JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Rangkaian pelantikan Penjabat (Pj) Kepala Daerah kembali berlanjut. Kali ini, giliran di level kabupaten/kota. Sesuai daftar Akhir Masa Jabatan (AMJ) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), ada 43 bupati/wali kota yang purna tugas pada 22 Mei.
Mereka terdiri dari lima Pj Wali Kota dan 38 Pj Bupati. Misalnya Jawa, mencakup sejumlah daerah seperti Bekasi, Kota Jogjakarta dan Jepara.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mendesak pemerintah untuk berbenah. Pemerintah diminta menyiapkan proses penunjukan secara lebih baik.
Dia menilai, keputusan pemerintah saat menunjuk lima Pj gubernur tidak boleh terulang. Sebab, hal itu dilakukan tanpa mekanisme yang transparan dan terukur. Panduan yang sudah diberikan Mahkamah Konstitusi wajib ditindaklanjuti. "Sudah tidak bisa menggunakan peraturan pelaksana yang lama," ujarnya, kemarin (16/5).
Fadli menambahkan, pernyataan Mendagri yang menyebut proses pemilihan Pj transparan hanyalah klaim semata. Faktanya, publik tidak tahu pertimbangan lima Pj Gubernur itu diangkat. Tiba-tiba saja muncul nama Pj menjelang pelantikan.
Untuk selanjutnya, dia mendesak pembentukan aturan teknis sebagai bentuk tindaklanjut putusan MK harus dilakukan. "Sehingga ada dasar, ukuran dan mekanisme yang jelas," kata pria berdarah Minang itu.
Bukan hanya itu, pembuatan peraturan teknis juga penting sebagai wujud kepatuhan pemerintah pada marwah MK. "Putusan MK yang selevel dengan UU," tegasnya.
Sementara itu, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik mengatakan, pemerintah sudah mengikuti masukan MK. Prosesnya disebut berlangsung partisipatif dan transparan. Dalam pengangkatan Pj Bupati/wali kota, daerah boleh menyampaikan masukan.
"Kita minta gubernur lihat, siapa yang mungkin menjadi Pj bupati dan wali kota, tetapi gubernur jangan ajukan orang dia saja," ujar sosok yang baru saja dilantik sebagai Pj Gubernur Sulawesi Barat itu.
Akmal juga membantah jika disebut penunjukan tidak terukur. Sebab, presiden juga membentuk tim penilai akhir. "Si A begini, si B begini, dan si C begini. Itu proses internal kita. Beliau membuat sesuatu yang sangat akuntabel," imbuhnya. Jika ada pihak yang tidak puas dan melakukan gugatan, Akmal menegaskan pemerintah tidak melarang.
Terpisah, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Nasdem Aminurokhman menyarankan pemerintah agar penunjukan Pj harus merujuk pada regulasi dan memegang prinsip-prinsip yang ada. Yakni, sesuai dengan UU ASN, UU TNI dan Polri, serta keputusan MK. "Regulasi ini harus menjadi acuan dalam mengambil keputusan, karena kalau dilanggar akan menimbulkan kegaduhan ditingkat daerah," katanya.
Ia juga meminta kepada pemerintah untuk transparan dalam proses seleksi. Hal itu agar tidak ada persepsi negatif di mata publik. Misalnya, anggapan bahwa Pj kepala daerah dipilih karena faktor like and dislike.(far/lum/bay/jrr)
Laporan JPG, Jakarta