Doa agar Juliar bisa cepat pulang hanya didapatkannya dari Darmiwati (52) ibundanya. Sebagai ibu, Darmiwati tak ingin berlebihan membela anaknya. “Di dunia ini, mungkin banyak orangtua yang membela anaknya, meski anaknya bersalah.
Tapi tidak dengan saya. Saya tidak ingin melakukan hal itu. Saya yakin kebenaran pasti akan terungkap. Dan pertolongan Allah sangat dekat,†ucapnya.
Doa satu-satunya yang setiap hari dia panjatkan untuk kebaikan putranya. Darmiwati ingat betul saat pertama kali mendapat kabar Juliar ditangkap atas kasus narkoba. Saat itu sekitar pukul 14.00 WIB, tetangga sebelah rumahnya H Arifin yang juga Ketua Lembaga Adat Melayu, Kecamatan Bantan membawa kabar itu.
Tubuh ini rasanya lemas. Berdiri pun rasanya sudah tak sanggup. Air mata tak terbendung lagi. Situasinya, antara sadar dengan tidak. Bingung harus berbuat apa, karena selama ini tidak pernah berurusan dengan pihak kepolisian.
Sejak kejadian itu, berhari-hari tidak berselera makan. Tak peduli lagi dengan situasi rumah maupun kebun karet yang menjadi tumpuan hidup harus ditakik. Akhirnya posisi menakik digantikan adik perempuan Iyar yang sekolah di Madrasah Aliyah.
Menurut Darmiwati, Iyar terlihat tegar. Meski lewat tatapannya, Darmiwati tahu betul putranya itu terluka dan sangat bersedih, namun dia berusaha tidak memperlihatkannya.
“Bahkan Iyar selalu mengingatkan agar saya jangan memaksakan diri untuk setiap pekan membesuknya. Dia selalu bilang kalau tidak ada uang tak usah membesuk. Lebih bagus uangnya untuk transportasi adik-adiknya berangkat sekokah,†sebut Darmiwati.
Hal yang tak dapat dilupakan Darmiwati adalah saat vonis. Darmiwati menunggui sampai Iyar dan dua terdakwa lainnya divonis. Darmiwati sangat tidak menyangka putranya dijatuhi hukuman mati. Lunglai seluruh tubuhnya, harapannya punah. Rasanya dunia menjadi gelap. Namun dia sadar, dia tidak boleh lemah di hadapan Iyar. Meski hatinya hancur berkeping-keping, namun di hadapan Iyar dia tidak menangis. Malah sebaliknya, Iyar yang menangis di sel tahanan pengadilan,†cerita Darmiwati, sambil mengatakan ingin memeluk putranya itu dan menenangkannya, namun terpisah oleh jeruji besi.
Sejak saat itulah, Darmiwati sadar bahwa air mata tidak bisa mengubah keadaan. Darmiwati memilih berhenti menangis, dan berserah atas kehendak Sang Pencipta. Dari lubuk hatinya yang terdalam dia yakin, putranya itu akan pulang.