PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Kontrak kerja sama PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) dalam mengelola Blok Rokan berakhir pada Agustus mendatang. Perusahaan asal Amerika Serikat itu digantikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Pertamina Persero. Bila dihitung sejak awal berproduksi, PT CPI sudah melakukan eksplorasi selama 69 tahun di Bumi Lancang Kuning. Dengan total produksi lebih dari 12 miliar barel.
Alih kelola dari CPI ke Pertamina tentu tidak mudah. Ada 10 ribu titik sumur minyak yang akan dialih kelolakan. 10 ribu titik sumur minyak itu berada di tiga lapangan minyak utama, yakni di Duri, Minas, dan Bekasap. Ada 3.500 karyawan juga yang menunggu nasib alih kelola.
Kini, PT CPI tengah bekerja sama dengan Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan SKK Migas untuk mewujudkan proses transisi yang selamat, lancar dan andal. Hal itu diungkapkan Manager Corporate Communications PT CPI Sonitha Poernomo dalam sebuah tanya jawab dengan Riau Pos baru-baru ini. Diakui dia, pihaknya telah memulai melakukan transisi pengelolaan bersama Pertamina dan SKK Migas.
“SKK Migas, PHR dan PT CPI mengadakan pertemuan rutin sebagai bagian persiapan alih kelola. Topik yang didiskusikan, di antaranya, juga mencakup tentang sistem, aplikasi, maupun piranti IT yang digunakan agar operasi Blok Rokan tetap berjalan selamat, lancar, dan andal,” ungkapnya.
Lebih jauh diceritakan Sonitha, PT CPI merupakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dari Pemerintah Indonesia yang melaksanakan operasi migas dan mengelola aset-aset negara. PT CPI, bekerja di bawah pengawasan dan pengendalian SKK Migas. Sejak awal produksi pada tahun 1952, kegiatan operasi PT CPI di wilayah Riau telah memproduksi lebih dari 12 miliar barel. Sebagai KKKS dari Pemerintah Indonesia, sebagian besar hasil produksi merupakan bagian untuk negara yang turut menopang pendapatan negara dan memenuhi kebutuhan energi nasional.
“Selama puluhan tahun, Blok Rokan yang dikelola PT CPI menjadi tulang punggung produksi minyak mentah nasional dengan didukung berbagai terobosan teknologi. PT CPI bangga dengan kemitraan yang telah berlangsung lama dengan masyarakat dan Pemerintah Indonesia,” ucapnya.
Meski telah berangsur-angsur mengalihkan pengelolaan, PT CPI masih menjalankan kegiatan pengeboran di Blok Rokan. Hal itu agar tingkat produksi tetap terjaga setelah alih kelola nanti. Perihal informasi cadangan minyak di Blok Rokan sudah mulai habis, Sonitha membantah hal itu. Sebab, pada tahun 2018 lalu, PT CPI ikut mengajukan proposal perpanjangan Kontrak Kerja Sama (KKS) Rokan kepada Pemerintah Indonesia. Namun, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menunjuk Pertamina Hulu Rokan (PHR) sebagai pengelola berikutnya.
“Kami menghormati hak dan wewenang Pemerintah Indonesia dalam memutuskan masa depan pengelolaan blok ini,” sambungnya.
Nasib Pekerja
Soal nasib para pekerja di PT CPI saat ini, hal itu sudah dibicarakan bersama para pihak terkait. Yang mana, pertemuan secara rutin bersama PHR dan SKK Migas turut membicarakan kebutuhan kapabilitas organisasi seperti peralihan sumber daya manusia (SDM). Namun begitu, keputusan untuk melanjutkan pekerja yang saat ini bekerja di PT CPI ditegaskan dia tetap menjadi hak operator baru.
“Pengelolaan masalah ketenagakerjaan di operator baru nantinya merupakan kewenangan dari operator yang bersangkutan,” ujarnya.
Lebih jauh disampaikan Sonitha Poernomo, untuk saat ini jumlah karyawan PT CPI sendiri mencapai 3.500-an orang. Saat ditanya apakah seluruh karyawan PT CPI akan bergabung ke PT Pertamina selaku operator baru, Sonitha mengatakan bahwa hal itu merupakan hak penuh dari PT Pertamina.
Soal aset, Sonitha menjelaskan bahwa PT CPI sendiri memiliki lebih dari 10 ribu titik pengeboran sumur minyak. Dan sama sekali tidak memiliki kilang. Sebab, CPI sendiri tidak memproduksi minyak jadi. PT CPI hanya memproduksi minyak mentah. Sedangkan untuk lapangan utama produksi PT CPI terdapat di tiga titik. Pertama adalah lapangan Duri, selanjutnya ada di Minas dan terakhir di Bekasap.
“Kami tidak punya kilang karena itu kan industri hilir. Kalau yang kita lihat di Minas itu, itu bukan kilang. Melainkan stasiun pengumpul. Di sana, minyak yang sudah diambil dipisahkan antara minyak mentah, air, fluida serta kandungan lainnya. Nah, material yang bukan minyak nantinya akan dimasukkan lagi ke dalam perut Bumi,” terangnya.
Aset Negara
Adapun aset yang ada saat ini, PT CPI sendiri sejak awal bertindak sebagai operator yang mengelola ladang minyak milik negara. Bahkan sebagian hasil dari produksi juga diberikan kepada negara. Maka dari itu, aset yang dimiliki secara otomatis merupakan milik negara. Termasuk juga fasilitas yang digunakan PT CPI dalam aktivitas perkantoran.
Maka dari itu, ketika masa kontrak habis, secara otomatis seluruh yang ada di PT CPI termasuk teknologi IT yang dimiliki saat ini akan berpindah ke PT Pertamina Persero.
“Semua aset itu jadi milik negara. Ibaratnya itu PT CPI tinggal pergi bawa koper. Asetnya itu punya negara. Makanya, misal, kalau ada siapapun demo merusak pagar yang dirusak itu aset negara. Petugas keamanan pun yang diamankan itu punya negara. Pipa sumur itu punya negara,” sambungnya.
Pertamina Siap
Direktur Utama PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) RP Yudantoro menyatakan kesiapan Pertamina untuk menjalankan Blok Rokan ke depan. Saat ini, pihaknya telah melakukan koordinasi secara intensif bersama SKK Migas dan PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Terutama untuk transisi 9 bidang utama demi menjamin keberlangsungan seluruh kegiatan operasi dan kegiatan rutin setelah blok dioperasikan oleh PHR.
Sembilan bidang utama transisi Rokan meliputi drilling work over, pasokan listrik dan uap, kontrak dan SCM, IT dan petroteknikal, data transfer, human capital, SOP dan perizinan, chemical EOR, serta lingkungan dan ASR (Abandonment and Site Restoration).
Subholding Upstream Pertamina melalui PHR juga telah mempersiapkan program jangka panjang untuk mempertahankan produksi dan menahan laju penurunan minyak. Blok Rokan adalah blok yang secara natural sudah mengalami penurunan produksi dari tahun ke tahun. Untuk itu, upaya-upaya menahan laju penurunan dan meningkatkan produksi merupakan hal yang paling krusial.
Setidaknya, akan ada 44 sumur pengembangan yang akan dilakukan pengeboran di tahun 2021 pascablok dialihkan ke Pertamina. Dan direncanakan adanya 40 sumur pengembangan tambahan lainnya, sesuai diskusi dengan SKK Migas.
Yudantoro menjelaskan, selain pengeboran sumur pengembangan, dalam jangka panjang telah disiapkan pula program-program lainnya berupa infill drilling, pengeboran sumur eksplorasi, workover/well intervention, optimasi program waterflood dan steamflood, CEOR, serta program lainnya untuk menambah cadangan.
“Sesuai dengan jangka waktu kontrak bagi hasil dengan pemerintah, Blok Rokan akan dioperasikan hingga tahun 2041 oleh PHR. Pada masa itu kami harus memastikan Blok Rokan terus dapat berkontribusi maksimal terhadap produksi nasional melalui berbagai program yang kami jalankan,” kata Yudantoro.
Corporate Secretary Pertamina Hulu Energi Whisnu Bahriansyah menambahkan bahwa kesiapan alih kelola tidak hanya dilakukan pada aspek operasional. Tetapi juga pembinaan hubungan baik dengan para stakeholders.
“Subholding Upsteam Pertamina melalui PHR juga melakukan persiapkan program kemasyarakatan, sehingga pascaalih kelola tidak hanya sisi operasional yang akan jalan berkesinambungan, tetapi juga di sisi sosial, masyarakat dan lingkungan,” tambahnya.
Nasib Pekerja dan Limbah
Nasib pekerja di PT CPI memang menjadi salah satu fokus banyak pihak pada masa transisi saat ini. Maka dari itu, Wakil Ketua DPRD Riau Hardianto meminta agar PT Pertamina dapat mengakomodir seluruh pekerja PT CPI yang merupakan putra daerah Riau. Termasuk juga bila ada proses rekrutmen pekerja nanti. Ia sangat mengharapkan putra daerah Riau bisa menjadi prioritas untuk diterima sebagai pekerja. Hal itu disampaikan Hardianto saat mengikuti rapat bersama Panja Migas DPR RI baru-baru ini.
“Ada dua poin yang saya sampaikan. Pertama untuk pekerja. Kami tentunya tidak ingin banyak putra daerah yang menganggur. Ibarat kata pepatah ayam mati di lumbung padi. Ini kan tidak lucu,” sebutnya.
Untuk poin yang kedua, politikus Gerindra ini meminta agar PT CPI bisa menyelesaikan persoalan limbah setelah dilakukan eksplorasi atau yang dikenal dengan istilah tanah terkontaminasi minyak (TTM).
Menurut dia, persoalan tersebut sangat tidak mungkin menjadi tanggung jawab kontraktor baru yang dalam hal ini adalah PT Pertamina. Maka dari itu, dirinya dengan tegas meminta agar panja betul-betul menekankan penyelesaian TTM kepada PT CPI.
“Tidak mungkin ini menjadi warisan kepada kontraktor baru,” tuturnya.(nda)