- Advertisement -
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — MENGACU pada sistem pendidikan yang dirancang oleh pemerintah yakni pendidikan gratis, khususnya dari SD dan SMP seharusnya tidak ada lagi pungutan-pungutan yang dilakukan pihak sekolah kepada orang tua murid. Bahkan sekolah tidak dibenarkan meminta pungutan kepada siswa maupun orangtuanya.
Demikian ditegaskan Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, Muzailis. Ia menjelaskan, pungutan-pungutan di sekolah bisa menjadi pungutan liar (pungli), jika tidak mendapatkan kesepakatan bersama dari wali murid. Selain itu, jika pungutan dilakukan maka nilai pungutan tidak boleh sama rata, antara satu anak dengan yang lainnya. Jumlah pungutan harus disesuaikan dengan ekonomi keluarga masing-masing.
“Biar tidak jadi pungli, itu harus disepakati bersama wali murid. Terus jumlah pungutan nggak bisa sama rata. Karena tidak semua orang tua murid mampu,” kata Muzailis.
- Advertisement -
Selain itu, Muzailis juga menjelaskan jika pungutan tersebut tidak boleh berkelanjutan. “Misalkan, ditetapkan sebulan bayar sekian, lalu bulan depan juga. Begitu terus selanjutnya, itu bisa dikatakan pungli,” ujarnya.
Tak hanya itu, Muzailis menegaskan wali murid boleh menolak pungutan, dan sekolah tidak bisa memaksakan jika wali murid berkeberatan. “Nggak bayar nggak apa-apa, jangan dipaksakan harus membayar,” ujar Muzailis.
Muzailis menambahkan, pungutan bisa dibenarkan dan tidak dianggap pungli apabila telah sama-sama disetujui oleh semua pihak, baik sekolah mau pun siswa dan wali murid. “Itu kebijakan mereka lagi, kalau sepakat semua ya nggak masalah,” pungkas Muzailis.(*2/ksm)
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — MENGACU pada sistem pendidikan yang dirancang oleh pemerintah yakni pendidikan gratis, khususnya dari SD dan SMP seharusnya tidak ada lagi pungutan-pungutan yang dilakukan pihak sekolah kepada orang tua murid. Bahkan sekolah tidak dibenarkan meminta pungutan kepada siswa maupun orangtuanya.
Demikian ditegaskan Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, Muzailis. Ia menjelaskan, pungutan-pungutan di sekolah bisa menjadi pungutan liar (pungli), jika tidak mendapatkan kesepakatan bersama dari wali murid. Selain itu, jika pungutan dilakukan maka nilai pungutan tidak boleh sama rata, antara satu anak dengan yang lainnya. Jumlah pungutan harus disesuaikan dengan ekonomi keluarga masing-masing.
“Biar tidak jadi pungli, itu harus disepakati bersama wali murid. Terus jumlah pungutan nggak bisa sama rata. Karena tidak semua orang tua murid mampu,” kata Muzailis.
- Advertisement -
Selain itu, Muzailis juga menjelaskan jika pungutan tersebut tidak boleh berkelanjutan. “Misalkan, ditetapkan sebulan bayar sekian, lalu bulan depan juga. Begitu terus selanjutnya, itu bisa dikatakan pungli,” ujarnya.
Tak hanya itu, Muzailis menegaskan wali murid boleh menolak pungutan, dan sekolah tidak bisa memaksakan jika wali murid berkeberatan. “Nggak bayar nggak apa-apa, jangan dipaksakan harus membayar,” ujar Muzailis.
- Advertisement -
Muzailis menambahkan, pungutan bisa dibenarkan dan tidak dianggap pungli apabila telah sama-sama disetujui oleh semua pihak, baik sekolah mau pun siswa dan wali murid. “Itu kebijakan mereka lagi, kalau sepakat semua ya nggak masalah,” pungkas Muzailis.(*2/ksm)