PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Pemerintah Provinsi Riau mengklaim mendapat sinyal dari Pemerintah Pusat untuk melakukan pinjaman guna pembangunan infrastruktur dengan sistem sukuk atau syariah. Hanya saja, wacana tersebut masih belum matang karena belum dilengkapi dengan kajian dan belum dikomunikasikan dengan pihak legislatif.
Ketertarikan Pemerintah Provinsi Riau untuk melakukan pinjaman itu karena pihaknya mengakui adanya keterbatasan anggaran untuk melakukan pengembangan infrastruktur. Hanya saja, planning itu menjadi sorotan dan dipertanyakan pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) karena belum pernah dikomunikasikan sebelumnya. Begitu juga soal tahapan, peruntukan dan bagaimana sistem pembayarannya yang perlu dilakukan kajian secara menyeluruh.
"Rencana itu kami bicarakan terlebih dahulu dengan DPRD Riau. Karena bagaimanapun peminjaman tersebut juga harus dengan persetujuan DPRD," kata Gubri.
Wacana peminjaman dengan pola sukuk daerah untuk pembangunan infrastruktur tersebut, dikatakan Gubri juga sudah menjadi wacana beberapa provinsi lain di Indonesia.
"Pada pertemuan Presiden dengan gubernur se Indonesia Juni lalu, Presiden juga sudah menyampaikan gagasan pinjaman sistem sukuk tersebut. Selanjutnya tergantung pemerintah daerah lagi," sebutnya.
Sementara itu Asisten II Sekretariat Daerah Provinsi Riau Eva Revita mengatakan, pihaknya masih akan mempelajari terkait pinjaman dengan sistem sukuk tersebut. Pasalnya, ada beberapa regulasi baru.
"Kami saat ini masih mempelajari terkait sukuk daerah ini. Karena memang ada beberapa regulasi yang harus direvisi terlebih dahulu baru bisa melangkah ke tahap selanjutnya," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, jika dilihat dari metode pembiayaan pinjaman dengan sistem sukuk ini cukup memudahkan sehingga bisa dipertimbangkan. Apalagi nantinya jika digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
"Untuk itu kami saat ini akan melakukan kajian-kajian lebih detail lagi terkait keperluan daerah. Terutama yang terkait dengan pembangunan infrastruktur," sebutnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan Kawasan Pemukiman Pertanahan (PUPR PKPP) Riau Taufiq OH mengatakan, dengan keterbatasan anggaran untuk pembangunan infrastruktur di Riau, metode sukuk daerah ini bisa menjadi salah satu solusi untuk bisa melakukan pembangunan bagi daerah.
"Karena saat ini, panjang jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Riau sekitar 3.600-an km. Yang dalam kondisi mantap sebanyak 63 persen, sedangkan sisanya itulah yang harus dibiayai baik perawatan atau pembangunan jalan baru," sebutnya.
Sistem sukuk daerah ini, menurut Taufiq menjadi salah satu rujukan terhadap rencana Gubri yang ingin meminjam dana untuk pembangunan infrastruktur di Riau beberapa waktu lalu sebesar Rp4 triliun.
"Ini salah satu bentuk rujukan untuk pinjaman itu," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, ternyata sukuk daerah ini lebih fleksibel. Di mana, dengan hanya menerbitkan satu surat izin, yakni sukuk daerah yang diajukan ke Kementerian Keuangan dan Kemendagri, bisa digunakan untuk beberapa sektor.
"Seperti bisa untuk sektor jalan, jembatan, pelabuhan dan juga sektor pariwisata. Intinya bisa semua yang terkait, jadi bisa fleksibel," ujarnya.
Selain itu, dari sisi pengembalian, ujar Taufiq, juga bisa diatur. Pengembalian tersebut termasuk pada imbalan bukan bunga, karena sistem sukuk ini tidak ada sistem bunga, termasuk jatuh tempo pengembalian juga bisa diatur.
"Untuk besaran pinjaman, tergantung pada usulan daerah. Misalnya kita pinjam Rp5 triliun, itu tidak langsung diambil semuanya, tapi bisa diangsur juga mengambilnya. Tapi total anggaran yang disediakan untuk Riau tetap Rp5 triliun," jelasnya.
