Selasa, 8 April 2025
spot_img

Kebijakan Wajib Tes PCR, Dibayar Rakyat, Dinikmati Swasta

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pengetatan kembali kebijakan perjalanan penumpang pesawat yang mewajibkan menggunakan hasil negatif tes PCR menuai banyak kritik di masyarakat. Salah satunya mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu.

Menurutnya, PCR merupakan kategori kebutuhan publik pada saat pandemi yang harus dibantu oleh pemerintah dalam pemenuhannya. Said Didu menyebut, banyak sekali pelanggaran yang terjadi dalam kebijakan tersebut. Pemerintah cenderung menyerahkan kepentingan publik untuk ditanggung sendiri melalui regulasi.

"Menyerahkan kepentingan publik untuk dibayar rakyat lewat regulasi dan dinikmati oleh swasta," ujarnya dalam sebuah webinar, dikutip Sabtu (30/10).

Said Didu mengungkapkan, jika hal tersebut dibiarkan maka akan muncul permainan bisnis yang memanfaatkan kebijakan negara terhadap rakyatnya. Padahal, hal itu masuk dalam tugas negara dalam melayani dan memenuhi kebutuhan rakyat.

Baca Juga:  Virus Korona Sampai Malaysia, Diskes Riau Diminta Siaga Penuh

"Maksudnya kepentingan publik dibisniskan padahal itu tugas negara, apalagi saat ini masih pandemi yang pemerintah masih bebas menggunakan apapun karena masih darurat," imbuhnya.

Said Didu memaparkan, terkait tes PCR yang merupakan kepentingan publik harus dikembalikan kepada negara. Artinya, tidak boleh ada kepentingan publik yang ditanggung sendiri oleh rakyatnya. Sebab, masyarakat selama ini sudah membayar pajak.

Menurutnya, jika dana APBN tidak dapat menutup biaya PCR tersebut minimal uang yang dikeluarkan rakyat untuk pemenuhan kepentingannya masuk dalam pendapatan negara bukan swasta.

"Kalau tidak ada APBN untuk biaya itu minimal rakyat membayar dan masuk ke negara, jangan masuk ke swasta," pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

Baca Juga:  Potensi dan Ancaman Pesisir Jadi Perhatian

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pengetatan kembali kebijakan perjalanan penumpang pesawat yang mewajibkan menggunakan hasil negatif tes PCR menuai banyak kritik di masyarakat. Salah satunya mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu.

Menurutnya, PCR merupakan kategori kebutuhan publik pada saat pandemi yang harus dibantu oleh pemerintah dalam pemenuhannya. Said Didu menyebut, banyak sekali pelanggaran yang terjadi dalam kebijakan tersebut. Pemerintah cenderung menyerahkan kepentingan publik untuk ditanggung sendiri melalui regulasi.

"Menyerahkan kepentingan publik untuk dibayar rakyat lewat regulasi dan dinikmati oleh swasta," ujarnya dalam sebuah webinar, dikutip Sabtu (30/10).

Said Didu mengungkapkan, jika hal tersebut dibiarkan maka akan muncul permainan bisnis yang memanfaatkan kebijakan negara terhadap rakyatnya. Padahal, hal itu masuk dalam tugas negara dalam melayani dan memenuhi kebutuhan rakyat.

Baca Juga:  Webinar

"Maksudnya kepentingan publik dibisniskan padahal itu tugas negara, apalagi saat ini masih pandemi yang pemerintah masih bebas menggunakan apapun karena masih darurat," imbuhnya.

Said Didu memaparkan, terkait tes PCR yang merupakan kepentingan publik harus dikembalikan kepada negara. Artinya, tidak boleh ada kepentingan publik yang ditanggung sendiri oleh rakyatnya. Sebab, masyarakat selama ini sudah membayar pajak.

Menurutnya, jika dana APBN tidak dapat menutup biaya PCR tersebut minimal uang yang dikeluarkan rakyat untuk pemenuhan kepentingannya masuk dalam pendapatan negara bukan swasta.

"Kalau tidak ada APBN untuk biaya itu minimal rakyat membayar dan masuk ke negara, jangan masuk ke swasta," pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

Baca Juga:  Novel Baswedan dkk Masuk, Polri Akan Ubah Direktorat Jadi Kortas Tipikor

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Kebijakan Wajib Tes PCR, Dibayar Rakyat, Dinikmati Swasta

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pengetatan kembali kebijakan perjalanan penumpang pesawat yang mewajibkan menggunakan hasil negatif tes PCR menuai banyak kritik di masyarakat. Salah satunya mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu.

Menurutnya, PCR merupakan kategori kebutuhan publik pada saat pandemi yang harus dibantu oleh pemerintah dalam pemenuhannya. Said Didu menyebut, banyak sekali pelanggaran yang terjadi dalam kebijakan tersebut. Pemerintah cenderung menyerahkan kepentingan publik untuk ditanggung sendiri melalui regulasi.

"Menyerahkan kepentingan publik untuk dibayar rakyat lewat regulasi dan dinikmati oleh swasta," ujarnya dalam sebuah webinar, dikutip Sabtu (30/10).

Said Didu mengungkapkan, jika hal tersebut dibiarkan maka akan muncul permainan bisnis yang memanfaatkan kebijakan negara terhadap rakyatnya. Padahal, hal itu masuk dalam tugas negara dalam melayani dan memenuhi kebutuhan rakyat.

Baca Juga:  Menteri PUPR: H-10 Idulfitri, Tol Trans Sumatera Siap Dipakai

"Maksudnya kepentingan publik dibisniskan padahal itu tugas negara, apalagi saat ini masih pandemi yang pemerintah masih bebas menggunakan apapun karena masih darurat," imbuhnya.

Said Didu memaparkan, terkait tes PCR yang merupakan kepentingan publik harus dikembalikan kepada negara. Artinya, tidak boleh ada kepentingan publik yang ditanggung sendiri oleh rakyatnya. Sebab, masyarakat selama ini sudah membayar pajak.

Menurutnya, jika dana APBN tidak dapat menutup biaya PCR tersebut minimal uang yang dikeluarkan rakyat untuk pemenuhan kepentingannya masuk dalam pendapatan negara bukan swasta.

"Kalau tidak ada APBN untuk biaya itu minimal rakyat membayar dan masuk ke negara, jangan masuk ke swasta," pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

Baca Juga:  Potensi dan Ancaman Pesisir Jadi Perhatian

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pengetatan kembali kebijakan perjalanan penumpang pesawat yang mewajibkan menggunakan hasil negatif tes PCR menuai banyak kritik di masyarakat. Salah satunya mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu.

Menurutnya, PCR merupakan kategori kebutuhan publik pada saat pandemi yang harus dibantu oleh pemerintah dalam pemenuhannya. Said Didu menyebut, banyak sekali pelanggaran yang terjadi dalam kebijakan tersebut. Pemerintah cenderung menyerahkan kepentingan publik untuk ditanggung sendiri melalui regulasi.

"Menyerahkan kepentingan publik untuk dibayar rakyat lewat regulasi dan dinikmati oleh swasta," ujarnya dalam sebuah webinar, dikutip Sabtu (30/10).

Said Didu mengungkapkan, jika hal tersebut dibiarkan maka akan muncul permainan bisnis yang memanfaatkan kebijakan negara terhadap rakyatnya. Padahal, hal itu masuk dalam tugas negara dalam melayani dan memenuhi kebutuhan rakyat.

Baca Juga:  Webinar

"Maksudnya kepentingan publik dibisniskan padahal itu tugas negara, apalagi saat ini masih pandemi yang pemerintah masih bebas menggunakan apapun karena masih darurat," imbuhnya.

Said Didu memaparkan, terkait tes PCR yang merupakan kepentingan publik harus dikembalikan kepada negara. Artinya, tidak boleh ada kepentingan publik yang ditanggung sendiri oleh rakyatnya. Sebab, masyarakat selama ini sudah membayar pajak.

Menurutnya, jika dana APBN tidak dapat menutup biaya PCR tersebut minimal uang yang dikeluarkan rakyat untuk pemenuhan kepentingannya masuk dalam pendapatan negara bukan swasta.

"Kalau tidak ada APBN untuk biaya itu minimal rakyat membayar dan masuk ke negara, jangan masuk ke swasta," pungkasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

Baca Juga:  Di Hadapan Ribuan Mahasiswa di Salatiga, Airlangga Bahas soal Varian Omicron

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari