JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sistem pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi melalui aplikasi MyPertamina per 1 Juli 2022 terus dikonkretkan. Namun, pertanyaan terkait siapa yang berhak membeli BBM subsidi masih belum terjawab. Sebab, revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 belum rampung.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menuturkan, Pertamina harus benar-benar jeli dalam memilih siapa saja yang berhak membeli BBM subsidi. Menurut dia, salah satu hal yang menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini adalah ketepatan data.
Mamit menyebutkan, Pertamina harus bersinergi dengan Kemensos agar bisa tepat sasaran. DTKS juga harus dimutakhirkan. ”Bisa kerja sama sampai ke tingkat bawah untuk melakukan verifikasi. Memang perlu waktu agak panjang. Tapi, kalau mau benar-benar tepat sasaran, ya harus diverifikasi hingga tingkat paling bawah,” tuturnya, Rabu (29/6).
Mamit juga mengimbau masyarakat tidak panik. Sebab, kebijakan tersebut masih sebatas diberlakukan di lima provinsi, belum menyentuh ke wilayah di luar itu. ”Wong hingga kini pertalite juga masih bisa disuplai. Revisi perpres harus segera dirampungkan,” tambahnya.
Meski diakuinya penggunaan aplikasi cukup merepotkan, langkah tersebut harus dilakukan. Sebab, jika tidak, beban pada membengkaknya subsidi energi akan memengaruhi keuangan negara. ”Mau tidak mau harus dilakukan. Bagaimanapun, agar subsidi bisa tepat sasaran, yang menikmati subsidi harus yang benar-benar sesuai,” tegasnya.
Sementara itu, Komisi VII DPR RI mengkritik rencana Pertamina mewajibkan penggunaan aplikasi MyPertamina bagi masyarakat yang ingin membeli BBM subsidi. Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan, penggunaan aplikasi tersebut jelas akan menyulitkan masyarakat. Sebab, tidak semua orang mempunyai telepon seluler yang memadai untuk dipasangi aplikasi itu.
Masyarakat kecil pengguna BBM subsidi belum tentu memiliki smartphone untuk mengakses aplikasi MyPertamina. ”Sehingga perlu sosialisasi, edukasi, dan penahapan bagi penerapan sistem ini,” tuturnya.
Mulyanto meminta Pertamina meninjau ulang rencana penggunaan aplikasi itu. Menurut dia, masih banyak cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatur konsumsi BBM subsidi agar tepat sasaran. Yang perlu dibatasi adalah penggunaan BBM subsidi oleh kendaraan mewah. Bukan pembatasan untuk seluruh masyarakat.
Itu pun, tegas Mulyanto, Pertamina tidak dapat langsung mengeksekusi kebijakan pembatasan konsumsi BBM subsidi. Pertamina harus menunggu perubahan perpres tentang pembatasan konsumsi BBM subsidi, baik pertalite maupun solar.
Di satu sisi, pada awal implementasi kebijakan membeli BBM bersubsidi pakai aplikasit, Pertamina masih memperbolehkan pembelian seperti biasa. ”Untuk pertalite masih (subsidi) terbuka, tidak ada yang berubah,” ujar Pjs Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Subholding Commercial & Trading Pertamina Irto Ginting kepada Jawa Pos (JPG), Rabu (29/6).
Irto menjelaskan, hingga saat ini, di 11 titik yang menjadi lokasi uji coba pun, tidak ada kuota khusus yang ditetapkan. Masyarakat dipersilakan mendaftar melalui aplikasi MyPertamina. ”Di 11 titik itu tidak ada kuota. Silakan daftarkan yang berhak akan subsidi BBM,” ujarnya.
Irto juga belum menjelaskan bagaimana mekanisme selanjutnya terkait pencocokan data. Ketika ditanya apakah basis data yang dipakai menggunakan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), dia belum dapat menerangkan. Menurut Irto, Pertamina masih sebatas melakukan pencocokan data yang masuk. ”Belum sampai ke sana. Kita hanya mencocokkan data yang diinput,” ucapnya.(dee/lum/agf/c9/oni/jpg)