Untuk realisasinya, menurut Taufiq, berdasarkan informasi dari pihak OJK tergantung pada percepatan pengusulan daerah dan perubahan PP 56 2018 terkait sukuk daerah, karena PP 56 yang menjadi dasar sukuk daerah ini belum secara eksplisit membahas sukuk daerah.
"Kalau segala prosedurnya sudah selesai akhir tahun ini, maka bisa langsung dilakukan pembahasan dan tahun 2021 bisa dijalankan," sebutnya.
Sementara itu Kepala OJK perwakilan Riau Yusri mengatakan dalam hal sukuk ini, tugas dari OJK yakni mendukung pengembangan ekonomi daerah melalui penyediaan pembiayaan-pembiayaan di daerah. Terkait sukuk ini, juga tidak semua daerah mendapatkan.
"Kenapa Riau dipilih sebagai salah satu yang bisa menerima program sukuk ini? Ini dikarenakan Riau memiliki indeks kapasitas fiskal daerah dengan kategori yang tinggi. Kemudian laporan keuangan Pemprov Riau juga meraih opini wajar tanpa pengecualian selama lima tahun berturut-turut," sebutnya.
Hal tersebut, lanjut Yusri, menjadi pertimbangan pemerintah pusat untuk memilih Riau sebagai salah satu daerah yang bisa mendapatkan program sukuk tersebut. Selain itu, Riau memiliki kriteria dari sisi ekonomi, sosial dan demografis.
"Itulah yang menjadi beberapa pertimbangan yang menginisiasi kenapa Riau dipilih untuk menjadi salah satu penerima program sukuk ini," jelasnya.
Yusri menjelaskan berdasarkann POJK No 18 Tahun 2015 tentang penerbitan dan bersyaratan sukuk, sukuk adalah efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas aset yang mendasarinya. Sementara itu, POJK No 61 Tahun 2017 juga menjelaskan sukuk daerah adalah efek syariah berupa sertifikat atua bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi, atas aset yang mendasarinya, yang diterbitkan oleh pemerintah.
"Mekanisme penerbitan sukuk daerah dimulai dari persiapan di daerah, kemudian persetujuan prinsip DPRD, setelah itu harus mendapatkan pertimbangan Menteri Dalam Negeri dan persetujuan Menteri Keuangan, selanjutnya pernyataan pendaftaran dan efektif OJK, lalu listing di Bursa Efek Indonesia," tutur Yusri.
Lebih lanjut, Yusri menuturkan sukuk daerah memiliki kelebihan dibandingakn dengan model pembiayaan lainnya, seperti pembayaran pokok tidak harus diangsur, dapat dilakukan pada saat jatuh tempo; feleksibel dalam menentukan imbal hasil; dapat di-buyback/ dilunasi lebih awal tanpa penalti, jangka waktu jatuh tempo dapat ditetapkan lebih fleksibel sesuai kebutuhan; penerbitan dapat dilakukan secara bertahap menyesuaikan dengan keperluan pendanaan; serta dana hasil penerbita dapat digunakan untuk pembiayaan beberapa proyek sekaligus.
Menanggapi rencana peminjaman uang tersebut, Ketua Komisi III DPRD Riau Husaimi Hamidi mengaku pihaknya belum mendapat informasi secara detail dari pihak pemprov. Meski begitu, jika memang ada keinginan untuk meminjam, dia meminta agar pemprov tetap melakukan kajian secara mendasar. Termasuk soal bagaimana pembayaran utang tersebut nantinya.
"Kami minta tolong dikaji betul. Jika memang harus meminjam uang, gunanya untuk apa? itu semua harus jelas dan matang," sebut Husaimi.
Pihaknya juga akan tetap memanggil pihak terkait di lingkungan Pemprov Riau untuk mendapatkan informasi pasti soal rencana yang sebelumnya disampaikan Asisten II Setdaprov Riau Eva Revita itu. Nantinya, komisi III juga turut memberikan saran pemikiran mengenai langkah apa saja yang harusnya diambil oleh pemprov. "Tetap harus hati-hati. Nggak bisa sembarangan. Makanya ini nanti akan kami panggil ini. Seperti apa detailnya," imbuhnya.(sol/anf/nda)