Mengapa Karyawan Potensial Mengundurkan Diri?

Artikel ini ditulis sebagai bahan pertimbangan bagi para pengelola organisasi, menghadapi adanya gelombang karyawan potensial yang mengundurkan diri. Sehebat apapun kemampuan seorang pemimpin, ia tidak akan mampu bekerja sendirian dan tetap memerlukan bantuan orang lain untuk dapat menggerakkan organisasi menuju harapan yang diinginkan. Oleh karena itu, seorang pemimpin idealnya harus   dukungan dari  secara total dengan penuh tanggung jawab dan rasa empati, bukan karena faktor keterpaksaan dan ketakutan dari pemimpinnya.

Banyak organisasi yang pemimpinnya menggunakan arogansi dengan memberikan sanksi bagi pengikutnya terutama dalam hal pencapaian target. Ada pula pemimpin yang memanfaatkan kekuasaan dengan berbagai cara untuk menekan bawahannya. Mereka lupa bahwa kekuatan kepemimpinan tidak hanya bergantung kepada bagaimana mempengaruhi pengikut-pengikutnya dengan suara hati yang menyejukkan, tetapi sekaligus harus mampu pula untuk mengatasi kesulitan dan kebutuhan para pengikutnya secara professional. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki sikap terpuji, bilamana pekerjaannya sudah selesai dan tujuannya tercapai, maka dia akan merayakan keberhasilannya dengan berkata: ini adalah hasil kerja tim, hasil kerja kita bersama.

- Advertisement -

Saat ini banyak pakar psikologi meneliti tentang karakter pemimpin sejati, yang utamanya dikaitkan dengan faktor-faktor interpersonal dan kelompok, yang menguji tentang bagaimana pemimpin itu bertingkah laku dan berbuat. Dari hasil penelitian Marshall Sashkin dalam bukunya yang berjudul Leadership that Matters, menyimpulkan bahwa ada 3 kategori perilaku pemimpin, yaitu: Pertama, pemimpin yang memiliki karakteristik personalitas yang menakjubkan, seperti: cerdas, kreatif, jujur, bersahabat, penuh keyakinan, tekun, sabar.

Kedua, pemimpin yang memiliki perilaku yang menyenangkan, seperti pendengar yang baik atau mau mendengar yang baik atau mau mendengat masukan, membimbing, bertindak secara konsisten, memberikan umpan balik, memahami perasaan bawahan atau pengikutnya. Ketiga, pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, seperti selalu melibatkan diri dalam   atau dekat dengna bawahan atau pengikutnya.

- Advertisement -

Jika hal tersebut dilakukan secara konsisten dengan seluruh jajaran dan tim manajemen, maka karyawan akan bekerja penuh sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Mereka tidak lagi memikirkan untuk berhenti meninggalkan perusahaan, karena perusahaan telah mampu meniciptakan suasana kerja yang nyaman dan harmonis.

Secara umum, karyawan mengundurkan diri disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, faktor ketidaknyamanan dalam hubungan kerja ataupun dengan lingkungan kerjanya. Kedua, karena faktor ketidakmampuannya dalam mengikuti irama pekerjaan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama oleh tim manajemen. Ketiga, adanya ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan yang dialaminya dalam bekerja.

Keempat, beban kerja terlalu berat dan tidak diikuti dengan kebijakan yang berpihak pada perbaikan kualitas kehidupan kerja karyawan. Kelima, faktor kepemimpinan yang tidak mampu menjadi teladan bagi karyawannya. Banyak pemimpin yang kurang adaptif dan akomodatif dalam menjalankan wewenang kepemimpinannya, dan memberlakukan karyawannya sebagaimana masin produksi yang tidak memiliki perasaan dan hati nurani yang mulia.

Seorang pemimpin yang cermat harus melakukan pengkajian bilamana terjadi kasus karyawan potensial mengajukan pengunduran diri. Faktor apa yang mendasarinya, apakah bersumber dari faktor pribadi karyawan atau karena faktor yang bersumber dari dalam perusahaan. Jika perusahaan menerima permohonan berhenti bekerja perlu diperiksa track record-nya selama yang bersangkutan bergabung dengan perusahaan. Bila yang mengajukan pengunduran diri ternyata termasuk salah satu karyawan potensial karena hasil dari penilaian kinerjanya sangat baik dan mendapat prestasi kerja excellent, dan di mata rekan-rekan dikantornya juga termasuk karyawan yang kreatif, energik, serta memiliki banyak ide dalam melakukan perubahan untuk organisasinya. Jika demikian kondisinya, perusahaan telah kehilangan karyawan potensial yang telah dibangun dengan biaya investasi sumberdaya manusia cukup besar.

Untuk itu jajaran tim manajemen perlu melakukan evaluasi dan sekaligus sebagai bahan penetapan strategi mempertahankan karyawan potensial dimasa yang akan datang. Alasan pengunduran diri mesti harus dianalisa secara internal, karena sering terjadi kontradiksi antara harapan karyawan dengan pemimpinnya.

Mungkin yang bersangkutan merasa atasannya kurang dapat melihat aspirasinya dan merasa kurang mendapat pengembangan yang dapat meningkatkan value dirinya. Sementara itu atasan langsungnya, merasa sudah membangun hubungan yang cukup baik. Di sinilah perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi aspek sikap mental terpuji dan teruji dari seorang pemimpin. Komunikasi formal sangat diperlukan, namun tidak kalah pentingnya adalah komunikasi informal melalui berbagai cara yang mampu menciptakan suasana kerja yang harmonis. Bagi seorang karyawan yang kreatif dan inovatif, menginginkan pemimpin yang memiliki pendekatan
yang  di dalam memahami kebutuhan anggota tim yang berbeda-beda kepentingan. Kemampuan mempengaruhi bawahan tidaklah muncul dengan tiba-tiba, tetapi harus dibangun dengan landasan filosofis yang imajinatif di mana pemimpin harus memiliki daya tarik. Daya tarik diibaratkan sebuah magnet yang mampu menarik logam, yaitu orang lain akan mendekat dengan sendirinya tanpa disuruh. Daya tarik dapat berupa visi yang jelas dan mampu menginspirasi mereka untuk mencapainya, visi tanpa tindakan hanya sebuah mimpi.***

 

Artikel ini ditulis sebagai bahan pertimbangan bagi para pengelola organisasi, menghadapi adanya gelombang karyawan potensial yang mengundurkan diri. Sehebat apapun kemampuan seorang pemimpin, ia tidak akan mampu bekerja sendirian dan tetap memerlukan bantuan orang lain untuk dapat menggerakkan organisasi menuju harapan yang diinginkan. Oleh karena itu, seorang pemimpin idealnya harus   dukungan dari  secara total dengan penuh tanggung jawab dan rasa empati, bukan karena faktor keterpaksaan dan ketakutan dari pemimpinnya.

Banyak organisasi yang pemimpinnya menggunakan arogansi dengan memberikan sanksi bagi pengikutnya terutama dalam hal pencapaian target. Ada pula pemimpin yang memanfaatkan kekuasaan dengan berbagai cara untuk menekan bawahannya. Mereka lupa bahwa kekuatan kepemimpinan tidak hanya bergantung kepada bagaimana mempengaruhi pengikut-pengikutnya dengan suara hati yang menyejukkan, tetapi sekaligus harus mampu pula untuk mengatasi kesulitan dan kebutuhan para pengikutnya secara professional. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki sikap terpuji, bilamana pekerjaannya sudah selesai dan tujuannya tercapai, maka dia akan merayakan keberhasilannya dengan berkata: ini adalah hasil kerja tim, hasil kerja kita bersama.

Saat ini banyak pakar psikologi meneliti tentang karakter pemimpin sejati, yang utamanya dikaitkan dengan faktor-faktor interpersonal dan kelompok, yang menguji tentang bagaimana pemimpin itu bertingkah laku dan berbuat. Dari hasil penelitian Marshall Sashkin dalam bukunya yang berjudul Leadership that Matters, menyimpulkan bahwa ada 3 kategori perilaku pemimpin, yaitu: Pertama, pemimpin yang memiliki karakteristik personalitas yang menakjubkan, seperti: cerdas, kreatif, jujur, bersahabat, penuh keyakinan, tekun, sabar.

Kedua, pemimpin yang memiliki perilaku yang menyenangkan, seperti pendengar yang baik atau mau mendengar yang baik atau mau mendengat masukan, membimbing, bertindak secara konsisten, memberikan umpan balik, memahami perasaan bawahan atau pengikutnya. Ketiga, pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, seperti selalu melibatkan diri dalam   atau dekat dengna bawahan atau pengikutnya.

Jika hal tersebut dilakukan secara konsisten dengan seluruh jajaran dan tim manajemen, maka karyawan akan bekerja penuh sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Mereka tidak lagi memikirkan untuk berhenti meninggalkan perusahaan, karena perusahaan telah mampu meniciptakan suasana kerja yang nyaman dan harmonis.

Secara umum, karyawan mengundurkan diri disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, faktor ketidaknyamanan dalam hubungan kerja ataupun dengan lingkungan kerjanya. Kedua, karena faktor ketidakmampuannya dalam mengikuti irama pekerjaan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama oleh tim manajemen. Ketiga, adanya ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan yang dialaminya dalam bekerja.

Keempat, beban kerja terlalu berat dan tidak diikuti dengan kebijakan yang berpihak pada perbaikan kualitas kehidupan kerja karyawan. Kelima, faktor kepemimpinan yang tidak mampu menjadi teladan bagi karyawannya. Banyak pemimpin yang kurang adaptif dan akomodatif dalam menjalankan wewenang kepemimpinannya, dan memberlakukan karyawannya sebagaimana masin produksi yang tidak memiliki perasaan dan hati nurani yang mulia.

Seorang pemimpin yang cermat harus melakukan pengkajian bilamana terjadi kasus karyawan potensial mengajukan pengunduran diri. Faktor apa yang mendasarinya, apakah bersumber dari faktor pribadi karyawan atau karena faktor yang bersumber dari dalam perusahaan. Jika perusahaan menerima permohonan berhenti bekerja perlu diperiksa track record-nya selama yang bersangkutan bergabung dengan perusahaan. Bila yang mengajukan pengunduran diri ternyata termasuk salah satu karyawan potensial karena hasil dari penilaian kinerjanya sangat baik dan mendapat prestasi kerja excellent, dan di mata rekan-rekan dikantornya juga termasuk karyawan yang kreatif, energik, serta memiliki banyak ide dalam melakukan perubahan untuk organisasinya. Jika demikian kondisinya, perusahaan telah kehilangan karyawan potensial yang telah dibangun dengan biaya investasi sumberdaya manusia cukup besar.

Untuk itu jajaran tim manajemen perlu melakukan evaluasi dan sekaligus sebagai bahan penetapan strategi mempertahankan karyawan potensial dimasa yang akan datang. Alasan pengunduran diri mesti harus dianalisa secara internal, karena sering terjadi kontradiksi antara harapan karyawan dengan pemimpinnya.

Mungkin yang bersangkutan merasa atasannya kurang dapat melihat aspirasinya dan merasa kurang mendapat pengembangan yang dapat meningkatkan value dirinya. Sementara itu atasan langsungnya, merasa sudah membangun hubungan yang cukup baik. Di sinilah perlu adanya harmonisasi dan sinkronisasi aspek sikap mental terpuji dan teruji dari seorang pemimpin. Komunikasi formal sangat diperlukan, namun tidak kalah pentingnya adalah komunikasi informal melalui berbagai cara yang mampu menciptakan suasana kerja yang harmonis. Bagi seorang karyawan yang kreatif dan inovatif, menginginkan pemimpin yang memiliki pendekatan
yang  di dalam memahami kebutuhan anggota tim yang berbeda-beda kepentingan. Kemampuan mempengaruhi bawahan tidaklah muncul dengan tiba-tiba, tetapi harus dibangun dengan landasan filosofis yang imajinatif di mana pemimpin harus memiliki daya tarik. Daya tarik diibaratkan sebuah magnet yang mampu menarik logam, yaitu orang lain akan mendekat dengan sendirinya tanpa disuruh. Daya tarik dapat berupa visi yang jelas dan mampu menginspirasi mereka untuk mencapainya, visi tanpa tindakan hanya sebuah mimpi.***

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya