JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat mengusut dugaan suap perpanjanhan izin hak guna usaha perkebunan kelapa sawit yang menjerat Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra. Penyidik lembaga antirasuah menggeledah tiga lokasi berbeda yang berada di wilayah Pekanbaru pada Kamis (21/10/2021) kemarin.
Adapun tiga lokasi yang menjadi target penggeledahan di Pekanbaru antara lain, kantor di Kecamatan Lima Puluh, rumah kediaman di Tangkerang dan rumah kediaman di Maharatu, Marpoyan Damai.
“Dari tiga lokasi dimaksud, ditemukan dan diamankan bukti antara lain berbagai dokumen berupa catatan keuangan yang diduga terkait dengan perkara,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (22/10/2021).
Ali menyampaikan, barang bukti yang diamankan dalam penggeledahan akan dianalisa, selanjutnya akan disita untuk melengkapi alat bukti berkas perkara.
“Selanjutnya bukti-bukti tersebut akan dicocokkan keterkaitannya dengan perkara ini dan dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersangka AP dkk,” tegas Ali.
Dalam perkaranya, KPK menduga Bupati Kuansing menerima suap senilai Rp700 juta. Uang suap itu diduga terkait fee 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) yang seharusnya di bangun di Kabupaten Kuantan Singingi dibutuhkan minimal uang Rp 2 miliar.
Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi Putra selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak cepat mengusut dugaan suap perpanjanhan izin hak guna usaha perkebunan kelapa sawit yang menjerat Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra. Penyidik lembaga antirasuah menggeledah tiga lokasi berbeda yang berada di wilayah Pekanbaru pada Kamis (21/10/2021) kemarin.
Adapun tiga lokasi yang menjadi target penggeledahan di Pekanbaru antara lain, kantor di Kecamatan Lima Puluh, rumah kediaman di Tangkerang dan rumah kediaman di Maharatu, Marpoyan Damai.
- Advertisement -
“Dari tiga lokasi dimaksud, ditemukan dan diamankan bukti antara lain berbagai dokumen berupa catatan keuangan yang diduga terkait dengan perkara,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (22/10/2021).
Ali menyampaikan, barang bukti yang diamankan dalam penggeledahan akan dianalisa, selanjutnya akan disita untuk melengkapi alat bukti berkas perkara.
- Advertisement -
“Selanjutnya bukti-bukti tersebut akan dicocokkan keterkaitannya dengan perkara ini dan dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersangka AP dkk,” tegas Ali.
Dalam perkaranya, KPK menduga Bupati Kuansing menerima suap senilai Rp700 juta. Uang suap itu diduga terkait fee 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan izin hak guna usaha (HGU) yang seharusnya di bangun di Kabupaten Kuantan Singingi dibutuhkan minimal uang Rp 2 miliar.
Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi Putra selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Eka G Putra