BULAN Ramadan 1441 H jatuh pada musim semi di Eropa. Musim bunga-bunga mulai bermekaran dengan indahnya. Matahari bersinar dengan hangat. Namun Ramadan kali ini tak semeriah Ramadan sebelumnya. Tahun ini, masyarakat Muslim menjalani puasa Ramadan di tengah kondisi negara yang sedang menjalankan lockdown. Semua tempat ibadah ditutup demi pencegahan penularan corona atau Covid-19.
Virus corona memang telah berdampak pada semua lini kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Namun bulan Ramadan tetaplah bulan istimewa sebagai bulan di mana umat Muslim bisa mendapatkan pahala yang berlipat ganda dalam melaksanakan ibadahnya. Pandemi corona yang melanda dunia, khususnya di Benua Biru Eropa mengubah kebiasaan Muslim dalam menyambut bulan suci Ramadan. Tahun ini adalah Ramadan keempat saya dan keluarga menjalaninya di tanah rantau Belanda.
Sebagai kilas balik, tahun lalu sebelum pandemi melanda, agenda buka puasa bersama dan Salat Tarawih berjamaah di masjid juga dilaksanakan sama halnya dengan yang ada di Indonesia. Lengkap dengan berbagai macam hidangan berbuka puasa. Di Belanda pada umumnya tidak sulit untuk menjumpai masjid, bahkan di beberapa kota masjidnya besar. Seperti halnya di Kota Leiden ada 3 masjid yang biasa digunakan untuk Salat Jumat dan tarawih berjamaah. Meskipun populasi Muslim termasuk minoritas dan memiliki budaya yang kontras dengan mayoritas warganya, Belanda termasuk negara yang sangat toleran. Nuansa Ramadan tetap terasa kemeriahannya di masjid-masjid tersebut. Bertemu dengan umat Muslim dari berbagai negara lainnya saling bertukar cerita dengan keragaman budaya dan tradisi dari masing-masing negara.
Menjalankan ibadah puasa di Belanda durasinya jauh lebih panjang dibandingkan dengan Indonesia kisaran 18-19 jam menahan haus dan lapar. Di awal Ramadan imsak pukul 4 dini hari dan berbuka puasa pukul 9 malam. Semakin mendekati akhir Ramadan maka waktu imsak semakin cepat pukul 3.30 dini hari dan berbuka hampir pukul 10 malam. Tantangan menjalankan ibadah puasa di Belanda dengan durasi siang yang panjang dan tengah dilanda pandemi corona, menjadikan umat Muslim harus menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh lebih baik lagi agar sistem imunitas tetap prima. Seperti mengatur pola makan dan minum saat sahur dan berbuka, karena jeda antara waktu berbuka puasa dan makan sahur berkisar hanya 4-5 jam saja.
Sejak Belanda resmi mengeluarkan kebijakan semi lockdown dengan pengawasan sangat ketat pada bulan Februari sampai 1 Juni 2020 dan tidak menutup kemungkinan akan diperpanjang. Sekolah, kampus dan perkantoran diliburkan. Suasana Ramadan tahun ini pun telah tenggelam oleh pembatasan gerakan penduduknya. Merujuk situs resmi otoritas kesehatan Belanda sampai tanggal 26 April 2020 di Belanda sudah tercatat 37.845 orang positif terinfeksi virus corona. Sebanyak 10.456 orang dirawat di rumah sakit dan sebanyak 4.475 orang meninggal dunia.
Di Belanda herd immunity juga menjadi pendekatan yang dipakai oleh pemerintah untuk menangani corona. Semi lockdown diberlakukan secara nasional. Masyarakat tetap boleh keluar rumah, tapi hanya untuk urusan penting seperti berbelanja atau berolah raga. Warga dilarang berada pada keramaian lebih dari tiga orang dan tetap menjaga jarak 1,5 meter. Jika tidak mematuhi peraturan maka akan didenda 400 euro per orang atau setara Rp6.800.000 per orang jika dirupiahkan. Pemerintah Belanda tidak ingin negaranya mengambil langkah lockdown secara total. Hal ini dikarenakan negara menganggap bahwa warganya sudah "dewasa" dan taat pada aturan yang telah dibuat. Pemerintah Belanda menyebut cara ini sebagai "maximum control” dan “intelligent lockdown".
Selama masa semi lockdown di Belanda, mencari makanan halal untuk keperluan sehari-hari dan persiapan menu berbuka puasa tidaklah sulit. Makanan halal seperti daging dapat dibeli dan tersedia di toko Maroko atau Turki. Penduduk Muslim di Belanda sebagian besar memang berasal dari Maroko dan Turki sehingga tidak sulit untuk menjumpai toko-toko yang menyediakan makanan halal di Negara Kincir Angin ini. Ketersediaan makanan pokok juga telah dijamin oleh Pemerintah Belanda tetap tersedia sehingga warga tidak panik untuk berbelanja secara berlebihan. Pasar tradisional tetap buka dengan pengaturan yang sangat ketat yaitu tetap menjaga jarak 1,5 meter dan dibuat tanda antrean khusus. Memasuki toko harus bergantian agar kuota di dalam ruangan tidak penuh sesak dan tetap bisa menjaga jarak aman. Setiap pemakaian keranjang belanja juga selalu dilap dengan disinfektan agar masyarakat tetap terlindungi.
Pekan ini Pemerintah Belanda baru saja mengeluarkan kebijakan mulai tanggal 11 Mei nanti anak-anak sekolah dasar di Belanda akan kembali belajar di sekolah. Setelah hampir dua bulan anak-anak “study from home”. Namun tempat ibadah seperti masjid dan lainnya di Belanda tetap ditutup. Salat Tarawih dan ibadah dilakukan di rumah masing-masing. Solat Idulfitri pun untuk tahun ini ditiadakan. Agar nuansa Ramadan tetap hadir di tengah wabah, warga diaspora Indonesia yang ada di Belanda tak kehilangan ide. Kegiatan pengajian dan diskusi keagamaan justru semakin rutin dilakukan setiap harinya menjelang waktu berbuka puasa secara virtual. Sekaligus sebagai media untuk tetap menjalin silaturahmi dengan warga negara Indonesia lainnya.
Di setiap kesulitan selalu ada harapan, begitu pun setiap kejadian mengandung hikmah. Di tengah pandemi corona yang melanda di Negeri Kincir Angin beberapa waktu yang lalu otoritas Belanda mengizinkan azan dikumandangkan dengan pengeras suara. Hal ini merupakan aksi solidaritas untuk membangun semangat komunitas Muslim di tengah pandemi virus corona. Juga ada beberapa poster yang dibuat oleh komunitas Muslim yang mencantumkan sebuah ayat dari Alquran yang artinya diterjemahkan dalam bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Poster-poster tersebut dipasang di halte bus di beberapa kota di Belanda seperti di Utrecht dan Amsterdam yang merepresentasikan rasa terima kasih kepada tenaga medis sebagai garda terdepan mengatasi pandemi.
"Als iemand een leven redt, is het alsof diegene de gehele mensheid feeft gered. (Koran 5:32)."
"Whoever saves a life, It is as if he had saved mankind entirely. (Quran 5:32)."
"Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya," begitu isi poster tersebut mengutip QS al-Maidah ayat 32.
Walau bagaimanapun kondisinya, esensi Ramadan sebagai bulan yang penuh berkah tidak akan pernah berubah. Allah SWT menjanjikan banyak kebaikan dan pahala yang berkali-kali lipat bagi mereka yang bisa memanfaatkan dengan baik momentum istimewa bulan Ramadan yang tidak dapat dijumpai di bulan-bulan lainnya.***
Umi Illiyina SH MH adalah alumni Fakultas Hukum Universitas Riau dan alumni Master Hukum Universitas Indonesia, dosen di President University. Umi dan keluarga menetap di Leiden dari tahun 2016 hingga sekarang.