Selayaknya sungai yang menjadi jantung bentang alam Rimbang Baling dan masyarakat adatnya itu, harus dijaga, maka, helat bernama Festival Subayang itu pun kembali digemakan.
(RIAUPOS.CO) – BERMULA dari pemikiran sederhana tapi istimewa, Festival Subayang dengan tema Sound of Rimbang Baling itu kembali dilaksanakan. Tahun ini digelar pada 15-17 Juli. Kegiatan yang dipusatkan di Desa Gema dan Tanjung Belit Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar ini diwarnai dengan pesta budaya dengan tujuan pelestarian alam, budaya dan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat.
Berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat setempat dimulai sejak Jumat, (15/7). Di antaranya, bazar UMKM lokal, Pelatihan Perencanaan Pembangunan Desa Wisata, panggung seni dan parade tari daerah dan penyisihan lomba Pacu Bagalah.
Di hari kedua, Sabtu (16/7), kegiatan diawali dengan workshop kriya dan anyaman, pameran seni rupa, Mancokou Ikan atau Bongkar Lubuk Larangan, Semah Rantau, Makan Bajambau, tubbing dan rafting, diskusi di tengah sungai, final pacu bagalah, pertunjukan seni budaya, kontes MUA, kontes cake Subayang, lelang karya dan Anugerah Subayang.
Selain kegiatan di atas, panitia juga mengonsep acara ini dengan kemping bersama yang berlokasi di sekitar panggung utama. Field Trip Subayang juga menjadi bagian dri iven tahunan yang sudah masuk dalam kalender wisata nasional tersebut.
“Kami ingin Festival Subayang ini terlaksana semakin tahun semakin baik. Festival ini diharapkan menjadi upaya pelestarian alam dan budaya, dan yang paling penting perekonomian masyarakat berputar dengan adanya festival.ini,” kata Dody Asyid Amin, tokoh muda Kampar Kiri yang sejak awal menggagas dan melaksanakan kegiatan ini bersama Komunitas Bengkel Seni Rantau Kampar Kiri yang dibangunnya.
Festival Subayang semakin besar berkat perhatian dan keterlibatan Dinas Pariwisata Riau. Dinas ini menetapkan Festival Subayang sebagai Destinasi Wisata Terfavorit 2019, Festival Terbaik tahun 2020 dan Destinasi Wisata Air Terfavorit tahun 2022. Selain makin dikenal, festival ini semakin dipercaya mampu merespon iklim kepariwisataan.
Tajuk Sound if Rimbang Baling sendiri dipilih karena memiliki spirit global festival. Menggambarkan aplikasi Bukit Rimbang dan Bukit Baling yang melatari Subayang, menghadirkan kultur yang selaras dengan alam.
Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat, mengatakan, Subayang Festival yang digelar rutin adalah sebuah upaya dalam mengutuhkan Subayang, menjaga alam dan memelihara kultur. Festival ini melibatkan seluruh pihak berkompeten mulai dari tokoh adat setempat, pihak pemerintahan sampai Kementerian Pariwisata RI.
“Di Subayang kita menyaksikan kembali ragam kearifan lokal dan bentang alam yang indah. Semua pihak terlibat dan iven ini. Alhamdulillah Festival Subayang telah terlaksana 3 hari 2 malam. Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pengunjung dan panitia yang telah terlibat menyukseskan festival ini,” kata Roni yang akrab disapa Wak Mamat.
Festival yang penuh dengan upaya pelestarian lingkungan diakui Wak Mamat memang menjadi salah satu topik menarik ketika berwisata ke destinasi ini. “Satu di antara solusi adalah memperkuat Subayang sebagai kawasan wisata. Kita berharap, ke depan masyarakat turut terlibat bagaimana mengeksplor potensi yang ada di daerah ini,” ujarnya.
Roni berharap masyarakat setempat tidak hanya hadir sebagai penonton di dalam Festival Subayang ini, tapi juga berperan dan tampil sebagai pelaku usaha wisata yang mampu menyajikan produk kreatif dan menerapkan Sapta Pesona.
Ratusan Tenda Dome Penuhi Camp Ground
Kembali ke alam, mendekat kepada semesta, juga menjadi simbol Festival Subayang.Maka, ratusan tenda dome menjadi rumah bagi peserta yang hadir. Tenda ini memenuhi camp ground di tepi Sungai Subayang, Desa Gema, Kampar Kiri, tempat helat ini digelar.
Selama kegiatan berlangsung, peserta diinapkan di tenda dome ini. Seluruh tenda menghadap ke sungai, berbaris lurus. Semua berwarna oranye. Berbagai kegiatan, dimulai dan diakhiri dari tenda-tenda ini.