PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Ratusan massa buruh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) dari 12 kabupaten/kota di Riau melakukan unjuk rasa di depan kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Riau, Jalan Patimura, Pekanbaru, Senin (22/11). Kedatangan ratusan buruh ini untuk menuntut BPS Riau agar membantu memberikan data kepada pemerintah terkait upah buruh yang lebih layak di 2022.
Menurut Koordinator Wilayah KSBSI Riau Juandi, massa buruh mempertanyakan kenapa pemerintah tidak menghormati proses hukum yang sedang dilakukan buruh di Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11/2020.
Saat ditanyai alasan melakukan demo di depan Kantor BPS Riau, dikarenakan Dewan Pengupahan ketika menggelar sidang tentang upah, tidak pernah tahu berapa angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang terjadi di Riau. Sehingga seluruhnya, khususnya besaran angka inflasi ditetapkan oleh Gubernur Riau semua sama untuk kabupaten/kota dan tidak sesuai dengan UU CK Nomor 11/2020 itu sendiri.
"Kami ke sini ingin mengetahui bagaimana mekanisme pengambilan data yang dilakukan BPS Riau. Sehingga data yang dikeluarkan BPS ini menjadi dasar acuan di dalam penetapan upah," ujar Juandi.
Tak hanya itu, ujar Juandi, kedatangan massa buruh ini juga menuntut kenaikan upah sebesar 10 persen untuk sektor pertambangan pada 2022. Sebab, upah pada sektor pertambangan tidak naik dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
"Saat ini kami para buruh datang ke Kantor BPS Riau karena data dari BPS Riau yang akan digunakan Pemprov Riau untuk menentukan upah buruh 2022. Dengan pertemuan ini kami berharap upah sektor perkebunan juga dinaikkan mengikuti upah sektor pertambangan itu," harapnya.
Sementara itu Kepala BPS Riau Misfaruddin mengatakan, pihaknya hanya menjawab sesuai dengan wewenang BPS. Ia menjelaskan, ada tidaknya kenaikan UMP, perkembangan inflasi tetap terjadi, dan BPS menghitung inflasi bukan karena adanya UMP. Terkait pertumbuhan ekonomi, menurut Misfaruddin, BPS melakukan berbagai survei. Sementara itu, inflasi juga terjadi setiap bulannya yang dilihat dari indeks harga konsumen (IHK) tiga kota di Riau.
"Metode pengumpulannya, ada 386 komoditi yang kami hitung, bukan satu satu. Ada bulanan, ada mingguan. Saya berbicara tentang BPS saja. Jadi kami tidak berbicara tentang formula (red, penetapan kenaikan UMP), itu bukan tugas kami. Massa menyayangkan formulanya inflasi kabupaten/kota, ternyata hasilnya inflasi gabungan saja, satu saja angkanya. Kenapa begitu, ya saya tidak tahu. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dan Dewan Pengupahan yang menentukan," ucapnya.
Terpisah, Ketua Tim Perunding Dewan Pengupahan Unsur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Agus Setiawan menyampaikan, dasar perhitungan UMP 2022 itu berasal dari rumusan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan dengan adanya Surat Edaran dari Menteri Ketenagakerjaan Nomor : B-M/383/HI.01.00/XI?2021 tanggal 9 November 2021 tentang Penyampaian Data Perekonomian dan Ketenagakerjaan Dalam Penetapan Upah Minimum Tahun 2022.
Berdasar pada pasal 26 ayat 3 PP Nomor 36 Tahun 2021, disebutkan perhitungan batas atas UMP diperoleh dari rata-rata konsumsi per kapita dikali dengan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga lalu dibagi rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja setiap rumah tangga.
"DPP Apindo Riau menilai sangat positif penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 yang mengacu pada kondisi perekonomian makro tahun berjalan," ucap Agus yang juga menjabat Wakil Ketua Bidang Keanggotaan DPP Apindo ini.
Ia memaparkan, batas bawah UMP diperoleh dari perhitungan 50 persen dari batas atas UMP. Belakangan nilai UMP yang berlaku disesuaikan pada rentang nilai tertentu di antara batas atas dan batas bawah UMP pada wilayah terkait. Di saat kondisi pandemi, dituntut adanya percepatan pemulihan ekonomi melalui penyerapan tenaga kerja di tengah masyarakat.
"Jadi penghitungan UMP tahun 2022 ini berdasar pada kondisi perekonomian dan ketenagakerjaan yang meliputi daya beli, median upah dan tingkat penyerapan tenaga kerja. Semua data itu kita peroleh dari lembaga yang memiliki kewenangan. UMP 2022 Provinsi Riau sudah kami tetapkan berdasarkan kesepakatan dengan unsur serikat pekerja, unsur pemerintah , BPS, dan dari unsur lainnya yang termasuk Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Riau," jelasnya.
Dikatakan Agus, pelaksanaan rapat tersebut pada Senin 15 November 2021 di Aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau, Jalam Pepaya No 57-59 Pekanbaru. Sejumlah perdebatan selama pembahasan penetapan UMP itu di forum tetap terjadi , namun hasil kesepakatannya akhirnya UMP 2022 Prov Riau naik Rp50 ribu atau 1,73 persen.
"Hal biasa dalam diskusi dewan pengupahan ada hal-hal yang berbeda pendapat. Namun semua basisnya adalah data yang diambil dari lembaga yang punya otoritas yaitu data dari BPS," ujarnya.
Sudah Sesuai Ketetapan Kemnaker
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau bersama dewan pengupahan telah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022. Penetapan UMP sebesar Rp2.938,564 tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau, H Jonli mengatakan, sesuai dengan ketentuan Kemnaker, UMP naik sebesar 1,05 persen. Namun berdasarkan hasil rapat yang dilakukan dewan pengupahan dengan perwakilan buruh, UMP Riau ditetapkan naik sebesar 1,07 persen atau naik Rp50 ribu dari tahun lalu.
"Jadi penetapan UMP Riau sudah sesuai ketetapan Kemnaker, justru lebih tinggi tinggi karena mengakomodir keinginan rekan-rekan buruh dan juga berdasarkan kesanggupan pihak pengusaha," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, berdasarkan kesepakatan tersebut, selanjutnya usulan UMP diserahkan ke Gubernur Riau Syamsuar untuk kemudian ditetapkan. Pada Jumat (19/11) lalu, UMP Riau selanjutnya sudah diteken oleh Gubernur Riau.
"UMP Riau sudah ditetapkan oleh Gubernur Riau pada 19 November lalu. Selanjutnya UMP tersebut yang menjadi dasar bagi kabupaten/kota untuk menetapkan upah minimum kabupaten/kota atau UMK," katanya.
Sementara itu, terkait adanya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh buruh ke kantor BPS Riau, Jonli mengatakan bahwa tuntutan para buruh agar UMP dinaikkan sebesar 10 persen tidak dapat dipenuhi.
"Kalau tuntutan UMP naik 10 persen tidak bisa, karena UMP sudah ditetapkan. Dan penetapan tersebut juga sudah melalui kesepakatan, baik dari dewan pengupahan, pengusaha dan buruh pada rapat 15 November lalu," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Jonli juga menegaskan bahwa setelah ditetapkan UMP Riau dan diikuti UMK tersebut, pihak perusahaan harus mengikutinya. Jika tidak mengikuti, maka akan ada sanksinya. "Sanksi bagi perusahaan yang tidak mengikuti ketetapan itu adalah pidana," tegasnya.(ayi/anf/sol)