Rabu, 4 Desember 2024

Kemanunggalan TNI dan Rakyat

Belakangan ini, viral berita tentang pandangan seorang tokoh yang menyatakan bahwa kemanunggalan TNI-Rakyat tidak lagi diperlukan. Menurutnya, rakyat hanya diperlukan oleh TNI ketika negara sedang berada dalam situasi peperangan. Pandangan ini sangat berbahaya, sesat, dan sangat provokatif. Sebab, kekuatan inti TNI berada pada kemanunggalan TNI dengan rakyat, bukan pada kecanggihan teknologi dan persenjataan yang dimilikinya.

Tak dipungkiri, sejarah mencatat bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia diperoleh dari hasil kemanunggalan TNI dan seluruh elemen rakyat. Demikian pula dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negeri ini.  Kemanunggalan yang terbangun melalui tekad mulia untuk tercapainya kesejahteraan seluruh rakyat negeri ini.

Rakyat ; ibu kandung TNI Menilik sejarah lahirnya TNI diawali perjuangan bangsa ini memperoleh kemerdekaanya. Perjuangan kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh berbagai komponen bangsa secara bersama sama tanpa ada satu komando. Kesemuanua diikat oleh rasa senasib sepenanggungan dan keinginan untuk meraih kemerdekaan. Perjuangan ikhlas dengan sikap tawadhu’ tanpa pamrih terlihat secara nyata. Sikap tawadhu’ terlihat pada diri Panglima besar Sudirman selama berjuang.

Ia tidak pernah dipanggil oleh pengikutnya dengan sebutan Jenderal. Tapi panggilan akrab yang sering ditujukan hanya dengan sebutan pak Kyai dan Pak De. Sebuah panggilan kemanunggalan yang membuat semakin menyatunya rasa kebersamaan. Melalui kemanunggalan harmonis TNI dan seluruh elemen bangsa, akhirnya kemerdekaan Indonesia dapat diproklamirkan. TNI lahir ketika bangsa ini baru berusia 1 bulan 18 hari, pasca lemerdekaan. Tepatnya pada tanggal 5 Oktober 1945. Pada saat itulah cikal bakal TNI muncul dengan sebutan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Dari catatan sejarah di atas, terlihat nyata eksistensi TNI lahir dan berjuang bersama rakyat sungguh tak terbantahkan. TNI hadir merupakan jelmaan dari rakyat yang berjuang dalam memperoleh dan mengisi kemerdekaan bangsa ini. Sungguh, TNI telah dilahirkan oleh ibu kandungnya, yaitu rakyat Indonesia.

Baca Juga:  Mencari Sosok Pimpinan Visioner

Ridho Allah Tergantung pada Ridho Orang Tua
Sejarah di atas membangun komitmen TNI yang tak akan bisa dipisahkan dari rakyat selamanya. Untuk itu, upaya memisahkan TNI dari rakyat sama saja dengan memisahkan seorang anak dari ibu kandungnya. Upaya ini merupakan upaya "pendurhakaan" TNI terhadap "ibu kandungnya". Hal ini jelas bertentangan dengan nurani TNI. Apalagi bila dikaitkan dengan ajaran Islam dan agama manapun sebagai perbuatan nista dan dibenci oleh Allah. Untuk itu, komitmennTNI untuk "berbakti" pada rakyat sebagai "ibu kandungnya" tak akan lapuk oleh hujan dan tak akan lengkang oleh panas.

Dalam ajaran Islam, kedudukan orang tua sangat mulia. Begitu mulia hingga Allah SWT menggandengkan mereka sebelum memberi ridho-Nya pada seorang muslim. Bahkan, dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: "Ridho Allah terletak pada ridho kedua orang tua dan murka Allah terletak pada kemurkaan keduanya" (HT. Ath Thabarani). Hadist yang diriwayatkan oleh Ath Thabarani di atas sangat populer untuk menggambarkan betapa tinggi posisi keridhoan orang tua dalam Islam.

Keberadaan ayah dan ibu dalam hidup seorang Muslim tak selayaknya dinafikan. Memuliakan orang tua menjadi salah satu ADAB DALAM ISLAM yang diutamakan. Bahkan dalam hadist yang lain dikatakan oleh Rasulullah SAW, berbuat baik kepada orang tua lebih mulia dibanding pergi berjihad. Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiyallahu anhuma, ia berkata, yang artinya: "Ada seseorang yang mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, ia ingin meminta izin untuk berjihad. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam lantas bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’, ‘masih ya Rasulullah.’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, ‘Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.’" (HR. MUSLIM)*

Baca Juga:  Menyingkap Lelang Jabatan

Begitulah kedudukan seorang ibu betapa dimuliakan didalam islam. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat beradab. Posisi seorang ibu begitu sangatlah dimuliakan. Terjemahan kemuliaan inilah yang oleh TNI diimplementasikan kedalam 8 wajib TNI, yang butir butirnya sebagai berikut:  

Pertama,  Bersikap ramah tamah terhadap rakyat. Kedua, Bersikap sopan santun terhadap rakyat. Ketiga, menjunjung tinggi kehormatan wanita. Keempat, menjaga kehormatan diri dimuka umum. Kelima, Senantiasa menjadi conto dalam sikap dan kesederhanaannya. Keenam, Tidak sekali kali merugikan rakyat. Ketujuh, Tidak sekali-kali menakuti dan menyakiti hati rakyat. Kedelapan, menjadi contoho dan mempelopori usaha usaha untuk mengatasi kesulitan rakyat sekelililingnya.

Cara pandang ini hendaknya dipahami dengan baik oleh segenap komponen bangsa Indonesia bahwa ibu kandung TNI adalah rakyat. Dengan demikian, tidak ada lagi orang yang berupaya, baik melalui pemikiran apalagi dengan tindakannya ingin memisahkan TNI dengan rakyat yang notabene rakyat adalah ibu kandungnya. Pemikiran seperti ini hanya dimiliki oleh mereka yang sesat dalam berfikir dan terselubung niat jahat untuk memisahkan anak dan ibunya. Niat jahat agar anak mendurhakai ibunya atau ibunya benci pada anaknya. B

ila hal ini dilakukan, maka demikian keji tindakan yang dilakukan. TNI konsisten untuk menjadi anak yang berbakti pada ibunya (rakyat). Sedangkan rakyat komitmen menjadi "ibu" yang mengayomi dan siap membela anaknya untuk bersama membangun bangsa Indonesia yang bermartabat.

Wa Allahua’lam bi al-Shawwab.***

 

Belakangan ini, viral berita tentang pandangan seorang tokoh yang menyatakan bahwa kemanunggalan TNI-Rakyat tidak lagi diperlukan. Menurutnya, rakyat hanya diperlukan oleh TNI ketika negara sedang berada dalam situasi peperangan. Pandangan ini sangat berbahaya, sesat, dan sangat provokatif. Sebab, kekuatan inti TNI berada pada kemanunggalan TNI dengan rakyat, bukan pada kecanggihan teknologi dan persenjataan yang dimilikinya.

Tak dipungkiri, sejarah mencatat bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia diperoleh dari hasil kemanunggalan TNI dan seluruh elemen rakyat. Demikian pula dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negeri ini.  Kemanunggalan yang terbangun melalui tekad mulia untuk tercapainya kesejahteraan seluruh rakyat negeri ini.

- Advertisement -

Rakyat ; ibu kandung TNI Menilik sejarah lahirnya TNI diawali perjuangan bangsa ini memperoleh kemerdekaanya. Perjuangan kemerdekaan Indonesia dilakukan oleh berbagai komponen bangsa secara bersama sama tanpa ada satu komando. Kesemuanua diikat oleh rasa senasib sepenanggungan dan keinginan untuk meraih kemerdekaan. Perjuangan ikhlas dengan sikap tawadhu’ tanpa pamrih terlihat secara nyata. Sikap tawadhu’ terlihat pada diri Panglima besar Sudirman selama berjuang.

Ia tidak pernah dipanggil oleh pengikutnya dengan sebutan Jenderal. Tapi panggilan akrab yang sering ditujukan hanya dengan sebutan pak Kyai dan Pak De. Sebuah panggilan kemanunggalan yang membuat semakin menyatunya rasa kebersamaan. Melalui kemanunggalan harmonis TNI dan seluruh elemen bangsa, akhirnya kemerdekaan Indonesia dapat diproklamirkan. TNI lahir ketika bangsa ini baru berusia 1 bulan 18 hari, pasca lemerdekaan. Tepatnya pada tanggal 5 Oktober 1945. Pada saat itulah cikal bakal TNI muncul dengan sebutan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

- Advertisement -

Dari catatan sejarah di atas, terlihat nyata eksistensi TNI lahir dan berjuang bersama rakyat sungguh tak terbantahkan. TNI hadir merupakan jelmaan dari rakyat yang berjuang dalam memperoleh dan mengisi kemerdekaan bangsa ini. Sungguh, TNI telah dilahirkan oleh ibu kandungnya, yaitu rakyat Indonesia.

Baca Juga:  Saat Mata Rantai Itu Belum Bekerja Optimal (Kasus Immoral Beberapa Oknum Siswa di Kabupaten Rohul)

Ridho Allah Tergantung pada Ridho Orang Tua
Sejarah di atas membangun komitmen TNI yang tak akan bisa dipisahkan dari rakyat selamanya. Untuk itu, upaya memisahkan TNI dari rakyat sama saja dengan memisahkan seorang anak dari ibu kandungnya. Upaya ini merupakan upaya "pendurhakaan" TNI terhadap "ibu kandungnya". Hal ini jelas bertentangan dengan nurani TNI. Apalagi bila dikaitkan dengan ajaran Islam dan agama manapun sebagai perbuatan nista dan dibenci oleh Allah. Untuk itu, komitmennTNI untuk "berbakti" pada rakyat sebagai "ibu kandungnya" tak akan lapuk oleh hujan dan tak akan lengkang oleh panas.

Dalam ajaran Islam, kedudukan orang tua sangat mulia. Begitu mulia hingga Allah SWT menggandengkan mereka sebelum memberi ridho-Nya pada seorang muslim. Bahkan, dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: "Ridho Allah terletak pada ridho kedua orang tua dan murka Allah terletak pada kemurkaan keduanya" (HT. Ath Thabarani). Hadist yang diriwayatkan oleh Ath Thabarani di atas sangat populer untuk menggambarkan betapa tinggi posisi keridhoan orang tua dalam Islam.

Keberadaan ayah dan ibu dalam hidup seorang Muslim tak selayaknya dinafikan. Memuliakan orang tua menjadi salah satu ADAB DALAM ISLAM yang diutamakan. Bahkan dalam hadist yang lain dikatakan oleh Rasulullah SAW, berbuat baik kepada orang tua lebih mulia dibanding pergi berjihad. Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiyallahu anhuma, ia berkata, yang artinya: "Ada seseorang yang mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, ia ingin meminta izin untuk berjihad. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam lantas bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’, ‘masih ya Rasulullah.’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, ‘Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya.’" (HR. MUSLIM)*

Baca Juga:  Menyingkap Lelang Jabatan

Begitulah kedudukan seorang ibu betapa dimuliakan didalam islam. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat beradab. Posisi seorang ibu begitu sangatlah dimuliakan. Terjemahan kemuliaan inilah yang oleh TNI diimplementasikan kedalam 8 wajib TNI, yang butir butirnya sebagai berikut:  

Pertama,  Bersikap ramah tamah terhadap rakyat. Kedua, Bersikap sopan santun terhadap rakyat. Ketiga, menjunjung tinggi kehormatan wanita. Keempat, menjaga kehormatan diri dimuka umum. Kelima, Senantiasa menjadi conto dalam sikap dan kesederhanaannya. Keenam, Tidak sekali kali merugikan rakyat. Ketujuh, Tidak sekali-kali menakuti dan menyakiti hati rakyat. Kedelapan, menjadi contoho dan mempelopori usaha usaha untuk mengatasi kesulitan rakyat sekelililingnya.

Cara pandang ini hendaknya dipahami dengan baik oleh segenap komponen bangsa Indonesia bahwa ibu kandung TNI adalah rakyat. Dengan demikian, tidak ada lagi orang yang berupaya, baik melalui pemikiran apalagi dengan tindakannya ingin memisahkan TNI dengan rakyat yang notabene rakyat adalah ibu kandungnya. Pemikiran seperti ini hanya dimiliki oleh mereka yang sesat dalam berfikir dan terselubung niat jahat untuk memisahkan anak dan ibunya. Niat jahat agar anak mendurhakai ibunya atau ibunya benci pada anaknya. B

ila hal ini dilakukan, maka demikian keji tindakan yang dilakukan. TNI konsisten untuk menjadi anak yang berbakti pada ibunya (rakyat). Sedangkan rakyat komitmen menjadi "ibu" yang mengayomi dan siap membela anaknya untuk bersama membangun bangsa Indonesia yang bermartabat.

Wa Allahua’lam bi al-Shawwab.***

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari