepong (KLK) tersebut, merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pasalnya, Pemkab Pelalawan hanya memiliki kewenangan untuk menerbitkan kebijakan agar perusahaan dapat mematuhi aturan hukum yang telah ditetapkan oleh Negara.

"Jadi, kalau masalah izin perusahaan, rekomendasi izin PT Adei tersebut sudah ada sejak 2006. Namun, perizinan perusahaan berasal dari Kementerian LHK, bukan pemerintah daerah Pelalawan," bebernya.

Kesaksian yang sama juga disampaikan Kepala Disbunak Pelalawan Mazrun. Di mana pihaknya melalui regu pemadam (regdam) Disbunak di bawah kepemimpinan Satgas Karhutla BPBD Pelalawan, tidak turun ke lapangan untuk melakukan pemadaman api saat kejadian. Hal ini dikarenakan tidak adanya laporan kejadian karhutla tersebut yang disampaikan oleh perusahaan kepada pemerintah daerah.

Baca Juga:  34 Tim Ikuti Futsal Open Tournament Championship 

"Padahal sesuai aturan dan kebijakan pemerintah daerah, seluruh perusahaan yang beroperasi di Negeri Amanah ini wajib menyampaikan laporan adanya kejadian karhutla kepada Pemkab. Meskipun penanggulangan karhutla menjadi tanggung jawab perusahaan," sebutnya.

Ditambahkan mantan Kepala Dinas Pertamanan Kota dan Kebersihaan Pelalawan ini, karhutla di PT Adei ini terjadi pada 7 September 2019 lalu. Namun, perusahaan baru menyampaikan laporan kepada Pemkab Pelalawan pada 11 September. Dan tentunya ini membuktikan PT Adei tidak mau berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam penanggulangan karhutla di Negeri Amanah ini.

"Padahal kebakaran ini membawa nama baik daerah. Sehingga dengan kejadian karhutla ini, maka pemerintah pusat menilai Pemkab Pelalawan tidak serius dalam melakukan pencegahan karhutla. Untuk itu, dengan adanya kejadian ini, maka ke depan kami akan meningkatkan pengawasan ketat terhadap perusahaan perkebunan di Pelalawan untuk menjalankan komitmennya dalam pencegahan dan pengendalian karhutla," ujarnya.

Usai mendengarkan keterangan para saksi, maka Majelis Hakim PN Pelalawan memutuskan kembali melanjutkan sidang karhutla PT Adei, Kamis (27/8) besok. Dengan agenda pemeriksaan saksi dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten.(amn)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari