JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Janji Presiden Joko Widodo untuk menyederhanakan birokrasi dipertanyakan. Di tengah rencana pemangkasan eselon, Jokowi malah menambah struktur di kementerian dengan mengangkat 12 wakil menteri (Wamen) untuk 11 kementerian.
Jumlah tersebut meningkat dari sebelumnya yang hanya memiliki tiga Wamen. Yakni, wakil menteri luar negeri, wakil menteri keuangan, dan wakil menteri ESDM. Terlebih, di antara 12 Wamen yang diputuskan, dominasi dari kalangan elite partai politik dan relawan cukup kuat. Yakni, 7 orang berbanding 5 orang yang berasal dari kalangan profesional.
Pengamat politik Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan, sama dengan menteri, wakil menteri juga jabatan politis. Posisinya kerap diisi untuk mengakomodasi kepentingan politik. Ujang menilai Jokowi sengaja memperbanyak Wamen untuk mewadahi kelompok yang tidak masuk kabinet. ”Jatah untuk partai kelas dua. Makanya ada PSI, ada Perindo, relawan,” ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (25/10).
Dari segi urgensi, lanjut dia, keberadaan Wamen relatif tidak terlalu penting. Sebab, menteri sudah dibantu sekretariat jenderal dan Dirjen atau deputi. Namun, bagi stabilitas pemerintahan, presiden berkepentingan mengakomodasi berbagai kelompok dan representasi. ”Untuk rakyat nyaris tidak ada. Justru menambah anggaran yang dikeluarkan. Tapi, bagi Jokowi, ini penting,” imbuhnya.
Pernyataan senada disampaikan pengamat kebijakan publik Universitas Indonesia Defny Holidin. Menurut dia, keputusan presiden akan berpengaruh besar terhadap kecepatan jalannya roda pemerintahan. ”Saya melihat justru penyelenggaraan pemerintah akan tidak efektif,” ungkap dia. Apalagi, di antara 12 Wamen, lebih banyak yang berasal dari parpol, relawan, serta profesional yang terafiliasi dengan parpol. Fakta itu bertentangan dengan niat mereformasi birokrasi. ”Itu berarti berlawanan dengan tujuan awal membangun reformasi birokrasi yang terlembagakan, yang efisien, yang bisa mengoptimalkan fungsi kerja birokrasi,” terangnya.
Keputusan yang diambil Jokowi, kata dia, memang mirip dengan langkah SBY ketika memulai era kedua kepemimpinannya. Namun, Defny melihat corak yang tampak dari komposisi Wamen era Jokowi jauh dari rasionalitas publik. ”Jadi, kita mungkin bisa menerima posisi Wamen itu kalau memang ada keterbatasan kapasitas birokrasi,” imbuhnya. Padahal, sudah ada pejabat-pejabat karir yang memiliki kompetensi memadai seperti Dirjen dan deputi.
Hal lain yang kurang positif adalah adanya Wamen yang dipasangkan dengan menteri dari parpol. Dia khawatir nanti lebih banyak penetrasi politik ketimbang kerja nyata. Komposisi menteri dan Wamen seperti itu, masih kata Defny, bertentangan dengan tujuan reformasi birokrasi yang ingin mencegah terjadinya politisasi birokrasi.
Keputusan Presiden Jokowi untuk mengangkat 12 wakil menteri (Wamen) juga mendapat kritik dari kubu oposisi, PAN dan PKS. Sekretaris Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mengatakan, reformasi birokrasi yang dijanjikan oleh Jokowi sangat kontraproduktif dengan banyaknya Wamen. Padahal, papar dia, dalam pidato pelantikan 20 Oktober lalu, Jokowi menggebu-gebu akan menyederhanakan eselonisasi. Eselon III dan IV akan dipangkas, menyisakan eselon I dan II. ”Awalnya, saya mengira itu terobosan besar. Tapi, nyatanya, presiden sendiri yang mengangkat banyak wakil menteri,” kata Saleh di kompleks parlemen, Senayan, kemarin (25/10).
Menurut dia, kondisi itu bertentangan dengan janji presiden. Justru dengan banyaknya Wamen, ada potensi tumpang-tindih kewenangan. Apalagi jika menteri memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan wakilnya. Ujung-ujungnya, menurut Saleh, efektivitas kerja kabinet bisa terganggu. ”Belum lagi dari sisi anggaran. Nambah pejabat kan artinya nambah anggaran untuk gaji, dana operasional, dan segala macam,” paparnya.
Padahal, sambung dia, DPR tidak menemukan nomenklatur anggaran khusus untuk Wamen di postur APBN 2020. ”Jadi, anggaran Wamen dari mana?” ucap dia.
Saleh menduga pengangkatan 12 Wamen itu bentuk bagi-bagi jabatan. Jika melihat portofolio wakil menteri, tutur dia, sebagian besar adalah pihak yang ikut membantu di Pilpres 2019. Mulai tim sukses hingga fungsionaris parpol pendukung Jokowi-Ma’ruf.
Pernyataan senada ditegaskan oleh Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. Dia mengatakan, keberadaan 12 Wamen tidak sejalan dengan cita-cita membangun birokrasi ramping. ”Reformasi birokrasi itu, prinsipnya, miskin struktur tapi kaya fungsi,” ucap dia. Dia menambahkan, presiden harus hati-hati dengan keberadaan Wamen. Menurut dia, selain tidak sesuai dengan reformasi birokrasi, keberadaan Wamen berpeluang mengganggu harmoni di lingkaran kabinet. ”Hati-hati lho. Itu bisa menciptakan dua matahari kembar dalam satu kementerian,” imbuh Mardani.
Peneliti LIPI Siti Zuhro mengungkapkan, pengangkatan Wamen adalah bentuk politik akomodatif. Bukan lagi karena faktor kebutuhan, tapi lebih kepada upaya menampung orang-orang yang berjasa dalam pemenangan Jokowi-Ma’ruf. Dia menduga Jokowi menemui kerumitan saat penyusunan kabinet. ”Pak Jokowi berada dalam posisi yang serbadilematis,” papar Siti Zuhro.
Di sisi lain, lanjut dia, Jokowi ingin tancap gas dengan upaya membentuk kabinet yang mumpuni. Namun, di bagian lain, dia direpotkan untuk mengakomodasi kekuatan-kekuatan tertentu. Mulai parpol pendukung hingga tim sukses selama Pilpres 2019.
Padahal, agar bisa efektif, menurut Siti Zuhro, birokrasi seharusnya dibikin menjadi lebih ringkas, lincah, dan tangkas. Tidak justru gemuk. Dia mengajak publik untuk terus melihat performa kabinet di pemerintahan Jokowi jilid II. ”Minimal, kita lihat satu tahun ke depan, apakah dengan Wamen kinerja menjadi lebih bagus atau sebaliknya,” tandas guru besar ilmu politik itu.
Istana Membantah
Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman membantah anggapan birokrasi akan melambat. Sebaliknya, keberadaan Wamen akan membuat pekerjaan lebih terakselerasi. ”Karena kan presiden pengen cepat kerjanya. Jadi harus dibantu banyak orang,” ujarnya. Yang terpenting, lanjut dia, pembagian tugas untuk Wamen harus jelas. Untuk Kementerian Pertahanan, misalnya, visi presiden adalah mempercepat pembangunan industri pertahanan dalam negeri. Visi tersebut akan terbantu dengan adanya Wamen yang memiliki latar belakang industri. ”Keahlian Pak Trenggono kan di korporasi, pembangunan industri. Jadi, beliau akan bantu Pak Prabowo dalam industrialisasi pertahanan negara,” imbuhnya.
Hal lain yang ingin dicapai dengan banyaknya Wamen adalah menambah representasi. Dengan demikian, kabinet bisa terisi putra-putri terbaik Indonesia. ”Semua pulau besar terwakili ya sudah ya. Jawa, Sumatera, Kalimantan kan ada putra dayak. Putra Papua sudah ada, dari Sulawesi Utara iya. Jadi, semuanya sudah lengkap, selesai,” kata dia.
Tugas-Tugas Wamen
Sementara itu, sama seperti pengumuman menteri Rabu, 23 Oktober lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkenalkan langsung para wakil menteri (Wamen) kemarin (25/10). Hanya, jika menteri diperkenalkan di tangga halaman depan Istana Merdeka, pengenalan Wamen digelar di undakan dalam istana yang ukurannya lebih kecil.
Sambil memperkenalkan, Jokowi langsung memberi tugas. Kepada Wamenlu Mahendra Siregar, Jokowi meminta fokus pada diplomasi ekonomi. Khususnya terkait perjanjian perdagangan antarnegara dan investasi global. ”Misalnya Indonesia-Australia CEPA yang belum, saya berikan target kepada Pak Wamenlu untuk diselesaikan,” ujarnya.
Untuk Wamenhan Wahyu Sakti Trenggono, presiden meminta membantu Menhan Prabowo Subianto dalam hal pengembangan industri strategis pertahanan. Kemudian, untuk Wamenparekraf Angela Tanoesoedibjo, Jokowi meminta memperkuat promosi pariwisata. ”Pengusaha yang berpengalaman di bidang media. Pinter dalam promosi-promosi,” kata dia.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal