JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menyebut ada oknum pejabat Istana yang menekan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar mempercepat pengumuman hasil rekapitulasi Pemilu Serentak 2019.
“Diduga percepatan hasil rekapitulasi suara Pilpres yang diumumkan, diperintah oleh oknum Istana agar mengelabui masyarakat yang akan melakukan protes dan menolak hasil Pilpres 2019,†kata Arief di Jakarta, Selasa (21/5).
Menurutnya, hasil akhir rekapitulasi suara Pilpres 2019 yang diumumkan oleh KPU adalah hoaks dan menipu masyarakat Indonesia. Apalagi lebih cepat dari jadwal yang ditentukan tanggal 22 Mei.
Selain itu, Sistem Perhitungan (Situng) di website KPU sebagai informasi dan keterbukaan publik, hingga kini data masuk baru 92 persenan. Belum mencapai 100 persen. Dia menilai dengan kondisi tersebut, jelas KPU mau lepas tangan dan menciptakan ketidakberesan dalam ketatanegaraan.
Di mana dengan hanya 92 persen suara masuk, lembaga pimpinan Arief Budiman sudah menetapkan hasil suara Pilpres. “Artinya pemerintahan yang dibentuk dari pilpres 2019 tidak sah alias ilegal. Diduga delapan persen suara yang tersisa yang belum masuk Situng dan dijadikan 100 persen dalam hitungan rekapitulasi adalah suara-suara setan alas yang dimanipulasi oleh KPU untuk memenangkan paslon 01,†tudingnya.
Oleh karena itu, pihaknya besok akan meminta polisi untuk menangkap semua komisioner KPU yang sudah melakukan tindak pidana kejahatan pemilu dan menipu rakyat. Karena itu pula Gerindra ,PKS, PAN dan Berkarya menolak menandatangani hasil akhir rekapitulasi suara pilpres. “Ini makin menguatkan agar DKPP memecat semua komisioner KPU, dan Bawaslu mendiskualifikasi hasil Pilpres 2019,†ujarnya.(fat/jpnn)
Editor: Eko Faizin
JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menyebut ada oknum pejabat Istana yang menekan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar mempercepat pengumuman hasil rekapitulasi Pemilu Serentak 2019.
“Diduga percepatan hasil rekapitulasi suara Pilpres yang diumumkan, diperintah oleh oknum Istana agar mengelabui masyarakat yang akan melakukan protes dan menolak hasil Pilpres 2019,†kata Arief di Jakarta, Selasa (21/5).
- Advertisement -
Menurutnya, hasil akhir rekapitulasi suara Pilpres 2019 yang diumumkan oleh KPU adalah hoaks dan menipu masyarakat Indonesia. Apalagi lebih cepat dari jadwal yang ditentukan tanggal 22 Mei.
Selain itu, Sistem Perhitungan (Situng) di website KPU sebagai informasi dan keterbukaan publik, hingga kini data masuk baru 92 persenan. Belum mencapai 100 persen. Dia menilai dengan kondisi tersebut, jelas KPU mau lepas tangan dan menciptakan ketidakberesan dalam ketatanegaraan.
- Advertisement -
Di mana dengan hanya 92 persen suara masuk, lembaga pimpinan Arief Budiman sudah menetapkan hasil suara Pilpres. “Artinya pemerintahan yang dibentuk dari pilpres 2019 tidak sah alias ilegal. Diduga delapan persen suara yang tersisa yang belum masuk Situng dan dijadikan 100 persen dalam hitungan rekapitulasi adalah suara-suara setan alas yang dimanipulasi oleh KPU untuk memenangkan paslon 01,†tudingnya.
Oleh karena itu, pihaknya besok akan meminta polisi untuk menangkap semua komisioner KPU yang sudah melakukan tindak pidana kejahatan pemilu dan menipu rakyat. Karena itu pula Gerindra ,PKS, PAN dan Berkarya menolak menandatangani hasil akhir rekapitulasi suara pilpres. “Ini makin menguatkan agar DKPP memecat semua komisioner KPU, dan Bawaslu mendiskualifikasi hasil Pilpres 2019,†ujarnya.(fat/jpnn)
Editor: Eko Faizin