Rabu, 9 April 2025

2,5 Juta Orang Miskin Makin Terbebani

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Peraturan presiden (perpres) terkait dengan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan akhirnya terbit. Sejumlah kalangan berpendapat besaran kenaikan terlalu tinggi. Selain itu, masyarakat miskin yang belum ter-cover sebagai penerima bantuan iuran (PBI) bakal terdampak.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, ada pemaksaan kenaikan tarif untuk kelas III. Sejak awal, pihaknya berharap tarif iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III tidak dinaikkan. ’’Tetapi, akhirnya dinaikkan juga,’’ kata Timboel tadi malam (29/10).

Dalam Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan tersebut, iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III naik menjadi Rp 42 ribu per orang per bulan.

Menurut Timboel, berdasar data sistem terpadu kesejahteraan sosial, ada 99,3 juta orang miskin. Sementara itu, orang miskin yang masuk PBI dan iurannya ditanggung APBN sebanyak 96,8 juta orang. Dengan kata lain, sekitar 2,5 juta jiwa orang miskin akan terbebani kenaikan biaya BPJS Kesehatan.

Baca Juga:  Standar Pelayanan Publik Rohil Mengalami Peningkatan

Timboel menyatakan, ada alibi bahwa orang miskin tidak terdampak kenaikan BPJS Kesehatan karena masuk PBI. Nyatanya, masih banyak orang miskin yang tidak masuk kelompok PBI. ’’Mau masuk susah karena APBN terbatas,’’ ujarnya.

Dia mengungkapkan, APBN 2020 sudah diputuskan PBI tetap di angka 96,8 juta jiwa. Belum lagi, dari jumlah tersebut ditengarai masih ada orang-orang kaya yang terselip di dalamnya. Memang ada upaya penyisiran data, tetapi belum benar-benar bersih.

Di sisi lain, kenaikan untuk kelas II dan I dinilai terlalu tinggi. Pihaknya khawatir kelompok kelas ekonomi menengah malah turun menjadi peserta kelas III. Akibatnya, fasilitas kamar rawat inap kelas III bakal semakin padat.

Baca Juga:  Donna Fitria, Anak Buah Yan Prana, Ditahan di Lapas Perempuan dan Anak

Meski begitu, secara umum, dia menyambut baik perpres tersebut. Sebab, kenaikan iuran PBI menjadi Rp 42 ribu berlaku sejak Agustus lalu. Kemudian, untuk pekerja penerima upah (PPU) pemerintahan, kenaikan iurannya berlaku sejak Oktober ini.

Dia menghitung ada dana segar sekitar Rp 13 triliun yang masuk ke BPJS Kesehatan. Data itu berasal dari selisih kenaikan iuran PBI yang dihitung mulai Agustus sampai Desember. Juga dari para pegawai pemerintah.

Dana segar tersebut sebenarnya masih berada di bawah defisit keuangan BPJS Kesehatan. Timboel mengungkapkan, defisit BPJS Kesehatan saat ini Rp 32,8 triliun. Dia khawatir sisa defisit itu menjadi carry over BPJS Kesehatan periode 2020. Akibatnya, BPJS Kesehatan memulai dalam kondisi keuangan minus sekitar 19,8 triliun.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Peraturan presiden (perpres) terkait dengan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan akhirnya terbit. Sejumlah kalangan berpendapat besaran kenaikan terlalu tinggi. Selain itu, masyarakat miskin yang belum ter-cover sebagai penerima bantuan iuran (PBI) bakal terdampak.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, ada pemaksaan kenaikan tarif untuk kelas III. Sejak awal, pihaknya berharap tarif iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III tidak dinaikkan. ’’Tetapi, akhirnya dinaikkan juga,’’ kata Timboel tadi malam (29/10).

Dalam Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan tersebut, iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III naik menjadi Rp 42 ribu per orang per bulan.

Menurut Timboel, berdasar data sistem terpadu kesejahteraan sosial, ada 99,3 juta orang miskin. Sementara itu, orang miskin yang masuk PBI dan iurannya ditanggung APBN sebanyak 96,8 juta orang. Dengan kata lain, sekitar 2,5 juta jiwa orang miskin akan terbebani kenaikan biaya BPJS Kesehatan.

Baca Juga:  Pelaku Tindak Pidana Galian C Ilegal Diamankan 

Timboel menyatakan, ada alibi bahwa orang miskin tidak terdampak kenaikan BPJS Kesehatan karena masuk PBI. Nyatanya, masih banyak orang miskin yang tidak masuk kelompok PBI. ’’Mau masuk susah karena APBN terbatas,’’ ujarnya.

Dia mengungkapkan, APBN 2020 sudah diputuskan PBI tetap di angka 96,8 juta jiwa. Belum lagi, dari jumlah tersebut ditengarai masih ada orang-orang kaya yang terselip di dalamnya. Memang ada upaya penyisiran data, tetapi belum benar-benar bersih.

Di sisi lain, kenaikan untuk kelas II dan I dinilai terlalu tinggi. Pihaknya khawatir kelompok kelas ekonomi menengah malah turun menjadi peserta kelas III. Akibatnya, fasilitas kamar rawat inap kelas III bakal semakin padat.

Baca Juga:  Gerhana Bulan Penumbra Tak Bisa Dilihat di Riau

Meski begitu, secara umum, dia menyambut baik perpres tersebut. Sebab, kenaikan iuran PBI menjadi Rp 42 ribu berlaku sejak Agustus lalu. Kemudian, untuk pekerja penerima upah (PPU) pemerintahan, kenaikan iurannya berlaku sejak Oktober ini.

Dia menghitung ada dana segar sekitar Rp 13 triliun yang masuk ke BPJS Kesehatan. Data itu berasal dari selisih kenaikan iuran PBI yang dihitung mulai Agustus sampai Desember. Juga dari para pegawai pemerintah.

Dana segar tersebut sebenarnya masih berada di bawah defisit keuangan BPJS Kesehatan. Timboel mengungkapkan, defisit BPJS Kesehatan saat ini Rp 32,8 triliun. Dia khawatir sisa defisit itu menjadi carry over BPJS Kesehatan periode 2020. Akibatnya, BPJS Kesehatan memulai dalam kondisi keuangan minus sekitar 19,8 triliun.

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

2,5 Juta Orang Miskin Makin Terbebani

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Peraturan presiden (perpres) terkait dengan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan akhirnya terbit. Sejumlah kalangan berpendapat besaran kenaikan terlalu tinggi. Selain itu, masyarakat miskin yang belum ter-cover sebagai penerima bantuan iuran (PBI) bakal terdampak.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, ada pemaksaan kenaikan tarif untuk kelas III. Sejak awal, pihaknya berharap tarif iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III tidak dinaikkan. ’’Tetapi, akhirnya dinaikkan juga,’’ kata Timboel tadi malam (29/10).

Dalam Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan tersebut, iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III naik menjadi Rp 42 ribu per orang per bulan.

Menurut Timboel, berdasar data sistem terpadu kesejahteraan sosial, ada 99,3 juta orang miskin. Sementara itu, orang miskin yang masuk PBI dan iurannya ditanggung APBN sebanyak 96,8 juta orang. Dengan kata lain, sekitar 2,5 juta jiwa orang miskin akan terbebani kenaikan biaya BPJS Kesehatan.

Baca Juga:  Donna Fitria, Anak Buah Yan Prana, Ditahan di Lapas Perempuan dan Anak

Timboel menyatakan, ada alibi bahwa orang miskin tidak terdampak kenaikan BPJS Kesehatan karena masuk PBI. Nyatanya, masih banyak orang miskin yang tidak masuk kelompok PBI. ’’Mau masuk susah karena APBN terbatas,’’ ujarnya.

Dia mengungkapkan, APBN 2020 sudah diputuskan PBI tetap di angka 96,8 juta jiwa. Belum lagi, dari jumlah tersebut ditengarai masih ada orang-orang kaya yang terselip di dalamnya. Memang ada upaya penyisiran data, tetapi belum benar-benar bersih.

Di sisi lain, kenaikan untuk kelas II dan I dinilai terlalu tinggi. Pihaknya khawatir kelompok kelas ekonomi menengah malah turun menjadi peserta kelas III. Akibatnya, fasilitas kamar rawat inap kelas III bakal semakin padat.

Baca Juga:  Pelaku Tindak Pidana Galian C Ilegal Diamankan 

Meski begitu, secara umum, dia menyambut baik perpres tersebut. Sebab, kenaikan iuran PBI menjadi Rp 42 ribu berlaku sejak Agustus lalu. Kemudian, untuk pekerja penerima upah (PPU) pemerintahan, kenaikan iurannya berlaku sejak Oktober ini.

Dia menghitung ada dana segar sekitar Rp 13 triliun yang masuk ke BPJS Kesehatan. Data itu berasal dari selisih kenaikan iuran PBI yang dihitung mulai Agustus sampai Desember. Juga dari para pegawai pemerintah.

Dana segar tersebut sebenarnya masih berada di bawah defisit keuangan BPJS Kesehatan. Timboel mengungkapkan, defisit BPJS Kesehatan saat ini Rp 32,8 triliun. Dia khawatir sisa defisit itu menjadi carry over BPJS Kesehatan periode 2020. Akibatnya, BPJS Kesehatan memulai dalam kondisi keuangan minus sekitar 19,8 triliun.

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Peraturan presiden (perpres) terkait dengan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan akhirnya terbit. Sejumlah kalangan berpendapat besaran kenaikan terlalu tinggi. Selain itu, masyarakat miskin yang belum ter-cover sebagai penerima bantuan iuran (PBI) bakal terdampak.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, ada pemaksaan kenaikan tarif untuk kelas III. Sejak awal, pihaknya berharap tarif iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III tidak dinaikkan. ’’Tetapi, akhirnya dinaikkan juga,’’ kata Timboel tadi malam (29/10).

Dalam Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan tersebut, iuran BPJS Kesehatan untuk kelas III naik menjadi Rp 42 ribu per orang per bulan.

Menurut Timboel, berdasar data sistem terpadu kesejahteraan sosial, ada 99,3 juta orang miskin. Sementara itu, orang miskin yang masuk PBI dan iurannya ditanggung APBN sebanyak 96,8 juta orang. Dengan kata lain, sekitar 2,5 juta jiwa orang miskin akan terbebani kenaikan biaya BPJS Kesehatan.

Baca Juga:  Donna Fitria, Anak Buah Yan Prana, Ditahan di Lapas Perempuan dan Anak

Timboel menyatakan, ada alibi bahwa orang miskin tidak terdampak kenaikan BPJS Kesehatan karena masuk PBI. Nyatanya, masih banyak orang miskin yang tidak masuk kelompok PBI. ’’Mau masuk susah karena APBN terbatas,’’ ujarnya.

Dia mengungkapkan, APBN 2020 sudah diputuskan PBI tetap di angka 96,8 juta jiwa. Belum lagi, dari jumlah tersebut ditengarai masih ada orang-orang kaya yang terselip di dalamnya. Memang ada upaya penyisiran data, tetapi belum benar-benar bersih.

Di sisi lain, kenaikan untuk kelas II dan I dinilai terlalu tinggi. Pihaknya khawatir kelompok kelas ekonomi menengah malah turun menjadi peserta kelas III. Akibatnya, fasilitas kamar rawat inap kelas III bakal semakin padat.

Baca Juga:  Usia 40 Tahun Rentan Tertular Virus

Meski begitu, secara umum, dia menyambut baik perpres tersebut. Sebab, kenaikan iuran PBI menjadi Rp 42 ribu berlaku sejak Agustus lalu. Kemudian, untuk pekerja penerima upah (PPU) pemerintahan, kenaikan iurannya berlaku sejak Oktober ini.

Dia menghitung ada dana segar sekitar Rp 13 triliun yang masuk ke BPJS Kesehatan. Data itu berasal dari selisih kenaikan iuran PBI yang dihitung mulai Agustus sampai Desember. Juga dari para pegawai pemerintah.

Dana segar tersebut sebenarnya masih berada di bawah defisit keuangan BPJS Kesehatan. Timboel mengungkapkan, defisit BPJS Kesehatan saat ini Rp 32,8 triliun. Dia khawatir sisa defisit itu menjadi carry over BPJS Kesehatan periode 2020. Akibatnya, BPJS Kesehatan memulai dalam kondisi keuangan minus sekitar 19,8 triliun.

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari