Sabtu, 23 November 2024
spot_img

TNZ, Impian Menuju Destinasi Wisata Dunia

Di dasar buminya kaya minyak, sementara bentangan danaunya menyajikan panorama alam semula jadi nan lestari. ketika alam dan manusia saling bersebati, itulah keindahan utama Taman Nasional Zamrud (TNZ).

Laporan Zulfadhli, Danau Zamrud

(RIAUPOS.CO) – Di Balairung Datuk Empat Suku, Siak Sri Indra Pura, Jumat (26/11/2021), puluhan wartawan menyimak pelatihan jurnalisme anti hoax dan fake news, serta perlindungan wartawan dalam konsep UU Pers dan UU ITE. Disela itu, apa yang disampaikan Asisten III Siak Drs H Jamaluddin MSi sangat menarik hati.

“Besok, ekspedisi ke Taman Nasional Zamrud,” katanya. Ia pun berkisah, mengenai TNZ yang berbalut legenda masyarakat setempat dengan sebutan tasik.  

Ia menceritakan terdapat dua danau utama yakni danau atas/besar dengan luasan 2.416 hektare serta danau bawah/kecil dengan luasan 316 hektare. Diantara dua dana itu dihubungkan oleh sungai Rasau.

Di danau besar pula ada pulau-pulau kecil, yang seolah terapung. Tak menjejak ke dasar, bisa berpindah, bergeser dipengaruhi arah angin. Pulau tersebut yakni Pulau Besar, Tengah, Bungsu dan Pulau Beruk.

"Pulau itu dihuni oleh kawanan beruk tak berekor," jelasnya.

Pada 1980, oleh pemerintah pusat daerah itu direncanakan sebagai Kawasan konservasi suaka margasatwa atau hutan lindung, dimana hewan, hayati semua dilindungi.

Berikutnya pada 1999 keluar surat Menhut RI untuk areal seluas 28.327 hektare yang penuh dengan aneka tanaman dengan usia diprediksi ratusan tahun, dengan berbagai jenis hewan, ikan dan habitat yang ada dalam ekosistem tersebut sebagai suaka marga satwa sehingga dilibatkan BBKSDA dalam pembuatan desain lingkungan.

Tak kalah pentingnya ada tempat pengeboran minyak dengan sistem pengeboran miring sebagai menekan terjadinya leleran minyak di danau, itu sudah dilaksanakan pada awal 70-an dan menjadi percontohan untuk daerah lain.

"Pada tahun 2005 Pemda Siak mengusulkan ke pusat bahwa suaka margasatwa tersebut diusulkan menjadi Taman Nasional Zamrud yang belakangan disetujui pada 2016 lewat persetujuan presiden dengan luasan areal lebih luas lagi menjadi 31000 hektare lebih. Untuk pemanfaatan hijau 904 hektare lebih, untuk kehidupan masyarakat 500 hektare lebih dan sebagai rehabilitasi 146 hekatre lebih," katanya.

Danau Zamrud - Zulfadli
Salah satu pompong yang mengikuti selusur danau TNZ di Dayun, Siak, belum lama ini. (ZULFADHLI)

Ekspedisi Menuju Taman Nasional Zamrud

Bus sekolah berwarna kuning dengan nomor pelat BM 7126 S tersebut terparkir di depan Asrama Haji Sultan Yahya Kampung Rempak Siak Sri Indrapura, Sabtu (27/11/2021).

Di dekat bus itu, para wartawan yang tergabung sebagai peserta ekspedisi TNZ berkumpul. Jonatan, salah seorang wartawan media online menjadi yang paling bersemangat. Dia berkutat dengan dua kamera, lantas jepret sana, jepret sini untuk dapat mengabadikan setiap momen dengan baik.

Langit tampak cerah, cahaya mentari masih malu-malu meruak.

Masih pagi, jarum jam diangka 07.20 WIB dan para wartawan sudah nampak rapih, memakai seragam kaos khusus yang telah dipersiapkan panitia dengan tulisan Ekspedisi Taman Nasional Zamrud Siak, PWI Riau plus sebuah foto wajah pemilik kaos tersebut.

Detik-detik keberangkatan ke TNZ menjelang. Kunni Masrohanti dengan toa putih tersampir di bahu kiri, mulai mengabsen tiap peserta. Tak semua ikut menjelajahi TNZ. Langkah itu juga sekaligus merapikan soal data-data siapa yang tergabung pada boat berapa, agar tidak terjadi over kapasitas pada satu perahu. Jadi tiap peserta diatur jumlah maksimalnya.

Zulmansyah Sekedang mafhum kegiatan itu merupakan satu agenda penting, tidak hanya berkaitan dengan menyukseskan program organisasi PWI saja tapi bagaimana setiap peserta diharapkan dapat mengemban tugas mulia untuk memperkenalkan TNZ lebih luas lagi sesuai dengan bidang yang ditekuni yakni berupa tulisan maupun foto.

Baca Juga:  Bersedekah Melalui Dunia Maya

Ketua PWI Riau ini pun tak luput menyampaikan terimakasih dengan dukungan pemerintah daerah Siak. "Lewat kegiatan ini maka diharapkan TNZ dapat lebih dikenal dunia keindahannya," ujarnya.

Asisten III Kabupaten Siak, Jamaluddin MSi turut melepas keberangkatan rombongan.

"Cuaca bagus, Insya Allah lancar…" serunya. Dari titik keberangkatan itu menurutnya terentang jarak tempuh 49 kilometer, dengan waktu tempuh sekitar satu jam untuk sampai di areal kantor BOB PT BSP – Pertamina Hulu.

Dari situ seterusnya akan melewati jalan base lebih kurang 30 kilometer. Masih menurut Jamaluddin dari perhentian melintasi jalan yang berupa tanah itulah bersiap untuk menyusuri sungai dengan menaiki perahu mesin. "Akan menyusuri sungai Rasau menuju ke danau. Insya Allah alam bersahabat, dan memang sejauh ini tak pernah ada kejadian tak diinginkan," ujarnya.

Namun ia mewanta-wanti agar tidak ada yang sembarangan bercakap-cakap, mengingat masih kuatnya pantang larang di tempat tersebut. "Namanya memasuki daerah baru, hati-hati, jangan takabbur,".

Penanda waktu di seluler menunjukkan angka 09.13 wib, bus berhenti setelah lewat sedikit dari Jembatan Panjang KM 94 Dayun. Pesan yang sama seperti disampaikan Asisten III Jamaluddin kembali terdengar. Kali ini disampaikan Kasi Wilayah IV BBKSDA Gunawan Simanjuntak.

"Kawasan ini masih sangat terjaga, kami harap jaga perbuatan dan perkataan karena akan lewati sungai, danau dengan habitat satwa spesies kunci di daratan harimau sumatera dan di rawa ada buaya, dan kita tak tahu dimana posisinya untuk itu kami mohon berhati-hati, terutama pada saat di danau jangan main-main di pompong," katanya.

Sealiran sungai kecil yang terdapat di lingkungan Jembatan, nampak coklat pekat. Pemandangan yang penuh dengan tanaman hutan yang masih terjaga nampak, sebuah pelintasan harimau terentang di atas sungai tersebut.

Kami pun bergerak mengenakan baju pelampung, live jacket. Seluruh peserta, pendamping maupun panitia yang turun pada perjalanan selusur sungai-danau itu dipastikan memakai jaket pelampung untuk keselamatan diri.

Parade Rasau dan Pinang Linau

Mengunakan sebilah pendayung, pak Jasa (52) mengayuh, membuat gerakan pelan sehingga perahu pompong miliknya, dengan penumpang beberapa wartawan itu bergerak dari tangkahan.

Perlahan-lahan perahu melintas di bawah jembatan, sejurus kemudian dia menghidupkan mesin.

“Brruumm….Brrruumm….!”

Perahu itu melaju dengan kecepatan teratur. Jembatan panjang, di Kampung Dayun mulai mengabur dari pandangan.

Di sealiran sungai kecil itulah, perahu menyibak ujung-ujung daun yang menjulur ke tengah sungai, terus bergerak, di kiri kanan tepian sungai berjejal padat tanaman hutan yang alami tak tersentuh. Pandan Mengkuang, tumbuh tinggi, kokoh. Beberapa tampak tumbang karena usia.

"Awas kepala, merunduk…" seru pak Jasa mengingatkan. Karena mengelak benturan dengan perahu lain, perahu yang kami tumpangi terpaksa melintas di bawah kolong sebuah titian sehingga agar bisa lewat terpaksa membungkuk menyelamatkan kepala dari benturan.

Berbagai tumbuhan yang jarang terlihat, kini tersaji di pandangan mata. Daun bakung nan lebar turut menyita perhatian. Teruslah perahu bermesin itu menghala mencapai danau yang terbentang lebar.

Kini, matahari terbit dari balik puncak pergunungan,

dan menyinari puncak-puncak

pepohonan dengan rona mahkota.

Kahlil Gibran (Alam dan Manusia)

 

Baca Juga:  4 Tahun Buron, Terpidana Kredit Rp117,5 M Ditangkap 

Air danau nampak, coklat padat. Burung-burung walet beterbangan mendekat-menjauh, bagai mau menabrak tapi kemudian buyar, seolah gembira menyambut kedatangan rombongan peserta ekspedisi PWI Riau. Ada beberapa perahu mesin yang sama bergerak, dengan penumpang masing-masing sebanyak empat-lima orang. Sesuai dengan saran keselamatan, semuanya mengenakan rompi keselamatan (life jacket).

Air berkecipak, menepuk halus di dinding perahu. Ditimpa siluet pagi, Menghadirkan paparan buih kecil, riak kecil.tak terhitung.

Seketika ada perasaan takjub, melihat alam yang begitu alami. Sekaligus takut, membayangkan bahwa padanan dari keasrian yang masih terjaga itu berarti habitat ganas seperti ular, buaya juga masih lestari.

Jarum jam di tangan menunjukkan angka 10.03 WIB, di hamparan danau zamrud terlihat pemandangan yang ada membuat bagai terlempar ke dunia lain.

Tak ada percakapan diantara kami sesama di dalam perahu kecil itu, hanya bunyi mesin teratur dan kecipak air serta desau angin menampar pipi, menyentuh kulit. Jika pun ada percakapan sesama penumpang, rasanya tak nyaman karena mesti teriak-teriak mengalahkan deru angin serta bising mesin.

Semakin mengarah lebih jauh lagi, mendekati satu hamparan pulau dengan rimbun tanaman. Berbagai tumbuhan dengan usianya, karakteristiknya masing-masing.

Bentangan danau itu diperindah dengan hamparan beberapa pulau. Dengan aneka tanaman berbagai jenis. Bak lukisan, indah ditatap. Bak pajangan, tertata rapih dan yang lebih penting terawat dimana alam dan manusia saling bersebati.

Banyak tanaman Rasau, si pandan rawa berjejer rapi terutama di bagian pinggiran hutan danau tersebut. Buahnya mirip cempedak, berdaun pandan.

Itu, terdapat juga panorama indah barisan Pinang Linau seolah disusun sedemkian rupa. Buah pinang yang berukuran kecil tersebut meskipun nampak menarik namun tak bisa dimakan, siapa yang nekat mencoba niscaya mabuk.

"Semua tanaman masih alami, ada Meranti, Punak, Samak, Pulai dan sebagainya," imbuh pak Jasa. 

Danau Sumber Penghidupan

Beberapa botol kaleng minuman mineral bekas, mengapung. Sekali-sekala bergerak, karena tersapu alunan yang tercipta dari laju perahu.

Itu adalah perangkat menangkap udang ala tradisional yang dilakoni nelayan setempat. Air danau yang tak berapa dalam, membuat pemasangan alat tangkap pasif yang disebut dengan Bubu Udang itu memiliki tali hanya sekitar 4-5 meter saja.

Tidak diperlukan kayu pemancang maupun pemberat tambahan karena aliran air tak deras, sedangkan sebagai penanda pada ujung bubu itulah dipasang botol minuman mineral tadi.

Kata pak Jasa, ada dua kelompok nelayan yakni kelompok yang melakoni aktifitas serupa yakni di Dayun dan yang di Sungai Rawa.

Kelompok pemanfaat ini terbagi karena lokasi operasional’, sehingga ada yang lebih dikenal dengan sebutan kelompok atas dan kelompok bawah mengacu pada sebutan memudahkan karena adanya danau atas dan bawah. Dirinya tergabung dalam kelompok dayun, yang memiliki pondok singah itu.

Pada setiap panen atawa menarik bubu jika ditotalkan, per-kelompok, yang dilakukan berselang beberapa hari bisa mendapatkan 100 kilogram udang rawa, si merah mini. Untuk hasil tangkapannya sendiri pak Jasa biasa mengumpulkan 10 kilogram udang.

"Saya sendiri rata-rata dapat 10 kilogram dalam satu-dua hari, itu termasuk yang sudah dipilah," ujar pak Jasa. Rata-rata satu nelayan punya setidaknya puluhan bubu udang.

Ayah empat anak ini menuturkan dengan hasil sebanyak itu mampu meraup rezeki yang lumayan untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

 

Di dasar buminya kaya minyak, sementara bentangan danaunya menyajikan panorama alam semula jadi nan lestari. ketika alam dan manusia saling bersebati, itulah keindahan utama Taman Nasional Zamrud (TNZ).

Laporan Zulfadhli, Danau Zamrud

- Advertisement -

(RIAUPOS.CO) – Di Balairung Datuk Empat Suku, Siak Sri Indra Pura, Jumat (26/11/2021), puluhan wartawan menyimak pelatihan jurnalisme anti hoax dan fake news, serta perlindungan wartawan dalam konsep UU Pers dan UU ITE. Disela itu, apa yang disampaikan Asisten III Siak Drs H Jamaluddin MSi sangat menarik hati.

“Besok, ekspedisi ke Taman Nasional Zamrud,” katanya. Ia pun berkisah, mengenai TNZ yang berbalut legenda masyarakat setempat dengan sebutan tasik.  

- Advertisement -

Ia menceritakan terdapat dua danau utama yakni danau atas/besar dengan luasan 2.416 hektare serta danau bawah/kecil dengan luasan 316 hektare. Diantara dua dana itu dihubungkan oleh sungai Rasau.

Di danau besar pula ada pulau-pulau kecil, yang seolah terapung. Tak menjejak ke dasar, bisa berpindah, bergeser dipengaruhi arah angin. Pulau tersebut yakni Pulau Besar, Tengah, Bungsu dan Pulau Beruk.

"Pulau itu dihuni oleh kawanan beruk tak berekor," jelasnya.

Pada 1980, oleh pemerintah pusat daerah itu direncanakan sebagai Kawasan konservasi suaka margasatwa atau hutan lindung, dimana hewan, hayati semua dilindungi.

Berikutnya pada 1999 keluar surat Menhut RI untuk areal seluas 28.327 hektare yang penuh dengan aneka tanaman dengan usia diprediksi ratusan tahun, dengan berbagai jenis hewan, ikan dan habitat yang ada dalam ekosistem tersebut sebagai suaka marga satwa sehingga dilibatkan BBKSDA dalam pembuatan desain lingkungan.

Tak kalah pentingnya ada tempat pengeboran minyak dengan sistem pengeboran miring sebagai menekan terjadinya leleran minyak di danau, itu sudah dilaksanakan pada awal 70-an dan menjadi percontohan untuk daerah lain.

"Pada tahun 2005 Pemda Siak mengusulkan ke pusat bahwa suaka margasatwa tersebut diusulkan menjadi Taman Nasional Zamrud yang belakangan disetujui pada 2016 lewat persetujuan presiden dengan luasan areal lebih luas lagi menjadi 31000 hektare lebih. Untuk pemanfaatan hijau 904 hektare lebih, untuk kehidupan masyarakat 500 hektare lebih dan sebagai rehabilitasi 146 hekatre lebih," katanya.

Danau Zamrud - Zulfadli
Salah satu pompong yang mengikuti selusur danau TNZ di Dayun, Siak, belum lama ini. (ZULFADHLI)

Ekspedisi Menuju Taman Nasional Zamrud

Bus sekolah berwarna kuning dengan nomor pelat BM 7126 S tersebut terparkir di depan Asrama Haji Sultan Yahya Kampung Rempak Siak Sri Indrapura, Sabtu (27/11/2021).

Di dekat bus itu, para wartawan yang tergabung sebagai peserta ekspedisi TNZ berkumpul. Jonatan, salah seorang wartawan media online menjadi yang paling bersemangat. Dia berkutat dengan dua kamera, lantas jepret sana, jepret sini untuk dapat mengabadikan setiap momen dengan baik.

Langit tampak cerah, cahaya mentari masih malu-malu meruak.

Masih pagi, jarum jam diangka 07.20 WIB dan para wartawan sudah nampak rapih, memakai seragam kaos khusus yang telah dipersiapkan panitia dengan tulisan Ekspedisi Taman Nasional Zamrud Siak, PWI Riau plus sebuah foto wajah pemilik kaos tersebut.

Detik-detik keberangkatan ke TNZ menjelang. Kunni Masrohanti dengan toa putih tersampir di bahu kiri, mulai mengabsen tiap peserta. Tak semua ikut menjelajahi TNZ. Langkah itu juga sekaligus merapikan soal data-data siapa yang tergabung pada boat berapa, agar tidak terjadi over kapasitas pada satu perahu. Jadi tiap peserta diatur jumlah maksimalnya.

Zulmansyah Sekedang mafhum kegiatan itu merupakan satu agenda penting, tidak hanya berkaitan dengan menyukseskan program organisasi PWI saja tapi bagaimana setiap peserta diharapkan dapat mengemban tugas mulia untuk memperkenalkan TNZ lebih luas lagi sesuai dengan bidang yang ditekuni yakni berupa tulisan maupun foto.

Baca Juga:  Bersedekah Melalui Dunia Maya

Ketua PWI Riau ini pun tak luput menyampaikan terimakasih dengan dukungan pemerintah daerah Siak. "Lewat kegiatan ini maka diharapkan TNZ dapat lebih dikenal dunia keindahannya," ujarnya.

Asisten III Kabupaten Siak, Jamaluddin MSi turut melepas keberangkatan rombongan.

"Cuaca bagus, Insya Allah lancar…" serunya. Dari titik keberangkatan itu menurutnya terentang jarak tempuh 49 kilometer, dengan waktu tempuh sekitar satu jam untuk sampai di areal kantor BOB PT BSP – Pertamina Hulu.

Dari situ seterusnya akan melewati jalan base lebih kurang 30 kilometer. Masih menurut Jamaluddin dari perhentian melintasi jalan yang berupa tanah itulah bersiap untuk menyusuri sungai dengan menaiki perahu mesin. "Akan menyusuri sungai Rasau menuju ke danau. Insya Allah alam bersahabat, dan memang sejauh ini tak pernah ada kejadian tak diinginkan," ujarnya.

Namun ia mewanta-wanti agar tidak ada yang sembarangan bercakap-cakap, mengingat masih kuatnya pantang larang di tempat tersebut. "Namanya memasuki daerah baru, hati-hati, jangan takabbur,".

Penanda waktu di seluler menunjukkan angka 09.13 wib, bus berhenti setelah lewat sedikit dari Jembatan Panjang KM 94 Dayun. Pesan yang sama seperti disampaikan Asisten III Jamaluddin kembali terdengar. Kali ini disampaikan Kasi Wilayah IV BBKSDA Gunawan Simanjuntak.

"Kawasan ini masih sangat terjaga, kami harap jaga perbuatan dan perkataan karena akan lewati sungai, danau dengan habitat satwa spesies kunci di daratan harimau sumatera dan di rawa ada buaya, dan kita tak tahu dimana posisinya untuk itu kami mohon berhati-hati, terutama pada saat di danau jangan main-main di pompong," katanya.

Sealiran sungai kecil yang terdapat di lingkungan Jembatan, nampak coklat pekat. Pemandangan yang penuh dengan tanaman hutan yang masih terjaga nampak, sebuah pelintasan harimau terentang di atas sungai tersebut.

Kami pun bergerak mengenakan baju pelampung, live jacket. Seluruh peserta, pendamping maupun panitia yang turun pada perjalanan selusur sungai-danau itu dipastikan memakai jaket pelampung untuk keselamatan diri.

Parade Rasau dan Pinang Linau

Mengunakan sebilah pendayung, pak Jasa (52) mengayuh, membuat gerakan pelan sehingga perahu pompong miliknya, dengan penumpang beberapa wartawan itu bergerak dari tangkahan.

Perlahan-lahan perahu melintas di bawah jembatan, sejurus kemudian dia menghidupkan mesin.

“Brruumm….Brrruumm….!”

Perahu itu melaju dengan kecepatan teratur. Jembatan panjang, di Kampung Dayun mulai mengabur dari pandangan.

Di sealiran sungai kecil itulah, perahu menyibak ujung-ujung daun yang menjulur ke tengah sungai, terus bergerak, di kiri kanan tepian sungai berjejal padat tanaman hutan yang alami tak tersentuh. Pandan Mengkuang, tumbuh tinggi, kokoh. Beberapa tampak tumbang karena usia.

"Awas kepala, merunduk…" seru pak Jasa mengingatkan. Karena mengelak benturan dengan perahu lain, perahu yang kami tumpangi terpaksa melintas di bawah kolong sebuah titian sehingga agar bisa lewat terpaksa membungkuk menyelamatkan kepala dari benturan.

Berbagai tumbuhan yang jarang terlihat, kini tersaji di pandangan mata. Daun bakung nan lebar turut menyita perhatian. Teruslah perahu bermesin itu menghala mencapai danau yang terbentang lebar.

Kini, matahari terbit dari balik puncak pergunungan,

dan menyinari puncak-puncak

pepohonan dengan rona mahkota.

Kahlil Gibran (Alam dan Manusia)

 

Baca Juga:  Waspada Ancaman Bencana Banjir dan Longsor

Air danau nampak, coklat padat. Burung-burung walet beterbangan mendekat-menjauh, bagai mau menabrak tapi kemudian buyar, seolah gembira menyambut kedatangan rombongan peserta ekspedisi PWI Riau. Ada beberapa perahu mesin yang sama bergerak, dengan penumpang masing-masing sebanyak empat-lima orang. Sesuai dengan saran keselamatan, semuanya mengenakan rompi keselamatan (life jacket).

Air berkecipak, menepuk halus di dinding perahu. Ditimpa siluet pagi, Menghadirkan paparan buih kecil, riak kecil.tak terhitung.

Seketika ada perasaan takjub, melihat alam yang begitu alami. Sekaligus takut, membayangkan bahwa padanan dari keasrian yang masih terjaga itu berarti habitat ganas seperti ular, buaya juga masih lestari.

Jarum jam di tangan menunjukkan angka 10.03 WIB, di hamparan danau zamrud terlihat pemandangan yang ada membuat bagai terlempar ke dunia lain.

Tak ada percakapan diantara kami sesama di dalam perahu kecil itu, hanya bunyi mesin teratur dan kecipak air serta desau angin menampar pipi, menyentuh kulit. Jika pun ada percakapan sesama penumpang, rasanya tak nyaman karena mesti teriak-teriak mengalahkan deru angin serta bising mesin.

Semakin mengarah lebih jauh lagi, mendekati satu hamparan pulau dengan rimbun tanaman. Berbagai tumbuhan dengan usianya, karakteristiknya masing-masing.

Bentangan danau itu diperindah dengan hamparan beberapa pulau. Dengan aneka tanaman berbagai jenis. Bak lukisan, indah ditatap. Bak pajangan, tertata rapih dan yang lebih penting terawat dimana alam dan manusia saling bersebati.

Banyak tanaman Rasau, si pandan rawa berjejer rapi terutama di bagian pinggiran hutan danau tersebut. Buahnya mirip cempedak, berdaun pandan.

Itu, terdapat juga panorama indah barisan Pinang Linau seolah disusun sedemkian rupa. Buah pinang yang berukuran kecil tersebut meskipun nampak menarik namun tak bisa dimakan, siapa yang nekat mencoba niscaya mabuk.

"Semua tanaman masih alami, ada Meranti, Punak, Samak, Pulai dan sebagainya," imbuh pak Jasa. 

Danau Sumber Penghidupan

Beberapa botol kaleng minuman mineral bekas, mengapung. Sekali-sekala bergerak, karena tersapu alunan yang tercipta dari laju perahu.

Itu adalah perangkat menangkap udang ala tradisional yang dilakoni nelayan setempat. Air danau yang tak berapa dalam, membuat pemasangan alat tangkap pasif yang disebut dengan Bubu Udang itu memiliki tali hanya sekitar 4-5 meter saja.

Tidak diperlukan kayu pemancang maupun pemberat tambahan karena aliran air tak deras, sedangkan sebagai penanda pada ujung bubu itulah dipasang botol minuman mineral tadi.

Kata pak Jasa, ada dua kelompok nelayan yakni kelompok yang melakoni aktifitas serupa yakni di Dayun dan yang di Sungai Rawa.

Kelompok pemanfaat ini terbagi karena lokasi operasional’, sehingga ada yang lebih dikenal dengan sebutan kelompok atas dan kelompok bawah mengacu pada sebutan memudahkan karena adanya danau atas dan bawah. Dirinya tergabung dalam kelompok dayun, yang memiliki pondok singah itu.

Pada setiap panen atawa menarik bubu jika ditotalkan, per-kelompok, yang dilakukan berselang beberapa hari bisa mendapatkan 100 kilogram udang rawa, si merah mini. Untuk hasil tangkapannya sendiri pak Jasa biasa mengumpulkan 10 kilogram udang.

"Saya sendiri rata-rata dapat 10 kilogram dalam satu-dua hari, itu termasuk yang sudah dipilah," ujar pak Jasa. Rata-rata satu nelayan punya setidaknya puluhan bubu udang.

Ayah empat anak ini menuturkan dengan hasil sebanyak itu mampu meraup rezeki yang lumayan untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari