Sabtu, 27 Juli 2024

Menakar Pandemi di Tahun Politik

Genderang pemilihan kepala daerah telah ditabuh, terdapat 270 kabupaten/kota di Indonesia yang ikut larut dalam pesta demokrasi tersebut. Bisa dikatakan pilkada kali ini, merupakan yang unik bahkan mungkin satu-satunya yang memiliki karakter khas dibandingkan perhelatan serupa beberapa kali sebelumnya.

Pertama, untuk periodesasi kepemimpinan yang dihasilkan, ternyata tidak memiliki masa bakti sampai lima tahun seperti selama ini. Masa jabatan untuk periode ini hanya sekitar tiga tahun, di mana pada 2024 merupakan pelaksanaan pilkada serentak se-Indonesia. Jika selama ini pilkada serentak hanya terbatas pada pengelompokan yang sama masa kepemimpinannya, ke depan seluruhnya dimulai dengan satu waktu sekaligus.

- Advertisement -

Kedua, pilkada dilaksanakan di tengah masa pandemi Covid19. Wabah yang berbahaya ini bisa dikatakan merupakan periode yang kelam dalam perjalanan hidup manusia, mengingat betapa banyak korban yang telah berjatuhan sampai pada saat ini. Di tengah kecemasan itu pemerintah memang sempat menunda dilaksanakannya pilkada serentak 2020, dengan pertimbangan keselamatan nyawa manusia. Namun belakangan kebijakan itu ditinjau kembali, sehingga lokomotif pilkada serentak kembali dinyalakan, namun pelaksanaan pemungutannya berlangsung pada 9 Desember, atau undur tiga bulan dari sebelumnya yang diagendakan pada September.

Keputusan itu tentu saja menuai pro kontra di tengah masyarakat, namun betapapun memang tetap sulit untuk terus menunda sementara bayangan akan usainya pandemi Covid19 masih belum diketahui.

Baca Juga:  Masa Transisi Rawan Korupsi

Hal ini memang bisa dikatakan sebagai pertaruhan besar, pasalnya dalam setiap agenda atau tahapan yang dilaksanakan berkaitan dengan pilkada tidak bisa terlepas dari keramaian. Sebut saja contoh adalah pendaftaran Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Bupati dan Wakil Bupati ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota.

- Advertisement -

Hampir setiap paslon membawa rombongan yang melebihi batasan ideal yang seharusnya, sesuai dengan Protokol Kesehatan (Prokes).

“Kelebihan muatan” itu seolah menjadi fenomena yang tidak bisa terelakkan sama sekali. Ada faktor keengganan dari setiap paslon untuk menahan antusiasme pendukungnya yang ingin ikut mengantarkan sang jagoan yang dielu-elukan.

Walaupun tidak masuk ke dalam kantor KPU namun biasanya pendukung itu bertahan dengan jumlah banyak, di lingkungan KPU terutama di jalan sampai menunggu jagoannya selesai dari proses penyampaian dokumen terkait pencalonan.  Dari segi keramaian ini, mengindikasikan banyak hal yakni masih rendahnya kesadaran atau dukungan dari setiap paslon untuk taat prokes dengan baik, sebaliknya masih ada sikap toleran terhadap sesuatu yang sebenarnya rawan terjadinya penularan Covid19.

Baca Juga:  Mengelola Momentum Pemulihan Ekonomi Riau

Pihak terkait khususnya penyelenggara pilkada serentak lanjutan 2020 mesti melakukan evaluasi secara maksimal setiap tahapan yang ada. Tanpa ada evaluasi yang menyeluruh dan sungguh-sungguh, maka tak tertutup kemungkinan pada setiap tahapan pilkada itu justeru berpotensi menjadi semacam klaster baru Covid19.

Menurut penulis tidak ada salahnya, selain memperhatikan tunjuk ajar dari penyelenggara pemilu yang harus ditaati dengan ketat, setiap paslon juga memiliki beban moril untuk mendukung prokes secara baik.

Jangan ada massa dadakan, simpatisan liar yang justeru tidak memberikan kesan elok bagi paslon itu sendiri sebab menunjukkan ketidakmampuan memenej massa dengan baik. Terlebih bisa dianggap cuai terhadap resiko kesehatan.

Jika perlu rombongan massa resmi paslon itu mengenakan pakaian khusus, di luar dari yang berpakaian khusus maka tidak dianggap sebagai massa paslon tersebut dan bisa dibubarkan sewaktu-waktu.

Kita semua berharap tentunya tahapan pelaksanaan pilkada benar-benar menerapkan prokes secara maksimal, sehingga pelaksanaan pilkada serentak lanjutan ini tidak hanya berjalan dengan baik dan lancar tapi juga memberikan aspek kemaslahatan bagi semua pihak tanpa terkecuali, baik penyelenggara, kontestan maupun konstituen termasuk kalangan wartawan yang senantiasa bertugas melakukan peliputan dalam setiap helat pilkada tersebut.***

Genderang pemilihan kepala daerah telah ditabuh, terdapat 270 kabupaten/kota di Indonesia yang ikut larut dalam pesta demokrasi tersebut. Bisa dikatakan pilkada kali ini, merupakan yang unik bahkan mungkin satu-satunya yang memiliki karakter khas dibandingkan perhelatan serupa beberapa kali sebelumnya.

Pertama, untuk periodesasi kepemimpinan yang dihasilkan, ternyata tidak memiliki masa bakti sampai lima tahun seperti selama ini. Masa jabatan untuk periode ini hanya sekitar tiga tahun, di mana pada 2024 merupakan pelaksanaan pilkada serentak se-Indonesia. Jika selama ini pilkada serentak hanya terbatas pada pengelompokan yang sama masa kepemimpinannya, ke depan seluruhnya dimulai dengan satu waktu sekaligus.

Kedua, pilkada dilaksanakan di tengah masa pandemi Covid19. Wabah yang berbahaya ini bisa dikatakan merupakan periode yang kelam dalam perjalanan hidup manusia, mengingat betapa banyak korban yang telah berjatuhan sampai pada saat ini. Di tengah kecemasan itu pemerintah memang sempat menunda dilaksanakannya pilkada serentak 2020, dengan pertimbangan keselamatan nyawa manusia. Namun belakangan kebijakan itu ditinjau kembali, sehingga lokomotif pilkada serentak kembali dinyalakan, namun pelaksanaan pemungutannya berlangsung pada 9 Desember, atau undur tiga bulan dari sebelumnya yang diagendakan pada September.

Keputusan itu tentu saja menuai pro kontra di tengah masyarakat, namun betapapun memang tetap sulit untuk terus menunda sementara bayangan akan usainya pandemi Covid19 masih belum diketahui.

Baca Juga:  Wakaf Uang Berjangka

Hal ini memang bisa dikatakan sebagai pertaruhan besar, pasalnya dalam setiap agenda atau tahapan yang dilaksanakan berkaitan dengan pilkada tidak bisa terlepas dari keramaian. Sebut saja contoh adalah pendaftaran Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Bupati dan Wakil Bupati ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota.

Hampir setiap paslon membawa rombongan yang melebihi batasan ideal yang seharusnya, sesuai dengan Protokol Kesehatan (Prokes).

“Kelebihan muatan” itu seolah menjadi fenomena yang tidak bisa terelakkan sama sekali. Ada faktor keengganan dari setiap paslon untuk menahan antusiasme pendukungnya yang ingin ikut mengantarkan sang jagoan yang dielu-elukan.

Walaupun tidak masuk ke dalam kantor KPU namun biasanya pendukung itu bertahan dengan jumlah banyak, di lingkungan KPU terutama di jalan sampai menunggu jagoannya selesai dari proses penyampaian dokumen terkait pencalonan.  Dari segi keramaian ini, mengindikasikan banyak hal yakni masih rendahnya kesadaran atau dukungan dari setiap paslon untuk taat prokes dengan baik, sebaliknya masih ada sikap toleran terhadap sesuatu yang sebenarnya rawan terjadinya penularan Covid19.

Baca Juga:  Memanfaatkan Sampah Jadi Media Pembelajaran

Pihak terkait khususnya penyelenggara pilkada serentak lanjutan 2020 mesti melakukan evaluasi secara maksimal setiap tahapan yang ada. Tanpa ada evaluasi yang menyeluruh dan sungguh-sungguh, maka tak tertutup kemungkinan pada setiap tahapan pilkada itu justeru berpotensi menjadi semacam klaster baru Covid19.

Menurut penulis tidak ada salahnya, selain memperhatikan tunjuk ajar dari penyelenggara pemilu yang harus ditaati dengan ketat, setiap paslon juga memiliki beban moril untuk mendukung prokes secara baik.

Jangan ada massa dadakan, simpatisan liar yang justeru tidak memberikan kesan elok bagi paslon itu sendiri sebab menunjukkan ketidakmampuan memenej massa dengan baik. Terlebih bisa dianggap cuai terhadap resiko kesehatan.

Jika perlu rombongan massa resmi paslon itu mengenakan pakaian khusus, di luar dari yang berpakaian khusus maka tidak dianggap sebagai massa paslon tersebut dan bisa dibubarkan sewaktu-waktu.

Kita semua berharap tentunya tahapan pelaksanaan pilkada benar-benar menerapkan prokes secara maksimal, sehingga pelaksanaan pilkada serentak lanjutan ini tidak hanya berjalan dengan baik dan lancar tapi juga memberikan aspek kemaslahatan bagi semua pihak tanpa terkecuali, baik penyelenggara, kontestan maupun konstituen termasuk kalangan wartawan yang senantiasa bertugas melakukan peliputan dalam setiap helat pilkada tersebut.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari