AKANKAH Jerman mengepak koper lebih cepat dan pulang lebih pagi? Sebagai salah satu tuan rumah Piala Eropa 2020 (2021), Jerman memiliki keuntungan. Karena kejuaraan ini boleh dihadiri penonton –meski tak memenuhi stadion– namun hal itu bisa menjadi dukungan penting bagi tuan rumah yang ikut bertanding.
Tim sekelas Jerman, dengan pengalaman menjadi juara di kejuaraan major seperti Piala Dunia dan Piala Eropa, semestinya tidak berada pada posisi "yang harus dikhawatirkan" dalam penyisihan grup. Namun kekhawatiran tersebut sudah pernah terjadi dan terbukti, salah satunya menjadi juru kunci grup di Piala Dunia 2018 Rusia. Ketika itu, kekalahan dari Meksiko dan Korea Selatan membuat Der Panzer harus pulang lebih cepat dengan konflik internal yang kemudian keluar ke publik. Padahal, status Jerman ketika itu adalah juara bertahan setelah juara di Brazil pada 2014.
Dan kini, kekhawatiran itu tak bisa disembunyikan lagi oleh para pendukungnya. Kekalahan 0-1 dari Prancis di pertadingan pembuka penyisihan Grup F pada Selasa (16/6/2021) lalu menjadi isyarat hal itu. Kekalahan di Stadion Allianz, kandang sendiri, yang membuat napas seluruh orang Jerman terasa berat. Gol tunggal lawan yang dicetak oleh pemain Jerman sendiri (bunuh diri), bek Mats Hummels, tak bisa dibalas.
Jerman berada dalam masalah besar karena di pertandingan lainnya Portugal menang telak atas salah satu tuan rumah, Hongaria, 3-0. Meski nyaris sepanjang pertandingan Selecao Das Antas dibuat frustasi oleh Adam Szalai dkk, namun dalam 10 menit terakhir pertandingan mereka mendapatkan ruang untuk menembus pertahanan lawan dan akhirnya mencetak tiga gol lewat Raphael Guerreiro dan Cristiano Ronaldo (dua gol).
Dan, dini hari ini kedua tim akan bentrok. Bagi keduanya, hanya kemenangan yang mungkin bisa menyelamatkan mereka. Sebab, jika kalah atau seri, hitungannya lebih rumit. Bagi Jerman, jika kalah sangat sulit untuk lolos ke 16 Besar. Sedang bagi Portugal, hasil seri masih memungkinkan mereka lolos karena akan memiliki 4 poin meski di partai terakhir akan berhadapan dengan Prancis.
Kerasnya persaingan Grup F sebagai grup neraka, kini mulai terasa bagi Jerman. Saat berhadapan dengan Prancis, sebenarnya secara permainan mereka tak kalah dibanding lawan. Catatan statistik ESPN menjelaskan, Jerman unggul di semua lini dengan penguasaan bola 59 persen berbanding 41 milik Jerman. Kemudian, mereka juga melakukan 10 kali percobaan tendangan ke gawang meski hanya 1 yang on target. Serang Prancis 4 percobaan dan 1 on target.
Namun statistik ini tak mendukung hasil akhir yang menempatkan Jerman sebagai tim yang kalah. Di luar gol bunuh diri Hummels, pertarungan ketat terjadi di lini tengah. Formasi 3-4-3 yang diusung Joachim Low tak bisa mengalahkan 4-3-3 yang diusung Didier Deschamps. Trio Adrien Rabiot, N’Golo Kante, dan Paul Pogba yang dibantu Benjamin Pavard dan Lucas Hernandez di bek kanan dan kiri, ditambah Kylian Mbappe dan Antoine Griezmann yang mobil tunun-naik, plus Karim Benzema yang selalu mencari ruang dan tak terpaku di kotak penalti, berhasil membendung upaya Toni Kroos, Ilkay Gundogan, Joshua Kimmick, dan Robin Gosen. Dengan menggunakan tiga bek di belakang, Jerman kekurangan amunisi di lini tengah.
Di saat menyerang, Jerman hanya mengandalkan 7 pemain. Ini berbeda dengan Prancis yang bisa mengerahkan minimal 8 pemainnya. Strategi Deschamps lebih elastis saat menyerang dan bertahan, sementara Jerman mengalami kesulitan saat bertahan. Gol bunuh diri Hummels adalah bukti dari kepanikan pertahanan Jerman, padahal bola tidak datang dari kemelut. Melainkan dari sepakan Lucas Hernandez yang menusuk ke pertahanan yang mestinya bisa diantisipasi.
Melawan Portugal yang memiliki skuad lumayan mewah dan dalam sebagaimana Prancis, Jerman juga harus bekerja keras lagi. Formasi 4-2-3-1 yang diterapkan Fernando Santos jauh lebih sulit ditembus karena memaksimalkan peran gelandang dalam bertahan dan menyerang. Di depan duet Pepe-Ruben Dias, Portugal menempatkan dua pivot yang bertenaga pada diri Danilo Pereira dan William Carvalho. Di depan keduanya ada tiga gelandang menyerang, yakni Bruno Fernandes, Bernardo Silva dan Diogo Jota untuk mendukung Ronaldo sebagai striker tunggal. Dua bek, Nelson Semedo dan Guerreiro juga baik dalam menyerang dan bertahan.
Yang menjadi persoalan dalam tim Jerman ini, tidak ada gelandang kreatif bertipe playmaker. Kroos dan Gundogan bukan tipe playmaker yang berani membawa bola lebih lama seperti halnya Bernardo di tim Portugal atau Mesut Ozil seperti sebelumnya. Kondisi inilah yang membuat lini tengah Jerman terasa hambar. Serangan yang dibangun dari kaki ke kaki –saat melawan Prancis– sulit sampai ke Serge Gnabry yang menjadi targetman. Thomas Muller dan Kai Havertz sebenarnya sudah membantu memenuhi lapangan tengah agar Kroos dan Gundogan tak keteteran, namun tak mampu menggantikan sosok playmaker sekelas Ozil.
Sebaliknya, saat melawan Hongaria, Bruno Fernandes dan Bernardo sangat dominan dan bergantian mengatur permainan. Mereka menjadi jantung serangan Portugal yang membuat Jota dan Ronaldo mudah melakukan pergerakan. Bahkan ketika Rafa Silva masuk menggantikan Bernardo, daya serang Portugal tak berhenti.
Mungkin Hongaria memang secara materi tak semewah Jerman, tetapi sebuah skema yang sudah dibangun dengan baik dengan pilihan pemain yang tepat, tak akan mudah didikte, siapa pun lawannya. Tak adanya pemain yang bisa membawa dan menahan bola lebih lama sekelas Ozil, tetap akan menjadi problem Jerman saat menjamu Portugal.
Tak ada yang mudah dalam pertandingan ini. Baik bagi Portugal maupun Jerman. Namun, walau bagaimanapun, Jerman tetaplah Jerman, yang bertenaga, punya determinasi, dan sulit ditaklukkan. Begitu juga dengan Portugal yang banyak memiliki pemain kreatif di semua lini, punya perimbangan dalam menyerang dan bertahan, dan punya seorang pemimpin yang matang dan disegani seperti Ronaldo.
Pemahaman dan detil permainan akan menentukan dalam pertandingan ini. Kesalahan sedikit saja akan menjadi masalah. Saya tak suka Jerman mengepak koper lebih cepat, tetapi Portugal punya segalanya setidaknya meraih poin dalam pertandingan ini.***