Hampir dua tahun ini, pandemi masih menjadi sosok menakutkan. Tidak hanya dari aspek kesehatan, aspek perekonomian dan keuangan juga tergerus cukup dalam. Sedikit demi sedikit, paket kebijakan pemerintah yang digenjot dari awal tahun 2020 mulai menunjukkan hasil yang positif.
Lebih dari 1.400 triliun anggaran dialokasikan pemerintah sejak awal tahun 2020. Sepanjang tahun 2020, pemerintah telah menggelontorkan insentif fiscal sebesar RP. 575,8 triliun yang tersebar pada 6 klaster untuk penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Sedangkan untuk tahun 2021, sampai dengan awal November 2021, dana PEN telah dicairkan sebesar Rp. 456,35 triliun atau 61,3% dari yang telah dialokasikan pemerintah sebesar Rp. 744,77 triliun. Bidang Kesehatan terserap 58,9% dari Rp. 214,96 triliun, realisasi klaster Perlindungan Sosial mencapai Rp. 132,49 triliun dari pagu Rp. 186,64 triliun. Sedangkan pada klister program prioritas telah tersalurkan 72,59 triliun dari ZRp. 117,94 triliun.
Di Riau sendiri, program PEN telah direalisasikan sampai dengan awal November 2021 sebesar Rp. 2,67 triliun baik dalam bentuk bantuan tunai langsung, bantuan sembako, subsidi usaha, operasional penanganan covid-19 untuk rumah sakit dan insentif tenaga kesehatan, serta pelaksanaan program dalam bentuk pelaksanaan padat karya. Alokasi ini belum termasuk bantuan langsung pemerintah yang melalui mekanisme transfer ke daerah dan Dana Desa. Pemerintah pusat mewajibkan seluruh pemerintah daerah untuk mengalokasikan sebagian dari Dana Transfer Pemerintah Pusat dan Dana Desa untuk memberikan bantuan secara langsung kepada rakyat yang terdampak pandemi. Hal ini bertujuan agar rakyat yang terdampak pandemi masih memiliki daya beli yang pada akhirnya tetap dapat menggerakkan roda perekonomian skala kecil. Sedangkan insentif dunia usaha memberikan kesempatan para pelaku usaha kecil untuk dapat bertahan menjalankan usahanya. Seperti kita ketahui bersama, ujian pandemi ini tidak hanya memukul jatuh sisi penawaran, namun juga sisi permintaan.
Nampaknya usaha pemerintah sejauh ini sudah terlihat dampaknya. Pertumbuhan ekonomi di Riau dari mulai awal tahun 2021 menunjukkan hal yang menggembirakan. Data BPS menunjukkan kinerja ekonomi Riau mulai tumbuh positif sejak triwulan I 2021. Pada triwulan I, ekonomi mulai tumbuh positif sebesar 0,42%(yoy). Pertumbuhan positif berlanjut pada triwulan II dan III 2021 dengan masing-masing sebesar 5,14% (yoy) dan 4,1%(yoy).
Pengeluaran pemerintah, baik dalam bentuk belanja pemerintah dan penyaluran bantuan untuk penanganan pandemi terbukti memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi, khususnya di Riau. Dari data yang dirilis BPS, konsumsi pemerintah memberikan kontribusi sebesar 28.5%, hanya tertinggal dari sector ekspor luar negeri sebesar 47,7%, dan impor luar negeri di posisi ketiga dengan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 26,5%.
Sektor ekspor masih menjadi primadona Riau. Besarnya kinerja ekspor ditopang dengan kenaikan ekspor komoditi unggulan Riau seperti sawit, bubur kayu, kertas, perminyakan dan beberapa produk kimia. Sedangkan naiknya konsumsi pemerintah disebabkan karena mulai dicabutnya pembatasan-pembatasan kegiatan, sehingga kegiatan operasional institusi-institusi pemerintah mulai berjalan dengan normal. Kinerja positif ini yang kemudian menempatkan Riau sebagai provinsi dengan PDRB terbesar keenam di Indonesia dan terbesar kedua di luar Pulau Jawa, hanya tertinggal tipis dari Sumatera Utara. Pada triwulan III 2021 ini, Kontribusi PDRB Provinsi Riau memegang peranan sebesar 5,05% dari total PDRB seluruh provinsi secara nasional.
Positifnya kinerja perekonomian kemudian berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat Riau. Hal ini tercermin dari menurunnya jumlah keluarga yang menerima bantuan tunai pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan dalam bentuk sembako, bantuan social tunai (BST), maupun bantuan langsung tunai (BLT) yang melalui mekanisme penyaluran Dana Desa. PKH merupakan program yang bertujuan untuk percepatan penanggulangan kemiskinan. Bantuan Sembako dan BST menyasar pada keluarga kecil yang terdampak pandemi yang bertujuan untuk menurunkan beban rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Sedangkan BLT Dana Desa adalah bantuan langsung secara tunai dari porsi Dana Desa yang diberikan kepada keluarga penerima manfaat (KPM) dengan kriteria tertentu.
Dibandingkan dengan awal tahun 2021, per Oktober jumlah penerima bantuan PKH menurun hampir 50%. Jika pada awal tahun terdapat 150.686 KPM penerima PKH, pada akhir triwulan III jumlahnya hanya mencapai 100.737 KPM. Pada jumlah penerima bantuan sembako, penerima pada bulan September 2021 turun 13.093 keluarga dari posisi 243.302 KPM per Januari 2021. Penerima Bantuan Sosial Tunai pun demikian, per Juni 2021 data penerima turun 33.769 KPM dibandingkan dengan Januari 2021 sebesar 198.277 KPM.
Penurunan jumlah masyarakat penerima bantuan juga terjadi pada penyaluran BLT Dana Desa. Dibandingkan dengan tahun 2020, penerima BLT Dana Desa di tahun 2021 menurun sebanyak 26.437 KPM. Tahun 2020 tercatat terdapat 153.333 KPM yang diputuskan berhak menerima BLT pada 1.591 desa yang tersebar di seluruh kabupaten di Riau. Penurunan juga terjadi di sepanjang tahun 2021, jika pada bulan Januari terdapat 128.049 KPM BLT Dana Desa, pada bulan Oktober 2021 jumlah keluarga penerima BLT Dana Desa menurun menjadi 118.093 KPM.
Membaiknya perekonomian Riau menjadi salah satu factor menurunnya jumlah keluarga penerima manfaat dari bantuan pemerintah. Naiknya perekonomian Riau berpengaruh juga terhadap tingkat perekonomian warga. Perbaikan perekonomian warga membuat warga penerima BLT tidak lagi memenuhi syarat sebagai penerima bantuan. Bahkan ada warga yang menolak dan mengembalikan bantuan kepada desanya. Meningkatnya harga komoditi kelapa sawit dan beberapa komoditi pertanian lainnya belakangan ini menjadi salah satu alasan meningkatnya kesejahteraan petani, yang merupakan matapencaharian terbesar masyarakat Riau. Naiknya tingkat kesejahteraan petani ini juga terlihat pada naiknya indeks Nilai Tukar Petani (NTP) di Riau yang pada bulan Oktober sebesar 144,9 naik 9% jika dibandingkan dengan NTP bulan Januari 2021 sebesar 132,92.
Positifnya kinerja perekonomian ini juga berdampak terhadap mulai pulihnya perekonomian masyarakat. Tenaga-tenaga kerja yang dirumahkan akibat pandemi sudah mulai bekerja kembali, dan rakyat sudah mulai membuka usaha-usaha kecilnya. Hal-hal tersebut juga yang kemudian memberikan imbal terhadap menurunnya jumlah penerima bantuan langsung dari pemerintah.