JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Anggota DPD Fahira Idris resmi melaporkan dosen Universitas Indonesia Ade Armando ke Polda Metro Jaya, terkait meme Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berwajah joker.
Fahira mengklaim langkah melaporkan AA demi memastikan penegakan hukum berjalan dengan baik tanpa diskriminatif. Senator asal DKI Jakarta ini mengungkapkan hal tersebut lewat serangkaian cuitan melalui akun Twitter @fahiraidris, yang dibagi menjadi 22 cuitan.
"Bismillaahirrohmaanirrohiim. Assalamualaikum.wr.wb. Selamat siang dari Mabes Polri. Smg sukses dg Program Prioritas PROMOTER: Profesional Modern Terpercaya," cuit Fahira, Selasa (5/11).
Fahira kemudian mengungkapkan alasan langkahnya melaporkan AA ke Polda Metro Jaya. Dia mengatakan, banyak yang bertanya kepada dirinya tentang alasan melaporkan Ade Armando. Dia tegaskan bahwa alasan utama adalah penegakan hukum tanpa diskriminatif.
Fahira menegaskan, tindakannya untuk membela kepentingan rakyat banyak dan memastikan bahwa penegakan hukum harus equal dan tanpa pandang bulu atau diskriminatif.
"Soal kritik, kecurigaan anggaran dan lain2, sdr. AA silakan lakukan dg cara2 lain, bukan malah buat tindak pidana ITE menebar kebencian, menebar berita bohong, atau merusak dokumen elektronik milik publik yg sangat tidak mendidik dan membuat gaduh masyarakat," cuitnya.
Fahira juga menjelaskan alasan mengapa sebelumnya tidak melaporkan tindakan Majalah Tempo yang menerbitkan cover pinokio dan gambar mirip Presiden Joko Widodo. Fahira beralasan ini dua hal berbeda.
Disebutkan, cover Majalah Tempo merupakan produk jurnalistik. Yang ditampilkan juga bukan foto resmi Presiden tetapi illustrasi yang dibuat sendiri oleh Tempo. “Obyek Pinikio juga ada dibayangan. Jadi tidak pas ni membandingkan kedua hal ini,” paparnya.
Dalam cuitan kali ini, Fahira tak lupa menjawab komentar banyak pihak yang mengungkit pernyataannya beberapa waktu lalu, soal jadi pemimpin harus tahan dikritik. Ia menegaskan, pernyataannya ketika itu konteksnya terkait kemunculan kembali pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Menurut Fahira, karena sudah pernah dibatalkan oleh MK pada 2016 lalu, maka pasal terkait penghinaan pada presiden dan wakil presiden tidak perlu ada lagi.
"Kenapa tidak perlu ada? Karena, perangkat hukum saat ini, salah satunya UU ITE terutama terkait fitnah dan pencemaran nama baik sudah sangat ketat membatasi kebebasan berpendapat & berekspresi. Sehingga Presiden bisa menggunakan perangkat hukum yg sudah ada jika merasa dirinya difitnah/ dicemarkan nama baiknya. Makanya sy m'gunakan UU ITE saat melaporkan sdr AA yg konteksnya bukan pencemaran nama baik tetapi soal ‘perusakan’ dokumen elektronik milik orang lain," katanya.
Fahira juga menjawab pertanyaan mengapa dalam hal ini dirinya yang melaporkan AA dan bukan Anies? Ia menegaskan, melaporkan AA semata-mata bukan karena Anies, tetapi karena permintaan sebagian warga DKI Jakarta, yang masuk lewat pesan di SMS, WA dan email miliknya.
Bahkan menurut Fahira, kasus ini delik umum atau delik biasa, sehingga tanpa ada yangg melaporkan, polisi bisa menginisiasi sendiri proses hukumnya. Hal itu menurutnya, diatur dipasal 32 ayat 1 UU ITE.
Fahira menegaskan, langkah melaporkan AA ke polisi bukan soal penghinaan yang merupakan delik aduan, di mana yang melaporkan harus pihak terkait dalam hal ini Anies Baswedan.
Menurutnya, kasus yang dilaporkan adalah delik umum, dengan ancaman delapan tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Dia menampik alasan Ade yang menyebut yang dilakukan adalah bagian kritik. Menurut Fahira, kasus ini diduga sudah merupakan tindak pidana. Ade sudah mengakui bahwa dia yangg mengunggah, meski dia bilang bukan dia yang membuat meme.
Fahira lebih lanjut menyatakan, kalau dalam hal ini AA berkelit dengan menyatakan bukan pembuat meme, dapat dijelaskan nantinya di pengadilan, kalau kasus yang dilaporkan berlanjut ke meja hijau.
Fahira kemudian secara khusus berpesan kepada AA untuk mengikuti pernyataan Presiden Joko Widodo. Yaitu, menghentikan hoaks dan menebar kebencian. Sudah waktunya bersatu dan menyetop kegaduhan.
Perlu diketahui, lanjut Fahira, Ade sudah lama berstatus tersangka, lantas di-SP3, kemudian dipraperadilankan oleh LBH, dan kembali statusnya sebagai tersangka. “Status tersangka sudah hampir 2 tahun. Belum juga diproses sampai sekarang," tuturnya.
Dalam cuitannya Fahira juga menyebut pasal 32 ayat 1 UU ITE pernah dikenakan pada Buni Yani dalam kasus rekaman ucapan Ahok beberapa waktu lalu.
Padahal, lanjutnya, Buni Yani, hanya me-repost ulang dokumen elektronik yang sudah diubah durasinya. Sementara, Ade Armando jelas-jelas merusak gambar formilnya Gubernur Dki Jakarta Anies Baswedan.
“Sekian dan terima kasih, wassalammualaikum," tutup Fahira Idris dalam cuitannya.(gir/jpnn)
Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal