JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pengacara Yusril Ihza Mahendra menilai serangan politik para kader Partai Demokrat terkait gugatan terhadap anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai adalah sia-sia. Pasalnya, kasus ini sudah masuk ke ranah hukum.
"Pengujian AD ART PD ke Mahkamah Agung adalah langkah hukum yang sah dan konstitusional. Coba Rachland Nasidik menyusun argumen membantah dalil-dalil yang saya kemukakan ke Mahkamah Agung," kata Yusril, Jumat (24/9/2021).
"Sia-sia menggunakan jurus dewa mabuk menghadapi persoalan ini. Para hakim agung tidak akan mempertimbangkan ocehan politik yang mencoba menarik-narik persoalan ini ke sana ke mari," tambah Yusril.
Sebelumnya, sejumlah kader anak buah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyerang Yusril yang menjadi kuasa hukum bagi beberapa pihak yang dipecat Demokrat dengan mempertanyakan motif dan dasar hukumnya.
Yusril, yang merupakan mantan Menteri Sekretaris Negara era SBY itu, ayah AHY, menyebut posisinya di pihak para kader yang dipecat AHY itu lebih kepada persoalan pembelaan hak-hak politik.
"Secara politik saya bisa beda pendapat dan bahkan tidak setuju dengan seseorang atau sekelompok orang. Namun hak-hak dan kepentingan politik orang itu tetap saya bela," dalihnya.
Dia mencontohkannya dengan keterlibatan dirinya dalam penanganan konflik internal di partai lain. Misalnya, konflik kepengurusan Partai Golkar antara kubu Aburizal Bakrie dengan Agung Laksoso, konflik internal PPP antara kubu Suryadharma Ali dengan Romahurmuziy.
Selain itu, ada pembelaannya terhadap Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi yang dibubarkan Pemerintah Jokowi.
"Tadi pagi Ismail Yusanto (eks HTI, red) juga mengatakan kepada saya 'Dengan langkah ini, publik menilai Prof Yusril mendukung kubu Moeldoko menggarong partai orang lain. Gimana Prof?'," ucap Yusril menirukan Ismail.
"Jawab saya, publik juga menilai bahwa saya mendukung HTI untuk mendirikan Negara Khilafah dan membubarkan NKRI, ketika saya membela HTI melawan pemerintah di pengadilan TUN sampai Mahkamah Agung," kata Yusril.
Namun, Yusril menegaskan bahwa keputusannya menjadi tim kuasa hukum bukan berarti mendukung gagasan Hizbut Tahrir mendirikan khilafah.
Ia pun menyebut uji materi AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung itu bisa berdampak terhadap partai lain. Soal gugatan terhadap AD/ART partai lain, dia mempersilakan kader terkait untuk menggugat meski tak melalui dirinya.
"Saya sudah bilang, kalau MA mengabulkan permohonan ini, semua AD/ART parpol bisa diuji formil dan materil kepada MA," kata Yusril.
Politikus Partai Demokrat Rachland Nashidik menyebut klaim netralitas Yusril hanya asap yang menutupi keberpihakan Yusril ke Moeldoko.
"Alih-alih kampiun demokrasi, seperti klaimnya sendiri, Yusril dalam kasus ini justru adalah kuku-kuku tajam dari praktik politik yang menindas," kata dia dalam keterangannya, Jumat (24/9).
Ia pun mempertanyakan niat Yusril mendampingi Moeldoko mengajukan gugatan demi demokrasi yang sehat. Andai benar demikian, Rachland menyebut Yusril seharusnya memeriksa AD/ART semua partai, bukan cuma Demokrat.
"Jadi kenapa hanya Demokrat? Jawabnya, karena Yusril memihak Moeldoko dan mendapat keuntungan dari praktik politik hina yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan pada Partai Demokrat," ketusnya.
"Moeldoko bukan orang miskin. Duitnya mampu membeli jasa advokat lain," imbuh dia.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Irwan Fecho menyebut UU Partai Politik memberi kewenangan kader untuk melakukan peninjauan AD/ART atau berbagai arah kebijakan partainya secara internal.
"Jadi kalau Yusril Ihza Mahendra mengatakan tidak terdapat tempat untuk menguji, itu salah," kata dia, Jumat (24/9).
Lihat Juga :
Ketua DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto menilai upaya hukum Yusril merupakan bagian dari upaya kubu Moeldoko melegalisasi "begal politik".
"Dengan menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara, gerombolan Moeldoko sedang mencari pembenaran ke MA agar dapat melegalkan 'begal politik' yang mereka lakukan," kata dia, Kamis (23/9).
Diketahui, Kongres Luar Biasa Partai Demokrat Deli Serdang pada Maret 2021 lalu mengukuhkan Moeldoko sebagai Ketum Demokrat. Dualisme terjadi di tubuh Demokrat.
Namun, Menkumham Yasonna Laoly menolak pengajuan kepengurusannya. Alhasil, Partai Demokrat yang diakui hanya kubu AHY. Pihak Moeldoko kemudian menggandeng Yusril untuk melawan keputusan tersebut lewat uji materi AD/ART Partai Demokrat ke MA.
Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun