SINGAPURA (RIAUPOS.CO) – Wakil-wakil Indonesia sukses besar di turnamen bulutangkis Singapura Terbuka tahun ini.
Dalam kejuaraan yang berlangsung di Singapore Indoor Stadium, Ahad (17/7), tiga wakil Merah Putih berhasil menjadi juara.
Sepanjang sejarah perhelatan Singapura Terbuka, kali terakhir Indonesia punya tiga wakil yang jadi juara terjadi pada 2013. Saat itu Tommy Sugiarto, Hendra Setiawan/M Ahsan, dan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang menaiki podium teratas.
Tahun ini, gelar juara diraih Anthony Sinisuka Ginting mengalahkan atlet Jepang Kodai Naraoka dengan straight game 23-21 dan 21-17 di tunggal putra. Lalu, di ganda putri Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti menghentikan perlawanan atlet Cina Zhang Shuxian/Zhen Yu dengan skor 21-14 dan 21-17.
Terakhir, di ganda putra, terjadi All Indonesian Finals Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin menundukkan seniornya Fajar Alfian/Rian Ardianto dalam pertarungan rubber game 9-21, 21-14, dan 21-16.
Kemenangan tersebut punya makna spesial bagi ketiga wakil. Buat Ginting, itu merupakan gelar World Tour pertamanya setelah dua tahun. Terakhir, pemain SGS Bandung itu juara di Indonesia Masters 2020. Sementara itu, bagi Apriyani/Fadia dan Leo/Daniel gelar tersebut sangat berarti karena berlaga dalam kondisi yang tidak begitu fit.
Seusai kemenangan di final, Ginting sampai membanting raket sebagai bentuk selebrasinya. Gelar itu menjadi kelegaan tersendiri baginya karena dalam setahun belakangan ini hasil pertandingannya tidak memuaskan.
Pemain kelahiran Cimahi, Jawa Barat, itu sangat bersyukur. Sebab, saat performanya sedang di bawah, dia tetap mendapat kepercayaan dari tim pelatih, PP PBSI, dan keluarga.
"Saya bisa memenangkan juara setelah setengah tahun, mungkin lebih, harus menunggu. Pastinya, kemenangan ini sebagai hadiah buat semuanya,"ungkap Ginting. Dukungan fans di dalam gedung pertandingan juga memberinya motivasi tersendiri.
Sementara itu, ganda putri Fadia senang bisa kembali juara kali kedua di World Tour setelah pekan lalu melakukannya di Malaysia Open 2022. Sebab, pagi sebelum final, kondisinya belum prima.
"Sempat ditanya pelatih, mau mundur atau tetap main, saya jawab tetap main. Meski tumit kiri saya masih sakit, saya ngotot dan memaksakan diri tetap main,"ujar Fadia.
Kenekatan itu bukan tanpa dasar. Fadia menyebutkan bahwa rasa ingin menang yang dimilikinya begitu besar sehingga mampu mengalahkan rasa sakit. "Saat main, saya seperti tidak ingat kalau kaki saya sakit. Karena ingin menang itu sangat besar, rasa sakit itu seperti hilang,"jelas Fadia.
Tandem Fadia, Apriyani, menambahkan bahwa sejak awal dia dengan Fadia sudah memiliki tekad yang sama. Yakni, selalu ingin juara di setiap penampilan. Dari awal mulai berpasangan, Apriyani menyebutkan kalau terus berkomunikasi untuk menyamakan mindset. "Sehingga pada akhirnya klop dan kemenangan bisa terwujud di lapangan,"kata Apriyani.
Ganda putra Leo mengaku, di game pertama, pinggangnya bermasalah. Hanya, dia tetap memaksakan untuk terus tampil. "Karena sudah tanggung dan ini laga final. Apalagi, Daniel siap mem-back up tadi (kemarin, red). Saya hanya bermain dan mengeluarkan yang terbaik saja. Ternyata, berhasil dan menang,"ujar Leo.(raf/c12/dra/jpg)