PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Untuk menanggulangi anak putus sekolah di Riau. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Pendidikan akan membentuk Satgas penanggulangan anak putus sekolah. Hal ini dianggap mendesak, sebab angka rata-rata lama sekolah berkorelasi dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Kepala Dinas Pendidikan Riau Kamsol mengatakan, Satgas ini akan bekerja menanggulangi masalah anak putus sekolah yang menjadi hak dasar setiap anak untuk mendapat pendidikan.
"2022 ini kami akan bentuk Satgas penanggulangan anak putus sekolah. Satgas ini lah nantinya yang akan menyelesaikan empat pokok masalah dasar di sektor pendidikan di Riau," katanya.
Dia mengatakan, ada empat hal penting yang menjadi faktor penghambat terwujudnya hak anak untuk mendapatkan wajib belajar. Adapun keempat persoalan besar tersebut yakni persoalan geografis, sosial, ekonomi dan kesenjangan infrastruktur sekolah.
Keempat faktor tersebut bisa dilihat sangat jelas di sekolah-sekolah yang terdapat di berbagai daerah di Riau.
"Makanya memang di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Inhil itu rendah partisipasi wajib belajarnya. Hal tersebut juga karena persoalan geografis wilayah yang memengaruhi infrastruktur sekolah," jelasnya.
Satgas penanggulangan anak putus sekolah ini, nantinya akan dibentuk secara menyeluruh dan tersebar di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Riau. Kehadiran satgas ini dianggap mendesak mengingat ada banyak persoalan pendidikan di Riau yag harus dituntaskan segera.
Menurutnya, angka rata-rata lama sekolah di Riau perlu didongkrak mengingat hal ini berkolerasi terhadap meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Riau ke depan.
"Empat persoalan dasar itu tadu harus segera diselesaikan, kalau kita ingin angka rata-rata lama sekolah naik cepat. Karena makin naik angka rata-rata lama sekolah, makin naik IPM kita," ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Kamsol juga memaparkan bahwa anak tidak sekolah berdasarkan data Angka Partisipasi Kasar (APK), dari tingkat SMP/MTs ke SMA/SMK/MA untuk tahun 2021 lebih kurang 27 ribu siswa. Anak tidak sekolah tersebut terus bertambah setiap tahunnya. Salah satu penyebab masih adanya anak tidak sekolah tersebut dikarenakan tidak tertampung dijenjang sekolah yang lebih tinggi.
"Dari data APK, dari SMP/MTs ke SMA/SMK dan MA lebih kurang 27 ribu siswa yang tak tertampung setiap tahunnya. Karena tak tertampung, sampai sekarang ini kalau ditotal-total sudah mencapai 123.840 orang," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, angka anak tidak sekolah tersebut rata-rata untuk usia 16-18 tahun atau tingkat sekolah menengah sederajat. Karena itu perlu dicarikan solusi untuk penyelesaian permasalahan tersebut.
"Artinya lulusan SMP/MTs dengan jumlah bangku yang ada di SMA/SMK dan MA negeri dan swasta itu ada selisih 20 ribu. Jadi yang 20 ribu ini kemana? Sementara kalau melihat angka partisipasi, berarti yang 20 ribu siswa itu tidak sekolah," jelasnya.(sol)