Jumat, 5 Juli 2024

Sebelum Sampah Jadi Musibah

Persoalan sampah yang menumpuk jadi trending topic di Kota Pekanbaru. Sebagai ibukota Provinsi Riau jelas permasalahan ini tak bisa dibiarkan berlama-lama. Pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru sebenarnya pernah berada di fase pantas dibanggakan. Bahkan meraih Piala Adipura selama tujuh tahun berturut-turut di bawah nakhoda saudara Herman Abdullah.

Sebenarnya warisan kebijakan masa lalu yang masih efektif dan baik hendaknya diteruskan saja. Bila dipandang perlu lakukan modifikasi untuk lebih baik. Kebiasaan mengganti ke pendekatan baru sampai mempertaruhkan "marwah" yang pernah dimiliki Kota Pekanbaru yakni penghargaan justru bukan opsi bijak. Tulisan ini tak bermaksud membuat sosok Pimpinan Kota Pekanbaru makin terpojok. Anggap saja reminder perlunya menjaga kebijakan yang berkesinambungan.

- Advertisement -

Mengatasi permasalahan sampah bukan kerja pemerintah daerah (Pemda) saja. Namun tugas bersama. Isu A sampai Z tentang sampah mesti diawali dan diakhiri dengan semangat kolektivitas. Pemda, masyarakat dan swasta berperan. Di sisi Pemko Pekanbaru hindari berpikir linier dan terperangkap rutinitas pengumpulan sampah.

Sah-sah saja Pemko menargetkan perolehan retribusi dari sampah sampai bermilyar. Namun jangan jadi tujuan. Pola pikir tadi justru menjebak dan membuat Pemko terjerembab dalam lubang jebakan sampah. Ngomong-ngomong sekarang sudah terbukti kewalahan. Permasalahan sampah perlu dieksekusi dengan pendekatan yang holistik, sistematis dan bersinergi. Sekali lagi, hanyut dalam rutinitas mengumpulkan sampah dan memikirkan retribusi sampah bisa melenakan Pemda.

Baca Juga:  Bonus Demografi Riau, Anugerah atau Bencana?

Masyarakat pun akan konsisten menghasilkan sampah tanpa batas. Sikap abai terhadap sampah justru yang paling pantas dikhawatirkan. Warga yang sudah bayar retribusi merasa bebas hasilkan sampah sebanyak apapun.

- Advertisement -

Dari data yang didapat, produksi sampah di Kota Pekanbaru tiap hari bisa mencapai 1.000 ton. 800 ton diantaranya dibuang langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Muara Fajar. Sisanya entah kemana. TPA pastinya punya batas daya tampung. Parahnya sampah yang terus terkumpul tidak berbanding lurus dengan kemampuan daur-ulang atau mengelola. Akibatnya tumpukan makin menggunung sementara agenda dan roadmap mengurangi dan mengelola sampah jangka panjang belum jelas seperti apa.

Di level Provinsi Gubernur Riau sudah menginisiasi rancangan PeraturanGubernur (Pergub) tentang pengelolaan sampah guna menekan penggunaan plastik di Provinsi Riau. Pendekatan pengelolaan sampah yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana mereduksinya. Cara-cara lawas perlu diseriusi. Selain kampanye kognisi di atas, program seperti Bank Sampah dan bentuk pengelolaan sampah berbasis pemberdayaan masyarakat dengan menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle) juga efektif. Kegiatan pun bisa bernilai ekonomi. Agar berdampak masif perlu diperkuat melalui pemberdayaan oleh Pemda dan menggandeng swasta atau dunia usaha melalui Coorporate Social Responsible (CSR).

Baca Juga:  RPPLH, Pondasi Riau Hijau untuk Riau Bermarwah

Tinggal bagaimana memberi insentif kepada sektor usaha dan swasta yangmendukung pengelolaan sampah jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Pendekatan pengelolaan sampah bernilai ekonomi juga membantu program pemulihan ekonomi di tengah wabah. Memunculkan sektor usaha baru yang dapat ditekuni secara individual atau warga dalam jumlah terbatas.

Terakhir, sampah akan selalu ada. Tapi dengan mengendalikan kuantitas diyakini akan membantu Pemda mengatasi sampah di wilayahnya. Kuncinya keinginan kuat dan roadmap. Untuk lingkup Pemko Pekanbaru, isu sampah harus lintas sektoral. Pola seperti era kepemimpinan Herman Abdullah dipandang efektif. Setiap Satker/Badan di lingkungan Pemko bertanggungjawab mengurus sampah di unit kerjanya.

Selain rutinitas sampah, masing-masing Satker/Badan perlu mengintegrasikan isu sampah dalam program kegiatan sesuai kewenangan. Misal Dinas Pendidikan menyadarkan kepedulian terhadap sampah sejak dini melalui sekolah. Begitu seterusnya sektor lain. Kita tidak boleh berleha-leha soal sampah. Karena dampaknya bukan tumpukan tak enak dipandang mata saja. Tetapi bau dan kotor bisa menimbulkan penyakit. Berikut musibah lain yang patut diwaspadai semisal banjir.***

Persoalan sampah yang menumpuk jadi trending topic di Kota Pekanbaru. Sebagai ibukota Provinsi Riau jelas permasalahan ini tak bisa dibiarkan berlama-lama. Pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru sebenarnya pernah berada di fase pantas dibanggakan. Bahkan meraih Piala Adipura selama tujuh tahun berturut-turut di bawah nakhoda saudara Herman Abdullah.

Sebenarnya warisan kebijakan masa lalu yang masih efektif dan baik hendaknya diteruskan saja. Bila dipandang perlu lakukan modifikasi untuk lebih baik. Kebiasaan mengganti ke pendekatan baru sampai mempertaruhkan "marwah" yang pernah dimiliki Kota Pekanbaru yakni penghargaan justru bukan opsi bijak. Tulisan ini tak bermaksud membuat sosok Pimpinan Kota Pekanbaru makin terpojok. Anggap saja reminder perlunya menjaga kebijakan yang berkesinambungan.

Mengatasi permasalahan sampah bukan kerja pemerintah daerah (Pemda) saja. Namun tugas bersama. Isu A sampai Z tentang sampah mesti diawali dan diakhiri dengan semangat kolektivitas. Pemda, masyarakat dan swasta berperan. Di sisi Pemko Pekanbaru hindari berpikir linier dan terperangkap rutinitas pengumpulan sampah.

Sah-sah saja Pemko menargetkan perolehan retribusi dari sampah sampai bermilyar. Namun jangan jadi tujuan. Pola pikir tadi justru menjebak dan membuat Pemko terjerembab dalam lubang jebakan sampah. Ngomong-ngomong sekarang sudah terbukti kewalahan. Permasalahan sampah perlu dieksekusi dengan pendekatan yang holistik, sistematis dan bersinergi. Sekali lagi, hanyut dalam rutinitas mengumpulkan sampah dan memikirkan retribusi sampah bisa melenakan Pemda.

Baca Juga:  Merefres Kebersamaan Pasca Pemilu

Masyarakat pun akan konsisten menghasilkan sampah tanpa batas. Sikap abai terhadap sampah justru yang paling pantas dikhawatirkan. Warga yang sudah bayar retribusi merasa bebas hasilkan sampah sebanyak apapun.

Dari data yang didapat, produksi sampah di Kota Pekanbaru tiap hari bisa mencapai 1.000 ton. 800 ton diantaranya dibuang langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Muara Fajar. Sisanya entah kemana. TPA pastinya punya batas daya tampung. Parahnya sampah yang terus terkumpul tidak berbanding lurus dengan kemampuan daur-ulang atau mengelola. Akibatnya tumpukan makin menggunung sementara agenda dan roadmap mengurangi dan mengelola sampah jangka panjang belum jelas seperti apa.

Di level Provinsi Gubernur Riau sudah menginisiasi rancangan PeraturanGubernur (Pergub) tentang pengelolaan sampah guna menekan penggunaan plastik di Provinsi Riau. Pendekatan pengelolaan sampah yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana mereduksinya. Cara-cara lawas perlu diseriusi. Selain kampanye kognisi di atas, program seperti Bank Sampah dan bentuk pengelolaan sampah berbasis pemberdayaan masyarakat dengan menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle) juga efektif. Kegiatan pun bisa bernilai ekonomi. Agar berdampak masif perlu diperkuat melalui pemberdayaan oleh Pemda dan menggandeng swasta atau dunia usaha melalui Coorporate Social Responsible (CSR).

Baca Juga:  Belajar dari Masalah Pengangguran di India

Tinggal bagaimana memberi insentif kepada sektor usaha dan swasta yangmendukung pengelolaan sampah jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Pendekatan pengelolaan sampah bernilai ekonomi juga membantu program pemulihan ekonomi di tengah wabah. Memunculkan sektor usaha baru yang dapat ditekuni secara individual atau warga dalam jumlah terbatas.

Terakhir, sampah akan selalu ada. Tapi dengan mengendalikan kuantitas diyakini akan membantu Pemda mengatasi sampah di wilayahnya. Kuncinya keinginan kuat dan roadmap. Untuk lingkup Pemko Pekanbaru, isu sampah harus lintas sektoral. Pola seperti era kepemimpinan Herman Abdullah dipandang efektif. Setiap Satker/Badan di lingkungan Pemko bertanggungjawab mengurus sampah di unit kerjanya.

Selain rutinitas sampah, masing-masing Satker/Badan perlu mengintegrasikan isu sampah dalam program kegiatan sesuai kewenangan. Misal Dinas Pendidikan menyadarkan kepedulian terhadap sampah sejak dini melalui sekolah. Begitu seterusnya sektor lain. Kita tidak boleh berleha-leha soal sampah. Karena dampaknya bukan tumpukan tak enak dipandang mata saja. Tetapi bau dan kotor bisa menimbulkan penyakit. Berikut musibah lain yang patut diwaspadai semisal banjir.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari