JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 menjadi lahan yang sangat subur bagi tumbuhnya politik dinasti. Para pejabat negara berlomba-lomba menyodorkan anaknya menjadi calon kepala daerah. Mereka yang bukan keluarga elite di Jakarta pun tersingkir. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat ada 65 daerah yang terjerumus dinas politik.
Salah satu yang paling mencolok sekarang adalah politik dinasti keluarga Presiden Joko Widodo. Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi dengan sangat mulus mendapat rekomendasi pencalonan dari PDI Perjuangan. Gibran-Teguh Prakosa resmi menjadi pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo yang diusung partai banteng.
Achmad Purnomo, rival Gibran pun tersingkir dari pencalonan. Padahal, sebelumnya DPC PDIP Solo menyodorkan nama Purnomo-Teguh. Anehnya, sehari sebelum pengumuman rekomendasi pada Jumat (17/7), Purnomo dipanggil Jokowi ke Istana Negara. Bahkan, Jokowi secara langsung memberitahu kepada Purnomo bahwa rekomendasi Pilkada Solo diberikan kepada Gibran-Teguh.
Selain Gibran, PDIP juga mengusung anak Sekretaris Kabinet yang juga mantan Sekjen PDIP Pramono Anung, Hanindhito Himawan pada Pilkada Kabupaten Kediri. Hanindhito berpasangan dengan Dewi Mariya Ulfa yang merupakan Ketua Fatayat NU Kediri.
Ketika rekomendasi diumumkan pada Jumat lalu, Pramono terlihat berada di belakang Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan di samping Puan Maharani, Ketua DPP PDIP yang sedang membacakan pengumuman rekomendasi pilkada.
Menanggapi maraknya politik dinasti, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya menempatkan proses kaderisasi yang dimulai dari keluarga. Seperti dunia pendidikan pada umumnya, kata Hasto, pendidikan dalam politik juga dimulai dari keluarga. Maka dari itu, PDIP membuka ruang bagi kader-kader partai. "Ruang itu dibuka bagi mereka yang berasal dari dalam maupun berasal dari luar," terang dia saat acara penandatanganan 20 prasasti kantor DPD/DPC PDIP yang dilakukan secara virtual kemarin (22/7).
Terkait pencalonan Gibran yang merupakan anak Presiden Jokowi, Hasto mengatakan, seperti warga negara lainnya, Gibran mempunyai hak konstitusional untuk menyalonkan dan dicalonkan. Yang terpenting, kata dia, semua calon kepala daerah, termasuk Gibran harus mengikuti seluruh proses kaderisasi kepemimpinan yang disiapkan oleh partai.
Hasto mengatakan, tidak hanya Gibran yang diusung PDIP, majunya anak pejabat di pentas pilkada juga terjadi di Kota Tangsel, Banten. Nur Azizah, putri Wapres Ma’ruf Amin maju sebagai calon wali kota yang diusung PKS dan Partai Demokrat. "Jadi, bukan karena mereka anak pejabat negara kemudian hak politiknya tercabut," papar dia.
Selain itu, masih ada nama Bobby Nasution. Menantu Presiden Jokowi Itu sempat diisukan hendak maju sebagai calon wali kota Medan. Hanya saja, hingga kemarin belum ada rekomendasi resmi yang keluar dari partai manapun untuk suami Kahiyang Ayu itu.
Dalam pilkada, semuanya akan berpulang ke masyarakat. Rakyat lah yang akan menentukan pemimpin mereka. Menurut politikus kelahiran Jogjakarta itu, rakyat yang mempunyai kedaulatan untuk memilih kepala daerah yang akan memimpin lima tahun mendatang.
Presiden Joko Widodo sendiri sejak awal menampik bahwa majunya Gibran dalam pencalonan pilkada disebut sebagai upaya membangun dinasti politik. Hal itu dia sampaikan kepada wartawan Januari lalu. Tidak lama setelah nama Gibran muncul sebagai salah satu bakal calon wali kota Solo.
"Yang menentukan rakyat. Semua memiliki hak untuk memilih dan dipilih," terang Jokowi. Apalagi, saat itu Gibran juga masih kesulitan untuk mencari dukungan dari partai politik. Meskipun pada akhirnya, Gibran maju dengan rekomendasi dari PDIP.
Jokowi memastikan bahwa dia tidak ikut campur dalam urusan politik anaknya. "Cari partai kesulitan saya nggak bantu," lanjut mantan wali kota Solo itu. Menurut dia, kalaupun maju, benar-benar harus murni pilihan rakyat. Apapun latar belakang seorang calon kepala daerah, kalau rakyat tidak mau, dipastikan dia tidak akan terpilih.
Karena itu, Jokowi juga memastikan tidak akan ikut berkampanye memenangkan Gibran. "Kerjaan (pemerintah) banyak," ucapnya. Dia mengingatkan, saat ini rakyat sudah semakin cerdas dalam urusan pemilihan. Pilpres dan Pilkada sudah memberi pelajaran politik yang baik kepada rakyat.
Yang jelas, pilkada sangat berbeda dengan misalnya jabatan menteri. Di pilkada ada menang dan kalah karena berupa kompetisi. Bukan penunjukan oleh pimpinan negara. Pemilihan dilakukan secara demokratis.
Juru bicara sekaligus Staf Khusus Wakil Presiden Ma’ruf Amin bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi menanggapi majunya anak Ma’ruf Amin di Pilkada Kota Tangsel. "Ya biarin saja. Di Amerika juga ada dinasti politik," katanya.
Dia mencontohkan di Amerika Serikat ada bapak dan anak yang sama-sama pernah jadi presiden. Yakni George Harbert Walker Bush pada periode 1989-1993 dan anaknya George Walker Bush di periode 2001-2009. Menurut Masduki, dinasti politik itu tidak selalu berkonotasi negatif.
"Yang penting sesuai aturan, prosedur, kualitas, kompetensi oke, kan (bisa, red) jalan," jelasnya. Dia menegaskan, selama punya kemampuan dan nantinya dipilih oleh masyarakat, bukan sebuah persoalan. Masduki mengatakan, tidak mungkin sebuah hak orang, kemampuan orang, kemudian dihalang-halangi oleh sebuah omongan orang.
Terkait dengan posisi Wakil Presiden Ma’ruf Amin sendiri, Masduki mengatakan, sejak awal sudah menyampaikan bahwa itu semua keputusan dan urusan putrinya. Ma’ruf menilai bahwa putrinya itu sudah dewasa, sudah berkeluarga, dan sudah memiliki suami. Sehingga berhak memutuskan pilihan hidupnya sendiri.
Nantinya ketika masa kampanye misalnya, Wakil Presiden Ma’ruf Amin tidak akan sampai ikut campur turun gunung untuk kampanye. Menurut Masduki, dalam hal pilihan jalan politik anaknya itu, wakil presiden tidak dalam rangka untuk mendorong. ’’Tetapi juga tidak dalam rangka melarang. Ini hak masing-masing orang, pribadi,’’ jelasnya.
Dinasti politik juga menghinggapi Partai Gerindra. Itu setelah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto resmi memberikan rekomendasi pencalonan kepada keponakannya, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, untuk maju dalam pemilihan wali kota (Pilwali) Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Ditanya soal itu, Rahayu Saraswati menampik anggapan bahwa dirinya maju dalam pilkada Tangsel semata-mata karena hubungan kekeluargaan dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Menurutnya, usulan pencalonan tidak langsung dari ketua umum. Namun, usulan nama calon dijaring dari aspirasi kader secara berjenjang dari tingkatan paling bawah. Mulai dari ranting kemudian naik ke DPC, DPD hingga turun surat keputusan rekomendasi DPP. “Jadi saya ini mendapat dukungan dari struktur partai dan disambut baik oleh Bapak Prabowo,” kata Rahayu.
Dia juga mengklaim mendapat dukungan masyarakat Tangsel. Itu terlihat dari beberapa kali kunjungannya yang mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Khususnya anak-anak muda. Sebagai representasi generasi muda, Rahayu optimistis bisa merebut simpati publik khususnya dari pemilih kelompok milenial.
"Ini momentum bagi masyarakat khususnya anak muda untuk bersuara memastikan masa depan Tangsel," ujar politikus 34 tahun itu.
Dia mengakui bahwa memang ada pandangan minor publik yang menilai dirinya mendapatkan tiket pencalonan karena faktor kekeluarga. Sebagai keponakan Prabowo, Rahayu dinilai mendapat privilege saat penetapan pencalonan. "Ya tentu saja anggapan seperti itu pasti ada. Tapi saya harus tetap bekerja keras untuk mendapat kepercayaan," imbuhnya.
Menurutnya, komitmen itu hanya bisa dibuktikan setelah dirinya bersama pasangannya Muhammad, terpilih sebagai pemenang pilkada Tangsel. “Kalau nanti masyarakat memberikan kepercayaan dan amanah ke kami, kami akan all out membangun Tangsel,” tegas mantan anggota DPR itu.
Wakil Ketua Umum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad juga menyangkal praktik dinasti politik dengan mengusung keponakan Prabowo dalam pilkada. Disampaikan, pihaknya telah membentuk badan seleksi pilkada DPP Gerindra yang betugas melakukan penjaringan dan penyaringan calon kepala daerah 2020. Termasuk melakukan survei di beberapa daerah yang menjadi perhatian secara nasional. Salah satunya adalah Pilkada Tangsel. "Hasil survei kita kemungkinan menang dengan mengusung pasangan ini (Muhammad dan Rahayu Saraswati, red) di Tangsel," kata Dasco.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, menguatnya fenomena dinasti politik di Indonesia sangat wajar. Hal itu tidak terlepas dari sistem demokrasi Indonesia yang sebatas prosedural dan hanya memastikan tahapan pemilu berjalan lancar.(lum/byu/wan/jpg)