Selasa, 2 Juli 2024

Terbukti Terima Duit Bulanan dari para Tahanan Korupsi

Puluhan Pegawai Rutan KPK Disanksi Berat Dewas

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Dewan Pengawas (Dewas) KPK menggelar sidang putusan etik terhadap 90 pegawai KPK dalam kasus dugaan pungutan di rumah tahanan (Rutan), Kamis (15/2). Sidang digelar maraton dalam enam babak mulai pukul 09.00 WIB. Puluhan pegawai itu dikenakan sanksi berat lantaran berkomplot dan menerima duit dari para tahanan. 

Sebanyak 12 orang disidang dalam babak pertama kemarin. Mereka adalah para pegawai yang bersinggungan langsung dengan tahanan di Rutan KPK. Anggota Dewas KPK Albertina Ho membacakan satu per satu penerimaan dan peranan pegawai lembaga antirasuah itu dalam menerima duit dari tahanan untuk beragam jasa.

- Advertisement -

Di antaranya para pegawai itu membiarkan para tahanan membawa handphone yang secara aturan jelas dilarang. Ditambah, para terperiksa juga telah menyediakan berbagai fasilitas seperti memasukkan makanan ke rutan hingga menawari jasa powerbank.

Nominal uang yang diserahkan tahanan bervariasi. Misalnya untuk bisa membawa HP harus membayar Rp20 juta-Rp30 juta. Sementara untuk setoran bulanan mencapai Rp5 juta per orang. Hampir 90 persen tahanan yang pernah mendekam di Rutan KPK pernah setor duit.

Baca Juga:  Baru Satu Paslon Urus STTP, Ini Pesan Kapolres Inhu Untuk Paslon Lain

“Para terperiksa juga terbukti telah menerima uang bulanan,” terangnya.

- Advertisement -

Ada yang menerima dalam bentuk transferan ada pula dalam bentuk tunai. Perilaku tak patut itu dilakukan dalam waktu beberapa tahun. Mulai dari 2018 hingga 2023. Bahkan, ada salah seorang terperiksa yang masih menerima duit bulanan meski Dewas sedang memproses dugaan pungutan liar di rutan ini.

Dewas juga memperinci penerima masing-masing pergawai dari duit bulanan para tahanan yang dikoordinator oleh masing-masing “lurah”. Sebutan bagi koordinator pengumpul duit setoran. Dalam perkara yang menjerat puluhan pegawai KPK itu mencatat ada sembilan lurah yang mengkoordinir.

Ada pun duit yang diterima oleh pegawai memiliki jumlah bervariasi. Misalnya, Deden Rochendi sebesar Rp425, 5 juta. Sementara Agung Nugroho menerima duit Rp182 juta dan Hijrial Akbar senilai Rp111 juta.

Albertina menilai, perilaku para pegawai KPK ini telah masuk pada penyalahgunaan jawabatan dan kewenangan. Untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Dan mereka yang terlibat juga dinilai telah sadar akan perilaku tersebut. Ini terbukti dengan masih ada beberapa pegawai KPK di rutan yang ogah menerima duit bulanan.

Baca Juga:  KPU Tunda Tahapan Pencalonan Said Hasyim-Rauf Karena Covid-19

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam putusan sidang etik itu menggajar sanksi berat para terperiksa. “Masing masing berupa permintaan maaf secara terbuka dan langsung,” terangnya. Mereka dikenakan Pasal 4 Ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.

Tumpak menyebut sanksi minta maaf secara terbuka itu sudah menjadi kewenangan yang paling mungkin. Sejak pegawai KPK menjadi ASN, dewas tidak bisa memberikan rekomendasi pemberhentian.

“Kalau dulu bisa, sebelum jadi ASN,” katanya.

Dewas juga memberikan rekomendasi dari pegawai nakal itu kepada pejawab pembina kepegawaian KPK. Agar mereka dilakukan pemeriksaan guna menjatuhkan hukuman disiplin sesuai peraturan perundangan yang berlaku. “Jadi nanti ini masih berlanjut. Sanksi disiplin akan diurus oleh Sekjen KPK,”paparnya.(elo/jpg)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Dewan Pengawas (Dewas) KPK menggelar sidang putusan etik terhadap 90 pegawai KPK dalam kasus dugaan pungutan di rumah tahanan (Rutan), Kamis (15/2). Sidang digelar maraton dalam enam babak mulai pukul 09.00 WIB. Puluhan pegawai itu dikenakan sanksi berat lantaran berkomplot dan menerima duit dari para tahanan. 

Sebanyak 12 orang disidang dalam babak pertama kemarin. Mereka adalah para pegawai yang bersinggungan langsung dengan tahanan di Rutan KPK. Anggota Dewas KPK Albertina Ho membacakan satu per satu penerimaan dan peranan pegawai lembaga antirasuah itu dalam menerima duit dari tahanan untuk beragam jasa.

Di antaranya para pegawai itu membiarkan para tahanan membawa handphone yang secara aturan jelas dilarang. Ditambah, para terperiksa juga telah menyediakan berbagai fasilitas seperti memasukkan makanan ke rutan hingga menawari jasa powerbank.

Nominal uang yang diserahkan tahanan bervariasi. Misalnya untuk bisa membawa HP harus membayar Rp20 juta-Rp30 juta. Sementara untuk setoran bulanan mencapai Rp5 juta per orang. Hampir 90 persen tahanan yang pernah mendekam di Rutan KPK pernah setor duit.

Baca Juga:  ASA Siap Rangkul Bermitra dan HK

“Para terperiksa juga terbukti telah menerima uang bulanan,” terangnya.

Ada yang menerima dalam bentuk transferan ada pula dalam bentuk tunai. Perilaku tak patut itu dilakukan dalam waktu beberapa tahun. Mulai dari 2018 hingga 2023. Bahkan, ada salah seorang terperiksa yang masih menerima duit bulanan meski Dewas sedang memproses dugaan pungutan liar di rutan ini.

Dewas juga memperinci penerima masing-masing pergawai dari duit bulanan para tahanan yang dikoordinator oleh masing-masing “lurah”. Sebutan bagi koordinator pengumpul duit setoran. Dalam perkara yang menjerat puluhan pegawai KPK itu mencatat ada sembilan lurah yang mengkoordinir.

Ada pun duit yang diterima oleh pegawai memiliki jumlah bervariasi. Misalnya, Deden Rochendi sebesar Rp425, 5 juta. Sementara Agung Nugroho menerima duit Rp182 juta dan Hijrial Akbar senilai Rp111 juta.

Albertina menilai, perilaku para pegawai KPK ini telah masuk pada penyalahgunaan jawabatan dan kewenangan. Untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Dan mereka yang terlibat juga dinilai telah sadar akan perilaku tersebut. Ini terbukti dengan masih ada beberapa pegawai KPK di rutan yang ogah menerima duit bulanan.

Baca Juga:  Kuasa Hukum Irman Ingatkan KPU

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam putusan sidang etik itu menggajar sanksi berat para terperiksa. “Masing masing berupa permintaan maaf secara terbuka dan langsung,” terangnya. Mereka dikenakan Pasal 4 Ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.

Tumpak menyebut sanksi minta maaf secara terbuka itu sudah menjadi kewenangan yang paling mungkin. Sejak pegawai KPK menjadi ASN, dewas tidak bisa memberikan rekomendasi pemberhentian.

“Kalau dulu bisa, sebelum jadi ASN,” katanya.

Dewas juga memberikan rekomendasi dari pegawai nakal itu kepada pejawab pembina kepegawaian KPK. Agar mereka dilakukan pemeriksaan guna menjatuhkan hukuman disiplin sesuai peraturan perundangan yang berlaku. “Jadi nanti ini masih berlanjut. Sanksi disiplin akan diurus oleh Sekjen KPK,”paparnya.(elo/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari