Jerebu Belum Berlalu

 PERNAH terbebas dari ancaman jerebu ternyata tidak membuat kita mawas diri. Lagi, lagi dan lagi tanah melayu diserang jerebu dari berbagai penjuru. Salah siapa? Sekarang bukan saatnya untuk menyalahkan, tapi bagaimana mencarikan solusi sebelum partikel-partikel beracun menggerogoti paru-paru dan menimbulkan korban jiwa.

Ironisnya, di tengah kondisi ekonomi yang pasang surut, masyarakat kembali dibebankan dengan harus membayar untuk bernafas. Bagaimana tidak masyarakat harus kembali merogoh kantong untuk membeli masker atau penjernih udara untuk dapat menghirup udara yang sejatinya mudah didapat. Belum lagi, harus berobat karena terserang ISPA, lagi-lagi masyarakat yang dirugikan.

- Advertisement -

Kekhawatiran mencuat setelah ratusan warga menjadi korban terpapar ISPA. Berdasarkan data yang sudah diterima Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Kamis (1/8), tercatat 826 warga yang diduga terdampak asap. Korban berjatuhan itu berasal dari berbagai kalangan umur, baik anak-anak hingga dewasa.

Tingginya angka korban ISPA bukan tanpa sebab. Pasalnya, beberapa hari terakhir, sejumlah daerah masih terjadi kebakaran hutan dan lahan. Alhasil, ancaman jerebu pun tak terelakkan. Hingga saat ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau mencatat 3.804 hektare lahan terbakar di tanah melayu ini.  

- Advertisement -

Jika dirunut dari tahun-tahun sebelumnya, angka kasus karhutla hingga saat ini memang belum sebesar tahun lalu atau puncak di tahun 2015 yang sempat membuat Riau khususnya dan Indonesia umumnya menjadi sorotan dunia internasional. Tapi itu bukan menjadi alasan untuk berpangku tangan untuk menunggu korban terus berjatuhan karena terpapar partikel membahayakan.

Jika dilihat dari kaca mata materi, dampak yang juga dirasakan dan dikhawatirkan adalah sektor perekonomian yang terkena imbasnya. Belum lagi, aktivitas masyarakat yang terganggu hingga miliaran rupiah yang harus terbuang untuk penanganan bencana musiman itu.

Angka miliaran rupiah sejatinya dapat dimanfaatkan untuk hal positif lainnya jika kebakaran hutan dan lahan tidak terjadi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau saja sudah men-standby-kan atau menyiagakan Rp10 miliar, dana tak terduga pada APBD Riau tahun 2019 ini. Tapi mau tidak mau, sebelum jerebu memakan korban jiwa, penanganan dari berbagai penjuru, baik darat dan udara dilakukan secara simultan.

Sebenarnya pemerintah dengan segala daya upaya telah berbuat. Tak bisa kita pungkiri kondisi topografi alam gambut membuat upaya pemadaman harus bertungkus lumus dan berpeluh. Selain itu, total 17 helikopter dan dua pesawat dengan rincian tujuh helikopter bantuan BNPB, delapan helikopter bantuan swasta, satu helikopter BKO TNI AU, satu helikopter KLHK, dua pesawat bantuan BPPT untuk teknologi modifikasi cuaca. Ditambah lagi 1.512 personel gabungan TNI-Polri, BPBD, Manggala Agni, perusahaan swasta dan masyarakat peduli api ikut berjibaku terjun ke lokasi karhutla.

Berkaca dari kasus karhutla yang terus berulang, sejatinya harus ada solusi konkret dan tegas untuk persoalan sistemik tersebut. Sanksi tegas untuk memberikan efek jera sangat mungkin untuk dilakukan tanpa ada pandang bulu. Sebelum protes di dunia maya dan negara tetangga mencuat ke permukaan. Saatnya berbenah, jangan tunggu sampai ada korban jiwa berjatuhan karena jerebu yang memburu.***

 PERNAH terbebas dari ancaman jerebu ternyata tidak membuat kita mawas diri. Lagi, lagi dan lagi tanah melayu diserang jerebu dari berbagai penjuru. Salah siapa? Sekarang bukan saatnya untuk menyalahkan, tapi bagaimana mencarikan solusi sebelum partikel-partikel beracun menggerogoti paru-paru dan menimbulkan korban jiwa.

Ironisnya, di tengah kondisi ekonomi yang pasang surut, masyarakat kembali dibebankan dengan harus membayar untuk bernafas. Bagaimana tidak masyarakat harus kembali merogoh kantong untuk membeli masker atau penjernih udara untuk dapat menghirup udara yang sejatinya mudah didapat. Belum lagi, harus berobat karena terserang ISPA, lagi-lagi masyarakat yang dirugikan.

Kekhawatiran mencuat setelah ratusan warga menjadi korban terpapar ISPA. Berdasarkan data yang sudah diterima Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Kamis (1/8), tercatat 826 warga yang diduga terdampak asap. Korban berjatuhan itu berasal dari berbagai kalangan umur, baik anak-anak hingga dewasa.

Tingginya angka korban ISPA bukan tanpa sebab. Pasalnya, beberapa hari terakhir, sejumlah daerah masih terjadi kebakaran hutan dan lahan. Alhasil, ancaman jerebu pun tak terelakkan. Hingga saat ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau mencatat 3.804 hektare lahan terbakar di tanah melayu ini.  

Jika dirunut dari tahun-tahun sebelumnya, angka kasus karhutla hingga saat ini memang belum sebesar tahun lalu atau puncak di tahun 2015 yang sempat membuat Riau khususnya dan Indonesia umumnya menjadi sorotan dunia internasional. Tapi itu bukan menjadi alasan untuk berpangku tangan untuk menunggu korban terus berjatuhan karena terpapar partikel membahayakan.

Jika dilihat dari kaca mata materi, dampak yang juga dirasakan dan dikhawatirkan adalah sektor perekonomian yang terkena imbasnya. Belum lagi, aktivitas masyarakat yang terganggu hingga miliaran rupiah yang harus terbuang untuk penanganan bencana musiman itu.

Angka miliaran rupiah sejatinya dapat dimanfaatkan untuk hal positif lainnya jika kebakaran hutan dan lahan tidak terjadi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau saja sudah men-standby-kan atau menyiagakan Rp10 miliar, dana tak terduga pada APBD Riau tahun 2019 ini. Tapi mau tidak mau, sebelum jerebu memakan korban jiwa, penanganan dari berbagai penjuru, baik darat dan udara dilakukan secara simultan.

Sebenarnya pemerintah dengan segala daya upaya telah berbuat. Tak bisa kita pungkiri kondisi topografi alam gambut membuat upaya pemadaman harus bertungkus lumus dan berpeluh. Selain itu, total 17 helikopter dan dua pesawat dengan rincian tujuh helikopter bantuan BNPB, delapan helikopter bantuan swasta, satu helikopter BKO TNI AU, satu helikopter KLHK, dua pesawat bantuan BPPT untuk teknologi modifikasi cuaca. Ditambah lagi 1.512 personel gabungan TNI-Polri, BPBD, Manggala Agni, perusahaan swasta dan masyarakat peduli api ikut berjibaku terjun ke lokasi karhutla.

Berkaca dari kasus karhutla yang terus berulang, sejatinya harus ada solusi konkret dan tegas untuk persoalan sistemik tersebut. Sanksi tegas untuk memberikan efek jera sangat mungkin untuk dilakukan tanpa ada pandang bulu. Sebelum protes di dunia maya dan negara tetangga mencuat ke permukaan. Saatnya berbenah, jangan tunggu sampai ada korban jiwa berjatuhan karena jerebu yang memburu.***

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya