PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Semester pertama (I) 2019, perlambatan ekonomi nasional berdampak pada merosotnya pertumbuhan ekonomi Riau. Hingga 2020, ekonomi Riau disebut dalam fase kontraksi (bad times). Ditambah terjadinya gagal salur dana transfer pusat bersumber APBN senilai total Rp242,72 miliar. Terdiri dari DAK Fisik sebesar Rp204,78 miliar dan Dana Kelurahan sebesar Rp37,94 miliar.
Hal ini terungkap dalam kegiatan Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi Riau Periode Agustus 2019 dan Perkembangan Fiskal Regional Provinsi Riau Semester I 2019 di Pekanbaru, Kamis (10/10). Acara ini ditaja Bank Indonesia Perwakilan Riau berkolaborasi dengan Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Riau.
Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi BI Perwakilan Riau Teguh Setiadi tampil selaku narasumber bersama Kepala KanwilDitjen Perbendaharaan Riau Bakhtaruddin. "Dari beberapa jenis dana transfer, yang sudah dapat dipastikan terjadi gagal salur adalah DAK fisik dan dana transfer kelurahan," ungkap Bakhtaruddin.
Dijelaskannya penyaluran dana transfer dilaksanakan setelah terpenuhinya beberapa persyaratan termasuk capaian kinerja /output. Dalam hal persyaratan jika tidak terpenuhi maka dapat berpotensi terjadinya gagal salur. Bakhtaruddin sangat menyayangkan gagal salur dana transfer pusat, karena mengingat terjadinya saat melambatnya perekonomian dan rendahnya pertumbuhan ekonomi Riau. "Terdapat stimulus fiskal berupa dana dari pusat. Namun tidak termanfaatkan dan hangus," sambungnya.
Bakhtaruddin dalam paparannya menyampaikan terkait perkembangan kinerja APBN dan APBD di wilayah Riau semester I tahun 2019. Perkembangan kinerja APBN Wilayah Provinsi Riau realisasi pendapatan negara di Wilayah Provinsi Riau sampai dengan triwulan II 2019 mencapai Rp7,95 triliun, tumbuh 22,14 persen dibanding periode yang sama tahun 2018.
Sementara belanja negara dapat terealisasi Rp15,66 triliun atau tumbuh 19,25 persen. Dengan realisasi pendapatan dan belanja negara tersebut maka realisasi defisit APBN Wilayah Provinsi Riau mencapai Rp7,71 triliun. Pendapatan negara terdiri dari penerimaan perpajakan dengan realisasi Rp7,53 triliun atau 41,76 persen dari target, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan realisasi 42,78 miliar atau 68,35 persen dari target.
Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat dan Transfer ke daerah dan Dana Desa (TKDD) Belanja pemerintah pusat sampai dengan triwulan II 2019 dapat direalisasi Rp3,39 triliun atau 43,38 persen dari pagu, mengalami pertumbuhan 29,03 persen dibanding periode yang sama tahun 2018. Sementara realisasi TKDD (DAU, DBH, DID, DAK Fisik/Non Fisik, Dana Desa) mencapai 12,27 triliun, atau 45,49 persen dari pagu, tumbuh 16,8 persen dibanding triwulan II 2018.
Sementara Teguh Setiadi mengatakan, pada triwulan II tahun 2019, perekonomian Riau tumbuh 2,80 persen (yoy), sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan TW I tahun 2019 yang tercatat 2,87 persen (yoy). Perlambatan utamanya disebabkan masih berlanjutnya kontraksi di sektor pertambangan migas sejalan dengan natural declining lifting minyak bumi di tengah belum adanya investasi besar karena beralihnya kontrak pengelolaan Blok Rokan pada tahun 2021.
Perlambatan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga tumbuh melambat yaitu dari 5,07 persen (yoy) pada triwulan I menjadi 5,05 persen (yoy) pada triwulan II. "Perlambatan yang lebih dalam tertahan masih relatif kuatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan sejalan dengan tingginya penyerapan B20 domestik dan meningkatknya kinerja industri pulp dan kertas," bebernya.(egp/rir)