Selasa, 2 Juli 2024

Refleksi HUT Ke-236 Pekanbaru: Jadikan Pekanbaru Metropolitan, Bukan Kampung Besar

DI tengah suasana pandemi Covid-19 ini, kota kita merayakan ulang tahunnya yang ke-236, yang telah tumbuh dari kawasan Senapelan sejak tahun 1784.  Tanpa lomba-lomba, tanpa upacara-upacara, dan tanpa seremonial yang melenakan demi protokol kesehatan.  Tidak perlu bersedih, karena begitulah keadaannya.  Yang penting adalah esensi dari mengingat bahwa kampung itu, sekarang sudah mekar sebutannya menjadi metropolitan karena penduduknya yang lebih dari 1 juta jiwa.  

Kalau sebutan metropolitan itu hanya terkait dengan jumlah penduduknya saja, maka kota ini hanya sebagai kampung besar, bukan sebuah kota.  Karena kota sejatinya adalah sebuah tatanan yang meliputi kawasan, penduduk, dan sarana penunjangnya yang direncanakan, dibangun, dan dikelola sedemikian rupa sehingga menjadi teratur, nyaman, dan mensejahterakan penghuninya.  

- Advertisement -

Serangkaian prestasi Pekanbaru dalam rentang waktu itu pun telah ditorehkan.  Kota terbersih berulang kali diraihnya dengan Adipura.  Pekanbaru pun tumbuh menjadi primadona dalam dunia usaha dan perdagangan, menyusul Medan dan Palembang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Sumatera.  

Rawa-rawa di Rawa Sari, Rawa Bening, Paus, Sidomulyo, dan Panam ditimbun untuk perumahan dengan tata kelola drainase yang minim.  Hulu Sungai Sail yang masih menyisakan hutan, ditanami sawit sehingga jadilah airnya keruh sampai ke hilir.  Jalan-jalan penghubung tumbuh alami dan berbelok-belok seperti di Paus, Teropong, dan Badak. Anak-anak sungai Sail, Senapelan, Air Hitam, dan Kelulut dengan air rawa kecoklatan yang dingin dan segar, kini berubah keruh, kotor dan tersuruk di bawah jalan-jalan besar dan flyover, di belakang hotel-hotel dan mall, dan menjadi tempat pembuangan sampah di belakang rumah-rumah cantik sepanjang alirannya.

Baca Juga:  Kemanunggalan TNI dan Rakyat

Deretan ruko-ruko menyisakan kawasan belakang yang kosong, semak, berair, dan kotor. Kerasnya persaingan dan cepatnya pergerakan warga tercermin dari perilaku berlalu lintas yang kasar dan semrawut. Banjir, sampah, dan kemacetan lalu lintas adalah persoalan klasik kota yang juga muncul di Pekanbaru.

- Advertisement -

Yang diperlukan Pekanbaru saat ini adalah pengelolaan dan penataan.  Ibarat kendaraan, mesinnya telah mantap, hanya perlu arah, rem, dan pengendalian yang stabil. Perkembangan kota tidak bisa dibiarkan tumbuh alami sekehendak pengembang dan masyarakat saja. Di sinilah fungsi pengawasan melalui penataan ruang dengan RTRW, dan yang lebih detil RDTR kawasan. Infrastruktur dasar kota seperti drainase, jalan, air bersih, transportasi massal, pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau harus menjadi prioritas penganggaran. Termasuk juga infrastruktur sosial seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan dan administrasi kependudukan. Sementara perdagangan, investasi, dan jasa di Pekanbaru sudah tumbuh dengan sendirinya.   

Baca Juga:  Selamat Bekerja Pemimpin Baru Rohil

Salah satu syarat keberlangsungan kota (sustainable city) adalah adanya sustainable transportation, yakni transportasi umum massal yang memadai.  Hal ini tentu harus didukung oleh BRT (bus rapid transit) transportasi cepat berbasis bus, konsep TOD (transit oriented development) pembangunan berbasis simpul transportasi massal, pengaturan hirarki jalan arteri-kolektor, penuntasan jalan lingkar, dan revitalisasi jalan-jalan kolektor.

Pengelolaan lingkungan kota yang utama adalah persampahan dan ruang terbuka hijau (RTH). Pengangkutan sampah konvensional dengan menggunakan petugas yang memuat sampah dari onggokan di tepi jalan ke atas truk tidak pantas lagi untuk kawasan perkotaan dan jalan arteri.  Penggunaan waste container yang bisa di-upload untuk disalin/dikosongkan ke dalam truk secara hidrolik seperti yang dilakukan di Surabaya rasanya adalah alternatif terbaik dan efisien.  RTH publik yang dimiliki Pekanbaru yang hanya sebesar 3% dari dari luas kota dari persyaratan sebesar 20%, harus cepat dikejar dengan memanfaatkan tanah-tanah kosong fasilitas umum/sosial di wilayah perumahan. 

Kita patut berterima kasih pada Pak Walikota DR Firdaus dengan konsep smart city-nya.***

*Praktisi Perkotaan

DI tengah suasana pandemi Covid-19 ini, kota kita merayakan ulang tahunnya yang ke-236, yang telah tumbuh dari kawasan Senapelan sejak tahun 1784.  Tanpa lomba-lomba, tanpa upacara-upacara, dan tanpa seremonial yang melenakan demi protokol kesehatan.  Tidak perlu bersedih, karena begitulah keadaannya.  Yang penting adalah esensi dari mengingat bahwa kampung itu, sekarang sudah mekar sebutannya menjadi metropolitan karena penduduknya yang lebih dari 1 juta jiwa.  

Kalau sebutan metropolitan itu hanya terkait dengan jumlah penduduknya saja, maka kota ini hanya sebagai kampung besar, bukan sebuah kota.  Karena kota sejatinya adalah sebuah tatanan yang meliputi kawasan, penduduk, dan sarana penunjangnya yang direncanakan, dibangun, dan dikelola sedemikian rupa sehingga menjadi teratur, nyaman, dan mensejahterakan penghuninya.  

Serangkaian prestasi Pekanbaru dalam rentang waktu itu pun telah ditorehkan.  Kota terbersih berulang kali diraihnya dengan Adipura.  Pekanbaru pun tumbuh menjadi primadona dalam dunia usaha dan perdagangan, menyusul Medan dan Palembang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Sumatera.  

Rawa-rawa di Rawa Sari, Rawa Bening, Paus, Sidomulyo, dan Panam ditimbun untuk perumahan dengan tata kelola drainase yang minim.  Hulu Sungai Sail yang masih menyisakan hutan, ditanami sawit sehingga jadilah airnya keruh sampai ke hilir.  Jalan-jalan penghubung tumbuh alami dan berbelok-belok seperti di Paus, Teropong, dan Badak. Anak-anak sungai Sail, Senapelan, Air Hitam, dan Kelulut dengan air rawa kecoklatan yang dingin dan segar, kini berubah keruh, kotor dan tersuruk di bawah jalan-jalan besar dan flyover, di belakang hotel-hotel dan mall, dan menjadi tempat pembuangan sampah di belakang rumah-rumah cantik sepanjang alirannya.

Baca Juga:  Dendam Ilmiah

Deretan ruko-ruko menyisakan kawasan belakang yang kosong, semak, berair, dan kotor. Kerasnya persaingan dan cepatnya pergerakan warga tercermin dari perilaku berlalu lintas yang kasar dan semrawut. Banjir, sampah, dan kemacetan lalu lintas adalah persoalan klasik kota yang juga muncul di Pekanbaru.

Yang diperlukan Pekanbaru saat ini adalah pengelolaan dan penataan.  Ibarat kendaraan, mesinnya telah mantap, hanya perlu arah, rem, dan pengendalian yang stabil. Perkembangan kota tidak bisa dibiarkan tumbuh alami sekehendak pengembang dan masyarakat saja. Di sinilah fungsi pengawasan melalui penataan ruang dengan RTRW, dan yang lebih detil RDTR kawasan. Infrastruktur dasar kota seperti drainase, jalan, air bersih, transportasi massal, pengelolaan sampah dan ruang terbuka hijau harus menjadi prioritas penganggaran. Termasuk juga infrastruktur sosial seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan dan administrasi kependudukan. Sementara perdagangan, investasi, dan jasa di Pekanbaru sudah tumbuh dengan sendirinya.   

Baca Juga:  Mata Lebah dan Mata Lalat

Salah satu syarat keberlangsungan kota (sustainable city) adalah adanya sustainable transportation, yakni transportasi umum massal yang memadai.  Hal ini tentu harus didukung oleh BRT (bus rapid transit) transportasi cepat berbasis bus, konsep TOD (transit oriented development) pembangunan berbasis simpul transportasi massal, pengaturan hirarki jalan arteri-kolektor, penuntasan jalan lingkar, dan revitalisasi jalan-jalan kolektor.

Pengelolaan lingkungan kota yang utama adalah persampahan dan ruang terbuka hijau (RTH). Pengangkutan sampah konvensional dengan menggunakan petugas yang memuat sampah dari onggokan di tepi jalan ke atas truk tidak pantas lagi untuk kawasan perkotaan dan jalan arteri.  Penggunaan waste container yang bisa di-upload untuk disalin/dikosongkan ke dalam truk secara hidrolik seperti yang dilakukan di Surabaya rasanya adalah alternatif terbaik dan efisien.  RTH publik yang dimiliki Pekanbaru yang hanya sebesar 3% dari dari luas kota dari persyaratan sebesar 20%, harus cepat dikejar dengan memanfaatkan tanah-tanah kosong fasilitas umum/sosial di wilayah perumahan. 

Kita patut berterima kasih pada Pak Walikota DR Firdaus dengan konsep smart city-nya.***

*Praktisi Perkotaan

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari