Jumat, 22 November 2024

Masyarakat Keluhkan Penutupan Akses oleh Perusahaan

- Advertisement -

PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau melangsungkan pertemuan bersama masyarakat dari 24 desa di Kabupaten Kuantan Singingi, Rabu (15/9). Pertemuan tersebut membahas aduan perihal akses jalan menuju kebun masyarakat yang ditutup oleh PT DPN dengan membuat parit gajah.

Dimana, dari aduan masyarakat, pihak perusahaan mengklaim kebun tersebut masuk ke dalam areal Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan. Pertemuan tersebut dipimpin langsung Ketua DPRD Riau Yulisman, Wakil Ketua DPRD Riau Syafarudin Potti, Anggota DPRD Riau daerah pemilihan Kuantan Singingi Marwan Yohanis dan perwakilan kepala desa di Ruang Medium DPRD Riau.

- Advertisement -

Usai rapat, anggota DPRD Riau dapil Kuansing, Marwan Yohanis mengatakan, berdasarkan aduan masyarakat bahwa PT DPN sebelumnya diduga membuat surat edaran yang meminta agar masyarakat menjual lahan yang diklaim berada areal HGU sampai 31 Agustus 2021. Apabila

dalam batas waktu yang telah ditentukan, masyarakat tidak menjual kepada perusahaan maka pihak perusahaan memutuskan untuk menutup akses jalan yang dilintasi masyarakat.

"Kasus ini seolah-olah masyarakat yang serobot HGU perusahaan padahal perusahaan yang telah menyerobot lahan desa dan tanah ulayat. Jadi sampai 31 Agustus masyarakat tidak ada yang mau menjual. Perusahaan kemudian memutus jalan dengan menggali parit 4 x 5 meter yang dilewati masyarakat," tutur Marwan.

- Advertisement -
Baca Juga:  Pelantikan DPRD Riau Sempat Ricuh

Sebelumnya pihak DPN mengatakan memutus akses dengan alasan keamanan perusahaan karena pernah ada kasus pencurian yang terjadi. Hal itupun mendapat respon keras dari Politisi Gerindra tersebut. Marwan menilai, alasan perusahaan tidak masuk akal. Sebab bila memang ada kasus pencurian atau pidana, seharusnya jalur yang ditempuh adalah jalur hukum. Bukan menutup akses masyarakat.

Marwan mengatakan, atas kasus ini dan persoalan sengketa lahan lainnya dewan merencanakan pembentukan panitia khusus. Sebab, sejak awal terjadi, Marwan mengklaim sudah 50 persen fraksi di DPRD mendukung pembentukan pansus. Sedangkan sisanya, berjanji akan menyusul memberikan dukungan.

"Alhamdulillah respon teman-teman untuk membela hak-hak masyakat sangat cepat," imbuhnya.

Sementara itu, Tokoh Masyarakat Kuansing Dyuskri Mansur meminta agar pemerintah daerah mencarikan solusi konkret atas perseteruan yang terjadi antara masyarakat dengan korporasi yang sudah berlangsung sejak 1998. Pemerintah harus hadir untuk melindungi hak-hak masyarakat.

"Kami minta kepada pemda untuk dapat mencarikan solusi yang paling bijaksana atas persoalan ini. Jangan sampai penduduk pribumi diancam oleh mereka yang usaha di tempat kita. Kita yang punya kita pula yang diancam," sebutnya.

Dia mengatakan kronologi awal sengketa lahan itu bermula pada tahun 1993. Dimana masyarakat mengusulkan kemitraan inti plasma melalui pola KKPA kepada perusahaan. Awalnya usulan itu diterima oleh perusahaan. Namun di tengah jalan kesepakatan pun diabaikan oleh PT DPN. Kurangnya sokongan pemerintah untuk merealisasikan kesepakatan tersebut pun menjadi pemicu.

Baca Juga:  Positivity Rate Turun Jadi 6 Persen

Konflik terus bergulir hingga 1998. Dari hasil pertemuan saat itu, perusahaan berjanji untuk mengakomodir permintaan masyarakat dengan membuka lahan seluas 2.025 hektare untuk digarap oleh masyarakat melalui pola kemitraan.

"Jumlah yang disetujui waktu itu seluas 2025 hektare untuk 19 desa yang terdiri dari tiga kenegerian dan satu KUD. Kesepakatan ini ditandatangani oleh manajer perusahaan dan pemangku adat. Ada beberapa poin dalam perjanjian itu, bersedia membangun masjid dan Balai Adat. Nah yang terakhir bersedia membuatkan kebun. Ini tidak direalisasikan oleh mereka," paparnya.

Dalam perjalanannya, pihak PT DPN tetap mengingkari kesepakatan yang telah dibuat. Pada 1999, perusahaan dengan tokoh adat membuat lagi kesepakatan baru melalui pemberian uang sagu hati. Dimana, setiap desa menerima uang Rp175 juta per kenegerian sebagai uang sagu hati bukan ganti rugi.

Terpisah, Humas PT Duta Palma Muhammad Afsdal saat dicoba dikonfirmasi Riau Pos melalui pesan singkat Whatsapp hanya membaca pesan yang Riau Pos kirimkan.(nda)

 

PEKANBARU, (RIAUPOS.CO) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau melangsungkan pertemuan bersama masyarakat dari 24 desa di Kabupaten Kuantan Singingi, Rabu (15/9). Pertemuan tersebut membahas aduan perihal akses jalan menuju kebun masyarakat yang ditutup oleh PT DPN dengan membuat parit gajah.

Dimana, dari aduan masyarakat, pihak perusahaan mengklaim kebun tersebut masuk ke dalam areal Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan. Pertemuan tersebut dipimpin langsung Ketua DPRD Riau Yulisman, Wakil Ketua DPRD Riau Syafarudin Potti, Anggota DPRD Riau daerah pemilihan Kuantan Singingi Marwan Yohanis dan perwakilan kepala desa di Ruang Medium DPRD Riau.

- Advertisement -

Usai rapat, anggota DPRD Riau dapil Kuansing, Marwan Yohanis mengatakan, berdasarkan aduan masyarakat bahwa PT DPN sebelumnya diduga membuat surat edaran yang meminta agar masyarakat menjual lahan yang diklaim berada areal HGU sampai 31 Agustus 2021. Apabila

dalam batas waktu yang telah ditentukan, masyarakat tidak menjual kepada perusahaan maka pihak perusahaan memutuskan untuk menutup akses jalan yang dilintasi masyarakat.

- Advertisement -

"Kasus ini seolah-olah masyarakat yang serobot HGU perusahaan padahal perusahaan yang telah menyerobot lahan desa dan tanah ulayat. Jadi sampai 31 Agustus masyarakat tidak ada yang mau menjual. Perusahaan kemudian memutus jalan dengan menggali parit 4 x 5 meter yang dilewati masyarakat," tutur Marwan.

Baca Juga:  Positivity Rate Turun Jadi 6 Persen

Sebelumnya pihak DPN mengatakan memutus akses dengan alasan keamanan perusahaan karena pernah ada kasus pencurian yang terjadi. Hal itupun mendapat respon keras dari Politisi Gerindra tersebut. Marwan menilai, alasan perusahaan tidak masuk akal. Sebab bila memang ada kasus pencurian atau pidana, seharusnya jalur yang ditempuh adalah jalur hukum. Bukan menutup akses masyarakat.

Marwan mengatakan, atas kasus ini dan persoalan sengketa lahan lainnya dewan merencanakan pembentukan panitia khusus. Sebab, sejak awal terjadi, Marwan mengklaim sudah 50 persen fraksi di DPRD mendukung pembentukan pansus. Sedangkan sisanya, berjanji akan menyusul memberikan dukungan.

"Alhamdulillah respon teman-teman untuk membela hak-hak masyakat sangat cepat," imbuhnya.

Sementara itu, Tokoh Masyarakat Kuansing Dyuskri Mansur meminta agar pemerintah daerah mencarikan solusi konkret atas perseteruan yang terjadi antara masyarakat dengan korporasi yang sudah berlangsung sejak 1998. Pemerintah harus hadir untuk melindungi hak-hak masyarakat.

"Kami minta kepada pemda untuk dapat mencarikan solusi yang paling bijaksana atas persoalan ini. Jangan sampai penduduk pribumi diancam oleh mereka yang usaha di tempat kita. Kita yang punya kita pula yang diancam," sebutnya.

Dia mengatakan kronologi awal sengketa lahan itu bermula pada tahun 1993. Dimana masyarakat mengusulkan kemitraan inti plasma melalui pola KKPA kepada perusahaan. Awalnya usulan itu diterima oleh perusahaan. Namun di tengah jalan kesepakatan pun diabaikan oleh PT DPN. Kurangnya sokongan pemerintah untuk merealisasikan kesepakatan tersebut pun menjadi pemicu.

Baca Juga:  3.779 ODP di Riau Dinyatakan Sehat dan Tidak Terinfeksi Virus Corona

Konflik terus bergulir hingga 1998. Dari hasil pertemuan saat itu, perusahaan berjanji untuk mengakomodir permintaan masyarakat dengan membuka lahan seluas 2.025 hektare untuk digarap oleh masyarakat melalui pola kemitraan.

"Jumlah yang disetujui waktu itu seluas 2025 hektare untuk 19 desa yang terdiri dari tiga kenegerian dan satu KUD. Kesepakatan ini ditandatangani oleh manajer perusahaan dan pemangku adat. Ada beberapa poin dalam perjanjian itu, bersedia membangun masjid dan Balai Adat. Nah yang terakhir bersedia membuatkan kebun. Ini tidak direalisasikan oleh mereka," paparnya.

Dalam perjalanannya, pihak PT DPN tetap mengingkari kesepakatan yang telah dibuat. Pada 1999, perusahaan dengan tokoh adat membuat lagi kesepakatan baru melalui pemberian uang sagu hati. Dimana, setiap desa menerima uang Rp175 juta per kenegerian sebagai uang sagu hati bukan ganti rugi.

Terpisah, Humas PT Duta Palma Muhammad Afsdal saat dicoba dikonfirmasi Riau Pos melalui pesan singkat Whatsapp hanya membaca pesan yang Riau Pos kirimkan.(nda)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari