Minggu, 7 Juli 2024

Riau Bermarwah di Tengah Wabah

Dalam khazanah Melayu “marwah” bermakna luar biasa. Marwah bukan harta dan takhta yang bisa dimiliki sampai rela mempermalukan harga diri. Marwah adalah perkara menjaga amanah. Bagi manusia, sejak lahir marwah sudah dibawa. Hanya saja tak semua bisa menjaga. Ada pun “Riau Bermarwah” hakikatnya amanah yang diemban setiap insan di bumi lancang kuning untuk dapat menjaga anugerah yang telah Tuhan berikan kepada negeri ini. Dalam pemerintahan, insan bermarwah akan berusaha amanah, menjauhi penyimpangan kekuasaan dan jabatan. Karena jika berbuat sebaliknya, bukan hanya merugikan marwah daerah tapi juga merusak marwah dirinya.

Tantangan Riau Bermarwah
Setidaknya tergambar dari beberapa isu yang masih mendominasi persoalan kedaerahan.

- Advertisement -

Pertama, diawali dengan investasi paling vital yakni Sumber Daya Manusia (SDM). Bicara SDM maka alat ukur yang dipakai Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendidikan, kesehatan, pendapatan dan sebagainya. Menurut data BPS tahun 2019 IPM Riau sebesar 73. Nilai ini patut diapresiasi karena naik dari 2018. Namun jika dirinci menurut kabupaten/kota, masih saja terdapat ketimpangan. Nilai IPM tertinggi Kota Pekanbaru sebesar 81,35, namun beberapa Kabupaten terdapat gap yang signifikan. Seperti Kabupaten Meranti (65,93), Kabupaten Inhil (66,84), Kabupaten Rohil (69,40), Kabupaten Rohul (69,93), Kabupaten Inhu (70,05), dan Kabupaten Kuansing (70,78). Oleh karena itu, untuk mengejar SDM berdaya saing maka Pemprov Riau dituntut mengambil langkah strategis dengan berpedoman kepada nilai IPM ketika menyusun kebijakan alokasi anggaran.

Baca Juga:  Merefres Kebersamaan Pasca Pemilu

Implikasi kesenjangan yang tampak dari IPM sangat ketara. Contoh untuk sektor pendidikan, output-nya bisa dinilai dari UNBK sebagai salah satu standar penilaian proses pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI secara resmi mengeluarkan daftar 100 SMA negeri dan swasta terbaik di Indonesia berdasarkan hasil rata-rata nilai UN SMA/MA. Akan tetapi dari daftar tersebut tak satupun SMA Negeri dari Provinsi Riau masuk dalam 100 SMA terbaik di Indonesia, bandingkan dengan provinsi tetangga seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara yang mengirimkan perwakilan. Capaian ini tentu butuh perhatian apalagi SMA kewenangan dan dibiayai APBD Provinsi. Selain pendidikan juga masih ada kesenjangan sarana kesehatan sama-sama perlu dievaluasi secara menyeluruh.

Kedua, aspek sosial dan ekonomi. Melihat persentase penduduk miskin di Provinsi Riau kita bersyukur per September 2019 persentasenya mengalami penurunan sebesar 0,31 poin dibandingkan tahun 2018. Persentase penduduk miskin Provinsi Riau (6,90 persen) juga berada di bawah persentase penduduk miskin Indonesia (9,22 persen). Namun yang jadi catatan, garis kemiskinan justru meningkat 7,74 persen, dan di daerah perkotaan terjadi peningkatan sebesar 9,43 persen. Ini jika tak ditangani serius bisa membawa efek bola salju secara sosial dan ekonomi kedaerahan. Belum meratanya pembangunan diyakini salah satu penyebab yang akhirnya memicu mobilitas desa ke kota. Maka program tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam Arah Kebijakan Pembangunan Lima Tahunan Provinsi Riau 2019-2024 yang memfokuskan infrastruktur wilayah perlu direalisasikan secara bertahap. Sehingga efek pembangunan di Riau dapat merata.

- Advertisement -
Baca Juga:  Penggerak Ekselerasi Mutu Pendidikan

Dalam rangka mewujudkan pemerataan perlu berorientasi kepada program yang dapat menjadi trigger. Seperti kerjasama antar kawasan seperti Pekansikawan (Pekanbaru, Siak, Kampar dan Pelalawan) dan lainnya. Berkaca dari 2019, meski Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Riau terbesar keenam secara nasional dan kedua di luar pulau jawa, namun pertumbuhan ekonominya malah terendah di wilayah sumatera. Dibandingkan dengan tetangga pertumbuhan ekonomi Riau (2,84 persen) masih kalah Provinsi Sumatera Utara (5,22 persen) dan Provinsi Sumatera Barat (5,05 persen). Padahal jumlah PDRB Riau yang besar idealnya bisa mengantrol pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan pemaparan di atas, tagline Riau Bermarwah diharapkan bukan sekedar jargon. Sebagai bagian dari entitas Riau, kita selalu berharap yang terbaik bagi daerah. Tantangan yang menghadang akan bisa dihadapi jika ada kemauan dan keterpaduan. Dimulai dari sektor kepemimpinan daerah membenahi organisasinya karena tantangan yang dihadapi perlu individu yang bersungguh-sungguh.***

Dalam khazanah Melayu “marwah” bermakna luar biasa. Marwah bukan harta dan takhta yang bisa dimiliki sampai rela mempermalukan harga diri. Marwah adalah perkara menjaga amanah. Bagi manusia, sejak lahir marwah sudah dibawa. Hanya saja tak semua bisa menjaga. Ada pun “Riau Bermarwah” hakikatnya amanah yang diemban setiap insan di bumi lancang kuning untuk dapat menjaga anugerah yang telah Tuhan berikan kepada negeri ini. Dalam pemerintahan, insan bermarwah akan berusaha amanah, menjauhi penyimpangan kekuasaan dan jabatan. Karena jika berbuat sebaliknya, bukan hanya merugikan marwah daerah tapi juga merusak marwah dirinya.

Tantangan Riau Bermarwah
Setidaknya tergambar dari beberapa isu yang masih mendominasi persoalan kedaerahan.

Pertama, diawali dengan investasi paling vital yakni Sumber Daya Manusia (SDM). Bicara SDM maka alat ukur yang dipakai Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendidikan, kesehatan, pendapatan dan sebagainya. Menurut data BPS tahun 2019 IPM Riau sebesar 73. Nilai ini patut diapresiasi karena naik dari 2018. Namun jika dirinci menurut kabupaten/kota, masih saja terdapat ketimpangan. Nilai IPM tertinggi Kota Pekanbaru sebesar 81,35, namun beberapa Kabupaten terdapat gap yang signifikan. Seperti Kabupaten Meranti (65,93), Kabupaten Inhil (66,84), Kabupaten Rohil (69,40), Kabupaten Rohul (69,93), Kabupaten Inhu (70,05), dan Kabupaten Kuansing (70,78). Oleh karena itu, untuk mengejar SDM berdaya saing maka Pemprov Riau dituntut mengambil langkah strategis dengan berpedoman kepada nilai IPM ketika menyusun kebijakan alokasi anggaran.

Baca Juga:  Penerbitan IMB dan SLF Gedung Fungsi Khusus

Implikasi kesenjangan yang tampak dari IPM sangat ketara. Contoh untuk sektor pendidikan, output-nya bisa dinilai dari UNBK sebagai salah satu standar penilaian proses pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI secara resmi mengeluarkan daftar 100 SMA negeri dan swasta terbaik di Indonesia berdasarkan hasil rata-rata nilai UN SMA/MA. Akan tetapi dari daftar tersebut tak satupun SMA Negeri dari Provinsi Riau masuk dalam 100 SMA terbaik di Indonesia, bandingkan dengan provinsi tetangga seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara yang mengirimkan perwakilan. Capaian ini tentu butuh perhatian apalagi SMA kewenangan dan dibiayai APBD Provinsi. Selain pendidikan juga masih ada kesenjangan sarana kesehatan sama-sama perlu dievaluasi secara menyeluruh.

Kedua, aspek sosial dan ekonomi. Melihat persentase penduduk miskin di Provinsi Riau kita bersyukur per September 2019 persentasenya mengalami penurunan sebesar 0,31 poin dibandingkan tahun 2018. Persentase penduduk miskin Provinsi Riau (6,90 persen) juga berada di bawah persentase penduduk miskin Indonesia (9,22 persen). Namun yang jadi catatan, garis kemiskinan justru meningkat 7,74 persen, dan di daerah perkotaan terjadi peningkatan sebesar 9,43 persen. Ini jika tak ditangani serius bisa membawa efek bola salju secara sosial dan ekonomi kedaerahan. Belum meratanya pembangunan diyakini salah satu penyebab yang akhirnya memicu mobilitas desa ke kota. Maka program tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam Arah Kebijakan Pembangunan Lima Tahunan Provinsi Riau 2019-2024 yang memfokuskan infrastruktur wilayah perlu direalisasikan secara bertahap. Sehingga efek pembangunan di Riau dapat merata.

Baca Juga:  Pendidikan, Society 5.0 dan Revolusi Industri 4.0

Dalam rangka mewujudkan pemerataan perlu berorientasi kepada program yang dapat menjadi trigger. Seperti kerjasama antar kawasan seperti Pekansikawan (Pekanbaru, Siak, Kampar dan Pelalawan) dan lainnya. Berkaca dari 2019, meski Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Riau terbesar keenam secara nasional dan kedua di luar pulau jawa, namun pertumbuhan ekonominya malah terendah di wilayah sumatera. Dibandingkan dengan tetangga pertumbuhan ekonomi Riau (2,84 persen) masih kalah Provinsi Sumatera Utara (5,22 persen) dan Provinsi Sumatera Barat (5,05 persen). Padahal jumlah PDRB Riau yang besar idealnya bisa mengantrol pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan pemaparan di atas, tagline Riau Bermarwah diharapkan bukan sekedar jargon. Sebagai bagian dari entitas Riau, kita selalu berharap yang terbaik bagi daerah. Tantangan yang menghadang akan bisa dihadapi jika ada kemauan dan keterpaduan. Dimulai dari sektor kepemimpinan daerah membenahi organisasinya karena tantangan yang dihadapi perlu individu yang bersungguh-sungguh.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari