JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) langsung merespons terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaga yang mengurus perilaku dan etik penyelenggara itu memastikan taat dan patuh bahwa produk hukum atas putusan DKPP kini bisa digugat melalui peradilan tata usaha negara (TUN).
Ketua DKPP Muhammad mengatakan, lembaganya menghormati putusan MK terkait sifat putusan final dan mengikat. "DKPP menghargai keputusan lembaga yang mempunyai kewenangan sebagaimana mandat Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Mahkamah Konstitusi," ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (29/3) malam.
Dia menyebut sifat putusan MK tidak berlaku surut. Sehingga tidak berlaku bagi kasus-kasus yang sudah terjadi. Putusan tersebut akan menjadi pedoman semua pihak ke depannya. "(Berlaku) setelah amar itu dibacakan bahwa keputusan ini berlaku pada hari ini, tanggal 29 Maret 2022, dan seterusnya," tuturnya.
MK kemarin mengabulkan perkara nomor 32/PUU-XIX/2021 yang diajukan oleh dua komisioner KPU RI, yakni Arief Budiman dan Evi Novida Ginting Manik. Keduanya merasa dirugikan dengan tafsir pasal 458 ayat 13 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. DKPP menafsirkan bahwa produk hukum atas putusan lembaga itu tidak dapat diuji ke PTUN.
Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa frasa "final dan mengikat" dalam putusan DKPP hanya berlaku untuk KPU, Bawaslu, dan presiden. Artinya, putusan DKPP harus ditindaklanjuti tiga lembaga itu dengan menerbitkan produk hukum berupa keputusan tentang pemberhentian.
Namun, produk hukum atas tindak lanjut putusan tersebut merupakan objek yang bisa diuji PTUN. "Keputusan yang dikeluarkan lembaga yang menindaklanjuti putusan DKPP (SK pemberhentian, Red) itu dapat dijadikan objek gugatan oleh pihak yang tidak menerima putusan DKPP," terang hakim MK Suhartoyo kemarin.
Hal itu, lanjut dia, sesuai dengan keputusan MK nomor 31/PUU-XI/2013. Dalam pertimbangan MK, Suhartoyo menjelaskan bahwa DKPP bukan lembaga peradilan, melainkan bagian dari lembaga penyelenggara pemilu yang kedudukannya setara dengan KPU dan Bawaslu. "Tidak ada satu di antaranya yang mempunyai kedudukan lebih superior," tegasnya.
Dikonfirmasi terkait putusan itu, Arief selaku pemohon mengapresiasi putusan MK. "Alhamdulillah dikabulkan," ucapnya.(jpg)
Namun, pria asal Surabaya itu enggan memaparkan harapannya setelah putusan tersebut.(far/c18/bay)