(RIAUPOS.CO) — Abrasi di pulau-pulau terluar provinsi Riau, saat ini masih masih terus terjadi. Dari data yang dimiliki Pemerintah provinsi (Pemprov) Riau, abrasi ditiga pulau terluar yakni Pulau Rangsang di Kabupaten Kepulauan Meranti, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis, sudah mencapai sepanjang 167,32 kilometer (km).
Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, selain terjadi abrasi pantai ditiga pulau tersebut, di lokasi itu saat ini juga terjadi kerusakan mangrove seluas 16 ribu ha. Untuk penyebab abrasi tersebut adalah karena karakteristik pulau-pulau itu bertanah gambut.
‘’Percepatan abrasi ini juga akibat hantaman gelombang laut pada bulan tertentu. Sedangkan untuk kerusakan mangrove, terjadi akibat penebangan mangrove secara ilegal,†katanya usai mengikuti acara FGD rencana penanganan abrasi di kantor Gubernur Riau, Jumat (12/7).
Menurut Syamsuar, persoalan abrasi ini sudah merupakan masalah lama. Di mana pemerintah kabupaten maupun provinsi tidak sanggup mengatasi perosoalan abrasi ini sendiri karena memerlukan dana yang cukup banyak. Untuk itu, menurutnya peluru dukungan dari pemerintah pusat melalui kementerian terkait.
‘’Abrasi ini persoalan sudah lama, pemerintah provinsi dan kabupaten tidak kuat untuk menangani perosoalan ini dengan dana APBD. Tentunya harus ada bantuan pemerintah pusat, baru nantinya APBD bisa digunakan untuk pemberdayaan masyarakat,†sebutnya.
Menurut Syamsuar, dalam penanganan abrasi ini, harus dibuat jangka panjang dan pendek. Untuk jangka pendek, bisa dilakukan penanganan pada lokasi prioritas yang paling banyak terdampak abrasi, karena memang jika harus langsung dilakukan penanganan memerlukan dana yang cukup besar.
‘’Dari hitungan sementara kami, untuk melakukan penanganan abrasi sepanjang 167 km itu perlu dana Rp4 triliun. Kalau langsung dilaksanakan semua memang sulit, namun harus dilakukan secara bertahap dulu di lokasi yang paling prioritas sering terkena ombak tinggi,†ujarnya.
Khusus untuk persoalan kerusakan mangrove, menurut Syamsuar satu-satunya cara yang dapat dilakukan yang dengan meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar pulau tersebut.
Pasalnya, kurangnya lapangan pekerjaan di pulau-pulau tersebut membuat masyarakat terpaksa menebang pohon mangrove sebagai mata pencaharian.
‘’Persoalan kerusakan mangrove ini ada kaitannya dengan perekonomian, karena tidak ada celah cari nafkah lagi selain menebang mangrove bagi masyarakat disana. Untuk itu, tak perlu cari akar masalah lagi, perhatikan saja perekonomian masyarakat disana dengan berikan mata pencaharian lain, maka hutan mangrove akan terjaga,†sebutnya.(izl)